logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kekuatan

"Apa maksud lo bilang sahabatan sama Damar?" Tara menatap Tia dengan tajam. Sudah muak dengan perilaku Tia yang menurutnya sangat merugikan.
"Lo apaan, sih?" tanya Tia pura-pura tak mengerti.
Tara memejamkan matanya, berusaha sabar menghadapi perempuan di depannya ini. Padahal jika tak punya hati ingin rasanya Tara menjambak rambut Tia.
"Seharusnya lo jangan memperkeruh suasana," protes Tara tak terima. Seharusnya Tia harus bersikap dewasa, tidak mengambil kesempatan dalam masalah orang lain.
"Itu hak gue," balas Tia. Bahkan dia sekarang berganti menatap Tara sinis.
"Jangan ganggu gue lagi." Tia melangkah pergi begitu saja. Meninggalkan Tara yang mengepalkan tangan menahan emosi.
Tara menjambak rambutnya kasar, merasa kesal dengan semua yang terjadi beberapa hari ini. Rasanya hidupnya benar-benar jungkir balik, dan dengan seenaknya Tia datang semakin memperkeruh. Tara tak habis pikir, kenapa harus ada manusia seperti mantan sahabatnya itu.
"Tara!" Tara menoleh, mendapati Sean yang sedang berlari ke arahnya dengan napas tersenggal. Tara menghela napas, berusaha menghilangkan rasa kesalnya. Tak mau jika Sean menjadi sasaran kekesalannya.
"Kenapa lari-lari?" tanya Tara heran. Kurang kerjaan sekali Sean datang sambil lari-lari seperti itu.
"Gue dapet info kalau lo ribut sama Tia di sini." Mendengar itu Tara memutar bola matanya malas.
"Siapa yang berantem. Gue masih adem-adem aja." Tara mengibasi tangannya, berlari pergi dari hadapan Sean begitu saja.
"Tara!" panggil Sean menyejajarkan langkahnya dengan Tara. Tara menoleh tanpa berniat membalas panggilan Sean.
"Karena Damar lagi?" tanya Sean pelan. Tara mengangguk sambil tersenyum tipis, berusaha terlihat baik-baik saja. Walau nyatanya malah terlihat menyedihkan di mata Sean.
"Lebih baik lo berhenti aja. Untuk apa mempertahankan sesuatu yang nyakitin diri sendiri." Tara menghentikan langkahnya. Menatap Sean dengan tatapan sendu.
"Enggak semudah itu, Yan." Sean mengangguk membenarkan. Sean tahu semua yang sedang Tara lalui tak semudah itu.
"Kalau mundur semudah itu, mungkin sekarang gue udah lakuin itu dari dulu," ucap Tara.
Sean menatap Tara tak enak. Merasa jika ucapannya menyakiti hati Tara.
"Gue enggak bermaksud gitu," sangkal Sean.
Tara tersenyum tipis, "gue tau," ujarnya. Tara kembali melanjutkan langkahnya, memutuskan untuk kembali ke kelas.
Sean menatap punggung Tara yang mulai menjauh sambil tersenyum. Tak salah dia berteman dengan Tara. Baru kali ini dia menemukan seseorang yang bisa mencintai setulus dan sesabar Tara. Dia semakin iri dengan Damar yang dicintai setulus itu oleh Tara.
"Tara tunggu!" teriak Sean sambil berlari mengejar Tara yang hampir hilang dari pandangan.
                                    ***
Damar sedari tadi memerhatikan Tia yang sedang memasak. Setelah pulang sekolah Tia memaksa ingin ke rumah Damar, tujuannya untuk memasaki Damar. Damar oke-oke saja, karena dia rasa dulu Tia juga sering datang ke rumahnya.
Dia menatap Tia dari belakang. Merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Jika dia dan Tia bersahabat sejak lama, kenapa Damar merasakan Tia hanyalah orang asing di dalam hidupnya.
"Jadi!" seru Tia sambil meletakkan hasil masakannya di hadapan Damar. Damar tersenyum, menerimanya dengan senang hati.
"Semoga kamu suka," ucap Tia sambil mendaratkan bokongnya di sebelah Damar. Memperhatikan reaksi Damar.
"Gimana?" Damar mengangguk sebagai jawaban. Tia tersenyum senang, dengan sengaja memeluk Damar. Damar membeku, setelah itu berusaha bersikap biasa saja. Entah kenapa dia merasa semakin tak nyaman.
"Maaf." Tia menunduk bersalah.
"Enggak apa-apa." Senyum lebar langsung Tia tunjukkan. Merasa selangkah lebih maju dari Tara.
"Aku harap kamu selalu begini." Damar menatap Tia. Langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya, Tia tersentak kaget. Namun, setelah itu dia mengulas senyum.
"Kita bakal tetap jadi sahabat, lo tenang aja."
"Tapi Tara-" Damar menggeleng. Mengisyaratkan agar Tia tak melanjutkan ucapannya.
"Tara atau siapa pun. Mereka enggak bisa mutusin hubungan persahabatan kita." Tia mengangguk, melepas pelukannya sambil menatap Damar berbinar.
"Kamu emang sahabat terbaik aku," ucap Tia. Seulas senyum penuh kemenangan terbit dibibir Tia, ternyata menghancurkan Tara tak sesulit yang dia pikirkan.
Tia jadi tak sabar bagaimana nanti reaksi Tara saat melihat Damar sudah brnar-benar mempercayainya. Tia jadi semakin tak sabar.
                                 ***
Tara hanya bisa menatap foto-foto dirinya dan Damar lewat ponsel. Rasanya baru kemarin mereka tertawa bersama, berjanji akan selalu bersama-sama. Nyatanya sekarang Tara sendirian berjuang, atau bahkan Damar juga yang berjuang mengembalikan ingatannya.
"Tara." Suara lembut Karina membuat Tara kembali ke dunia nyata. Tara tersenyum, tak mau ibunya khawatir.
"Mikirin Damar?" Tara hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan sang ibu. Karina sebenarnya sudah sangat tau apa yang sedang mengganggu pikiran putrinya akhir-akhir ini.
"Secepatnya Damar bakal ingat kamu. Mama yakin," ucap Karina berusaha menenangkan Tara. Tara mengangguk dia juga merasa sangat yakin. Karena tak mungkin Damar begitu cepat melupakannya.
Karina sangat tau bagaimana sifat anaknya. Walau berusaha tersenyum di depannya, Tara tetap menyimpan lukanya sendirian.
"Aku juga yakin, Ma." Tara menyetujui. Dia sangat yakin secepatnya Damar akan kembali mengingatnya, mengingat semua tentangnya.
Karina duduk di sebelah Tara, mengelus kepala putrinya sambil tersenyum tulus. Tara langsung menyenderkan kepalanya di bahu Karina.
"Aku sayang Mama," ucap Tara dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa begitu sesak menahan agar isakannya tak ke luar. Dia tak mau Karina semakin sedih melihat keadaannya.
Setelah kematian ayahnya, Karina benar-benar menjadi sosok ayah sekaligus ibu untuknya. Karina yang sangat tau bagaimana perasaan Tara kemarin, hari ini, atau besok.
"Mama lebih sayang kamu." Tara memeluk Karina erat. Menyalurkan kehangatan dari pelukan keduanya.
Karina menahan isak tangisnya, dia terkadang sedih melihat Tara tumbuh tanpa sosok ayah di sampingnya. Namun, Tara memang putri yang hebat, selama ini sama sekali tak pernah menuntut Karina berlebihan.
"Maafin Mama," lirih Karina.
"Kenapa minta maaf?" tanyanya melepaskan pelukan.
"Mama belum bisa bahagiain kamu." Karina menangkup kedua pipi Tara, mengecupnya secara bergantian.
"Anak kesayangan mama."
Tara beralih menggenggam kedua tangan Karina, menatap ibunya dengan pandangan tulus.
"Mama udah buat Tara bahagia, bahagia banget," ungkap Tara dengan senyum lebar. Melihat itu Karina malah merasakan sedih.
"Mama itu udah jadi sosok ibu sekaligus ayah tersempurna yang pernah aku temui. Jadi yang seharusnya minta maaf itu Tara, Tara belum bisa kasih apa-apa ke mana." Karina kembali memeluk putrinya. Putri tercantik dan terhebatnya.
"Mama bangga sama kamu," bisiknya lembut tepat di telinga Tara. Tara mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Dia semakin merasa bersalah telah membuat ibunya selalu sedih.
"Tara janji bakal bahagiain mama," batin Tara.

Komento sa Aklat (73)

  • avatar
    Iamraaaaa2

    sukak bangettttt terimakasih udah mau buat cerita ini ya kak🥺❤️ btw masih ada kelanjutan ceritanya nggak kaak?kalo ada gak sabar banget nungguin nya

    25/01/2022

      2
  • avatar
    DandelionSenja

    Ceritanya seru, greget juga. Makasih buat Author yang udah buat cerita sebagus ini🤗❤️🔥

    25/01/2022

      3
  • avatar
    CooWalz

    bagussssss

    14d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata