logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

4 | Mozaik yang Tidak Boleh Bertemu

Suasana kafe tidak terlalu ramai, hari masih pagi. Selain dirinya, ada dua pegawai wanita yang mulai bekerja di membersihkan meja, satu lagi menyapu lantai.
Dua pegawai itu bekerja sambil berbincang, Faiqa bisa mendengar percakapan mereka, tak jauh dari keluhan beratnya beban kerja tetapi mendapatkan upah tak seimbang. Cukup puas meluapkan keluhan, dua pegawai itu beralih membicarakan Bos mereka.
“Udah hampir setahun aku kerja di sini, tetapi belum sekali pun melihat wajah Owner,” kata Pegawai yang membersihkan meja.
“Sama, mungkin memang benar gosip yang beredar, kalau Owner itu memiliki wajah buruk rupa, sehingga nggak mau bertemu dengan siapa pun. Aku dengar tidak ada satu pun pegawai di sini yang tahu wajah, si Owner,” timpal pegawai yang sedang menyapu.
Faiqa yang sedang menunggu pesanan itu, mulai tertarik mencuri dengar percakapan dua pegawai yang bekerja tak jauh darinya. Hal menarik yang selalu ini juga jadi pertanyaannya.
“Benar juga, cukup lama aku berlangganan di sini, tetapi belum pernah sekali pun bertemu Ownernya, semua pegawai di sini sudah kukenali wajahnya meski tak tahu nama, menagernya pun aku tahu,” gumam Faiqa membenarkan percakapan dua pegawai tersebut.
Faiqa ingin mendengarkan lebih lanjut, tetapi pesanannya keburu datang. Dua pegawai tersebut pun pindah mengerjakan pekerjaan lain.
Di saat bersamaan datang tiga orang pengunjung, pegawai kantoran di sekitar kafe. Kafe F2U memang terletak di tengah area perkantoran dan Konveksi, cukup strategis untuk mendapatkan pelanggan. Tak salah, Ownernya membuka kafe ini mulai dari jam 6 pagi untuk melayani sarapan, makan siang serta cemilan sore para pegawai kantoran di sekelilingnya.
Faiqa mulai melahap pelan hidangannya sambil menikmati suasana pagi yang cerah. Dia tidak ingin terburu kembali ke kantor, hatinya membuncah bahagia melihat matahari yang bersinar terik.
Sebagai Owner Faiqa bisa lebih leluasa untuk berangkat kapan saja. Tetapi dia tidak ingin menggunakan wewenang seenaknya, Faiqa tetap masuk kantor setengah jam setelah jam kantor di berlakukan pada jam tujuh.
Masih ada tiga puluh menit lagi untuknya bisa leluasa menikmati sarapan. Tadi, sengaja berangkat lebih pagi. Dia tidak ingin duduk sarapan semeja dengan para Paman dan Bibi, bisa di pastikan dia akan mendapatkan kuliah pagi gratis tentang pernikahan.
Memuakkan sekali pastinya.
“Sudah. Sudah, biarkan dia pergi. Jangan kau tangisi dia yang tak mau menunggumu.
Usah pikirkan kepergiannya yang tak kan kembali.
Dia yang memang di taqdirkan untukmu akan menemukan jalan untuk kembali walau sekecil jalan semut peluang kembali.
Lihat saja orang di depanmu, atau di sampingmu yang siap menghapus sedihmu.
Jika kau tak bisa melihat, palingkan saja wajahmu ke samping, maka kau akan menemukan aku di sini sambil membersihkan meja.”
Awalnya Faiqa terlena mendengar puisi yang sangat dramatis itu, dia yang mengunyah roti bakar sambil memandang ke luar seperti sedang menonton drama musikal yang di iringi lantunan puisi.
Karena terlalu fokus mendengar puisi yang di bacakan, Faiqa manut saja mengikuti intruksi yang di sebutkan di bagian akhir puisi.
Faiqa memalingkan wajahnya ke samping, sesuai perintah. Lalu,
“Astagfirullah! Serunya kaget.
“Heh! Ngapain kamu di situ?” lanjut Faiqa heran, jelas kaget melihat Satrio berdiri tak jauh darinya, membersihkan meja sambil tersenyum menatap geli ke arah Faiqa.
‘Perasaan tadi tuh anak ngga ada di situ,’ lirih Faiqa berbisik pada diri sendiri.
“Selamat pagi, Wanita galak. Gimana puisinya? Bagus nggak?” tanya Satrio masih tersenyum. Tontonan Faiqa yang terlena karena puisi yang di bacakannya cukup membuat awal hari yang menyenangkan.
“Bagus gundulmu, yang ada mual perut di buatnya,” gerutu Faiqa memalingkan wajah, menyembunyikan rona merahnya.
“Alaah, padahal tadi Ibuk memasang wajah sendu mendengar setiap bait yang aku bacakan.” Satrio masih menggoda Faiqa yang semakin merah wajahnya.
“Apaan, sih. Urusan kita belum selesai ya, nggak usah menambah masalah, anggap saja kemarin kamu beruntung. Mana Owner nya? Saya mau bicara, suruh pecat kamu yang nggak becus kerja,” ucap Faiqa menegakkan posisi duduk, mencari Owner yang di maksud.
“Kalau aku Ownernya gimana?” ujar Satrio santai, tak hilang senyum di wajahnya.
“Jangan ngadi-ngadi, kamu,” sungut Faiqa jengkel.
“Kalau nggak percaya ya sudah.” Satrio mengangkat bahu santai seraya berlalu meninggalkan Faiqa.
Mana ada Owner buruk rupa seperti Satrio. Heemm. Satrio lumayan ganteng dengan wajah bening terawat. Sangat ganteng bagi seseorang yang menyukai laki-laki. Berbeda dengan Faiqa, dia tidak sempat memperhatikan bentuk fisik laki-laki, baginya, asal makhluk berjenis kelamin laki-laki, maka harus di hindari.
Dan, dia melihat Satrio bukan sebagai laki-laki, melainkan seseorang yang merusak suasana hatinya. Setiap bertemu Satrio pasti kesal aja bawaannya. Dia dan Satrio seperti mozaik yang tidak boleh di satukan.
Satrio sudah menghilang masuk ke dapur kafe. Bagus, pikir Faiqa, dia tidak perlu melihat sosok ngeselin Satrio.
Faiqa mulai menyantap kembali sarapannya. Namun, ketenanggannya terganggu dengan kehadiran Satrio, yang kembali datang membawa nampan berisi minuman.
“Apa ini?” tanya Faiqa heran melihat Satrio meletakkan Cappuccino dingin di atas mejanya.
“Silahkan di minum,” jawab Satrio singkat tanpa menjawab pertanyaan Faiqa.
“Sinting, nih orang. Pagi buta di suguhi minuman dingin.” Faiqa ngedumel nggak jelas.
“Ini untuk penyejuk hati Ibuk yang panas, saya terawang di hati Ibuk penuh larva pijar yang membara di sana,” seloroh Satrio santai. Dia nggak ada takut-takutnya menghadapi wanita yang terkenal galak itu.
“Palamu! Kamu aja yang minum, otakmu itu yang perlu di dinginkan, cari masalah aja kerjaannya.” Penuh kesal Faiqa bangkit meninggalkan Satrio yang berdiri di dekat mejanya.
“Jangan lupa bayar dulu, Buk! Jangan seperti kemarin, main pergi aja,” teriak Satrio sedikit keras sambil terkekeh. Faiqa yang sudah di depan kasir itu makin geram karena kembali dipermalukan Satrio.
Entah kenapa, Satrio senang sekali menggoda Faiqa, apalagi semenjak dia mencuri dengar dari karyawan Faiqa yang sering makan di sana, mengatakan bahwa Faiqa anti terhadap laki-laki, Satrio ingin menguji kebenaran itu.
***
Dengan rasa jengkel Faiqa kembali ke kantor. Tidak bisa berlama-lama meladeni Satrio yang mungkin sinting otaknya. Bisa jadi pecah dadanya menahan emosi.
Hari sial selalu tercipta sejak bertemu Satrio. Moodnya memburuk sudah, padahal banyak laporan penjualan yang harus di periksa.
Begitu sampai di ruangan, setumpuk berkas sudah menunggu untuk di periksa dan di tanda tangani. Dulu, saat pertama masuk kerja, dia sempat meremehkan pekerjaan di Konveksi. Pikirnya tidak akan terlalu banyak yang bisa di lakukan, berhubung Konveksi lebih banyak proses pembuatan pakaian. Berbeda dengan kerjaan lamanya di kantor Notaris yang hampir setiap hari berkutat dengan berkas.
Ternyata salah, Konveksi yang baru merangkak naik itu memberinya banyak tugas yang harus di kerjakan setiap hari. Laporan keuangan yang harus di periksa setiap hari, surat kerja sama yang harus dia pelajari, juga memantau kinerja karyawan yang ogah-ogahan mengerjakan Deadline, terbiasa kerja santai karena saat Mama menjadi Owner tidak terlalu memperhatikan kinerja karyawan.
Berkat tangan dingin dan kecakapannya dalam mengolah manajemen usaha, Konveksi yang di serahkan Mama saat dia berusia 25 tahun mulai memperlihatkan perkembangan yang cukup pesat. Konveksi yang saat pertama dia pegang itu baru memiliki 15 karyawan, kini sudah bertumbuh memiliki 50 orang karyawan tetap, dan memiliki karyawan lepas yang tak terhitung jumlahnya bagian penjahitan.
Tok tok tok. Tari masuk setelah mengetuk pintu.
“Pagi, Buk. Ini laporan gaji karyawan yang akan di transfer hari ini.” Tari menyerahkan map berisi rekapan laporan gaji.
Faiqa mengambil map di tangan Tari, memeriksanya sekilas kemudian membubuhi tanda tangan di atas namanya yang tertera di sana.
“Untuk nama-nama karyawan yang akan mendapatkan bonus sudah di rekap, Tari?” tanya Faiqa sambil terus mencoret kertas laporan dengan tanda tangannya.
“Sudah di bawah berkas itu, Buk,” jawab Tari sopan.
“Baiklah, nanti untuk bonus kamu serahkan dalam amplop saja, panggil orang-orang yang menerimanya ke ruanganmu,” titahnya seraya menyerahkan kembali berkas yang sudah di tanda tangan.
“Baik, Buk.” Tari pamit kembali ke ruangannya.
Faiqa terkenal galak dan disiplin di kalangan karyawannya, Dia tak segan membentak karyawan yang tidak cakap atau lalai dalam bekerja, terutama pada karyawan laki-laki, aturan disiplin di berlakukannya.
Lebih parahnya, dia tidak pernah mau berbaur dengan karyawan laki-laki. Kaum lelaki di tempatkan di bagian pemotongan kain, pengobrasan, atau bagian mekanik mesin. Pada bagian kantor hanya beberapa saja yang dia tempatkan karyawan lelaki. Balik lagi, trauma masa lalu membuatnya enggan bersinggungan atau berdekatan dengan laki-laki.
Meski begitu, dia sangat royal terhadap karyawannya, dengan senang hati dia akan memberikan bonus pada siapa saja yang bekerja lebih giat.
Seseorang yang mengabdi secara penuh harus mendapat imbalan lebih baik. Begitu prinsip yang di pakainya. Untuk bulan ini ada beberapa karyawan yang akan menerima bonus, karena kinerja yang super bagus selama sebulan.
Program itu sudah di buatnya semenjak dua tahun menjabat sebagai Owner.
Mungkin hal itu juga yang berhasil membawa Konveksi W'Heart bertumbuh lebih cepat. Konveksi yang sebelum di pegangnya belum memiliki nama. Sekarang sudah bertumbuh menjadi sebuah Konveksi ternama yang hasil jahitannya sudah melalang buana seantero Nusantara.
Hasil tidak akan mengkhianati usaha, begitu istilah karyawan yang melihat perjuangan Ownernya bekerja keras melambungkan nama Konveksi W'Heart di kancah Nasional.
Bersambung

Komento sa Aklat (42)

  • avatar
    69Rain

    cerita menarik mantap gan

    3d

      0
  • avatar
    RahmawatiSuci

    Bagus banget

    16d

      0
  • avatar
    Anisa Fauzia

    bagussss

    19d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata