logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sahabat?

Tara tak menyerah begitu saja dengan penolakan Damar. Bahkan Tara semakin berusaha, karena dia yakin jika Damar akan kembali seperti dulu. Damar pasti akan sembuh seperti dahulu, dan kembali mengingatnya.
Pagi-pagi sekali Tara sudah memasakkan Damar, dia tersenyum menatap kotak makan biru yang berada di genggamannya. Di koridor banyak orang-orang yang menatap Tara kasihan, tetapi Tara sama sekali tak peduli tentang hal itu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam!" Tara langsung masuk ke dalam kelas Damar. Menghampiri cowok yang masih sibuk dengan ponselnya. Tara tersenyum tipis melihat itu, mendaratkan bokongnya di depan Damar.
"Pagi!" sapanya semangat. Damar mengangguk samar tanpa berniat menatap Tara.
"Aku bawa sarapan loh buat kamu!" Tara mendorong kotak makannya ke arah Damar, menatap Damar dengan penuh harap.
"Enggak perlu," balas Damar cuek.
"Kenapa?" Tara menatap sendu Damar.
Damar mengangkat kepalanya, menatap gadis di depannya itu dengan tajam, merasa terganggu dengan kehadiran Tara.
"Gue bukan anak kecil, jadi singkirin." Damar melirik kotak makan yang dibawakan Tara sekilas, lalu kembali memainkan ponselnya. Tara tersenyum tipis, meraih kembali kotak makannya tak mau memaksa Damar.
"Enggak apa-apa, tapi kalau kamu laper kita ke kantin bareng, ya?" Damar mengedik tak peduli. Tara menghela napas lelah, tak bisakah Damar menyadari keberadaannya.
"Damar," tegur Tara kesal. Dia menghela napas kasar, takut jika hilang kendali. Apa sebegitu parahnya efek kecelakaan waktu itu, sampai Damar benar-benar melupakannya.
"Kamu masih belum percaya sama aku?" Mata Tara berkata-kata saat melihat anggukan pelan dari cowok di depannya. Dia mengulum bibir gugup, ingin sekali berteriak di depan wajah Damar. Namun, dia tak punya keberanian itu.
"Tolong percaya sama aku," pinta Tara lelah. Walau dia sama sekali tak berniat mundur, tetap saja ini sangat melelahkan untuknya.
"Aku ke kelas dulu." Setelah Tara pergi Damar mengangkat kepalanya, menatap datar ke arah pintu kelas yang terbuka lebar. Dia mengedik bahu tak peduli, kembali melanjutkan kegiatannya.
Seorang gadis yang sedari tadi mengamati interaksi Damar dan Tara tersenyum sinis. Mendekati Damar sambil tersenyum manis.
"Damar," sapanya.
Damar menoleh, menatap gadis itu bingung. Merasa tak mengenal gadis di depannya.
"Aku Tia!" Tia duduk di tempat yang diduduki Tara sebelumnya. Menatap Damar dengan senyum lebar di bibirnya.
"Kenapa?" tanya Damar semakin bingung.
"Sayang banget kamu lupain hubungan kita." Tia menunduk sesal, membuat Damar tak tega.
"Emangnya siapa?" Damar bertanya penasaran.
"Kita sahabatan loh." Damar mengernyit, merasa tak percaya. Kenapa banyak sekali yang mengaku sebagai orang terdekatnya. Sedangkan Damar sama sekali tak mengingat apa-apa.
"Dari kemarin gue enggak liat lo." Tia tersenyum merasa Damar penasaran dengannya.
"Aku baru pulang dari rumah Nenek, aku nyesel banget enggak ada di saat kamu sakit." Damar menatap Tia penuh selidik. Merasa tak yakin jika ia dan Tia memang bersahabat.
Tia mengeluarkan ponselnya, menunjukkan fotonya dan juga Damar. Salah satunya foto ia dan Damar saat dibangku SMP. Melihat itu entah kenapa Damar sedikit percaya.
"Kalau lo sahabat gue, apa bener gue dan Tara punya hubungan?" Damar menatap penasaran. Selama ini tak ada seseorang yang bisa menjawab pertanyaan di kepalanya.
"Enggak!" bantah Tia cepat dengan raut tak suka.
"Terus?" Damar menaikkan sebelah alisnya. Apa benar gadis yang bernama Tara itu berbohong. Kenapa sampai berbohong kepadanya.
"Dia itu emang suka sama kamu, ngejer-ngejer kamu, tapi kalian sama sekali enggak ada hubungan. Kamu tahu dia sering banget bully aku karena kita dulu deket banget," jelas Tia panjang lebar.
"Bully lo?" tanya Damar memastikan.
"Iya. Dia itu licik, kamu tau beberapa kali dia berusaha buat hancurin persahabatan kita." Tia memasang wajah sedihnya, sedangkan Damar mengepalkan tangannya, merasa dibohongi oleh Tara.
"Jadi .... Mulai sekarang jangan deket-deket dia, oke?" Damar mengangguk, tersenyum ke arah Tia.
"Mungkin dulu gue pernah jadi orang bodoh, tapi sekarang enggak lagi. Gue bakal pertahanin hubungan kita." Damar meraih tangan Tia, membuat sang empunya tersenyum lebar.
"Jadi kamu percaya?" Damar mengangguk.
Beberapa orang yang melihat itu hanya membuang muka, sama sekali tak tertarik. Membuat Tia semakin merasa leluasa. Karena memang begitulah manusia. Ada yang terlalu ikut campur, dan ada yang tak begitu peduli dengan sekitarnya. Diam-diam Tia tersenyum puas, rasanya dia ingin menertawakan kemalangan Tara.
                                   ***
Setelah pulang sekolah Tara tak langsung pulang ke rumahnya, karena sedang hujan Tara memutuskan mampir ke kafe yang sering ia dan Damar datangi. Masih sama, bahkan Tara jadi merindukan Damar.
Kedua matanya memerhatikan hujan yang jatuh dari jendela besar di sana. Suara hujan begitu menenangkan, walau untuk beberapa orang suara itu mengganggu.
Cake dan kopi yang berada di hadapannya belum sama sekali ia sentuh. Hari ini pertama kalinya dia datang ke sini sendiri, rasanya begitu canggung. Dulu dia sangat sering berkunjung bersama Damar. Mengingat Damar membuat sudut bibirnya otomatis terangkat.
"Sendirian, Mbak?" Salah satu pelayan kafe yang memang lumayan dekat dengan Tara menghampiri gadis itu. Duduk tepat di hadapan Tara.
"Eh iya." Tara tersenyum canggung, memang dasarnya dia lumayan susah berinteraksi dengan orang-orang.
"Mas Damar, mana?" Melani menatap Tara penasaran, karena biasa ia melihat Tara datang bersama Damar.
"Aku duduk sini enggak apa-apa, Mbak?" tanyanya takut mengganggu.
"Enggak apa-apa, kok," balas Tara.
"Damar lagi enggak ikut, lagi ada urusan," balas Tara berbohong. Bibirnya berusaha tersenyum, tak mau orang lain tahu kesedihannya.
"Kirain lagi berantem." Melani tertawa.
"Enggaklah," balas Tara sambil tertawa juga. Tara merasa sedikit baikan karena memiliki teman mengobrol.
"Mau pesan lagi, Mbak?" tanya Melani. Sebenarnya umur Melani dan Tara sama, hanya saja Melani sendiri yang ingin memanggil Tara dengan embel-embel Mbak.
"Enggak perlu," tolak Tara, bahkan makanannya yang sedari tadi dia pesan sama sekali belum niat ia sentuh.
"Aku ke belakang dulu ya, Mbak. Ada pesenan lagi." Melani membungkuk hormat, lalu berlalu dari sana.
Tara menatap Melani takjub, walau mereka seumuran Melani malah lebih bersikap dewasa dari padanya.
Kembali sendiri membuat Tara kembali mengingat Damar. Dia menghela napas kasar, padahal niat ke sini untuk menenangkan diri, malah yang dia dapat hanya kepahitan kembali.
"Semoga kamu cepet inget sama aku," gumam Tara penuh harap.
Dia menyesap kopi yang sudah mulai dingin itu, memutuskan untuk pulang menggunakan taksi saja. Pasti Karina mengkhawatirkan keadaannya.
Cepat atau lambat dia akan terbiasa, bukan? Entah ada atau tidak adanya Damar. Namun, Tara tak berjanji bisa menjalani kehidupan seperti biasanya. Karena Damar benar-benar memberi warna untuk harinya. Tara sampai tak bisa membayangkan bagaimana ke depannya nanti.

Komento sa Aklat (73)

  • avatar
    Iamraaaaa2

    sukak bangettttt terimakasih udah mau buat cerita ini ya kak🥺❤️ btw masih ada kelanjutan ceritanya nggak kaak?kalo ada gak sabar banget nungguin nya

    25/01/2022

      2
  • avatar
    DandelionSenja

    Ceritanya seru, greget juga. Makasih buat Author yang udah buat cerita sebagus ini🤗❤️🔥

    25/01/2022

      3
  • avatar
    CooWalz

    bagussssss

    14d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata