logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

3 | Luka Masa Lalu

Allah Maha Baik, penderitaan yang dialami Mama berakhir saat Papa dijemput polisi tanpa bisa berkutik karena pengaduan pihak keluarga yang tidak tahan melihat Mama di aniaya terus menerus. Sedangkan Mama tidak pernah berani untuk melaporkan, karena selalu di ancam. Mengadu pada keluarga pun tidak, Papa mengancam akan menghabiskan semua keluarga jika Mama berani bersuara.
Merasakan perlakuan kasarnya tiap hari, Mama tentu takut mengadu pada keluarga, takut Adik-adiknya akan mendapat perlakuan yang sama.
Faiqa yang menyaksikan semua itu, menarik kesimpulan dalam otaknya bahwa dia tidak akan pernah mau hidup berdampingan dengan seorang lelaki mana pun. Semua laki-laki itu jahat dan menyusahkan.
Mama seperti menyadari penyebab kenapa Faiqa tak kunjung menikah. “Tidak semua lelaki itu sama seperti Papamu, Fai,” ucap Mama sambil menatap Faiqa yang duduk tak jauh darinya.
“Jika tidak sama, kenapa Mama tidak menikah lagi setelah berpisah dari Papa?” Tanpa bisa di tahan, pertanyaan serangan meluncur begitu lancar keluar dari mulutk Faiqa. Sedetik kemudian dia menyesali ucapannya.
Mama tersentak mendengar pertanyaan Faiqa, begitu juga keluarga yang lain.
“Itu beda lagi ceritanya, Nak. Saat seorang wanita sudah mempunyai anak, dia akan memikirkan seribu alasan untuk menikah lagi. Banyak hal yang harus di pertimbangkan. Gimana nanti jika pasangan baru tidak menyukai anak tiri, gimana cara membagi waktu dengan anak dan suami baru. Berbeda kasusnya dengan kamu, Nak. Kamu masih perawan, tidak ada yang perlu di pertimbangkan kecuali restu orang tua,” terang Mama penuh kelembutan. Ada raut kesedihan di wajahnya saat memberi wejangan pada Faiqa. Sadar, dia lah penyebab Faiqa membenci pria.
“Kamu lihat Bibi dan Pamanmu, sampai sekarang pernikahan mereka baik-baik saja. Mungkin, Mama yang nasibnya buruk dalam berumah tangga. Tidak bisa samakan nasib kita dengan orang lain.” Mama kembali melanjutkan wejangannya.
“Betul tu, Nak Fai. Tidak semua pernikahan itu buruk dan laki-laki itu jahat. Bukankah Allah sudah berfirman, telah menciptakan setiap makhluk-Nya itu berpasang-pasangan. Jika kamu tidak ingin mempunyai pasangan, maka kamu mengingkari Firman Allah ini.” Paman Samsul memberinya pernyataan yang menohok dengan mengutip sebuah dalil al-quran. Jika sudah menyangkut Tuhan, apalagi yang bisa Faiqa lakukan? Kecuali manut dengan anjuran keluarga.
“Sejauh ini Fai ndak pernah dekat dengan siapa pun, gimana caranya bisa menikah,” ucapnya menunduk. Memberi alasan sekaligus menolak secara halus saran yang di berikan.
“Biar kami bantu carikan,” timpal Paman Jamal ikut bersuara, yang dari tadi sibuk dengan ponselnya.
Semua mengangguk setuju, mereka sepakat akan membantu mencarikan calon untuk Faiqa.
“Apa? Tunggu Paman, Fai belum siap untuk menikah. Seumur hidup Fai tidak pernah dekat dengan seorang pria. Gimana nanti jika kami menikah?” Faiqa kaget mendengar ucapan Pamannya yang begitu tiba-tiba. Tentu saja dia menolak mentah-mentah.
Selama ini tidak pernah terbayang dalam benaknya untuk melakukan pernikahan. Dia sudah bertekad akan jomlo sampai tua.
“Apa lagi yang nak di tunggu, usiamu sudah 32, loh, Fai. Sudah ndak muda lagi. Kamu bisa melakukan penjajakan setelah menikah. Toh berdekatan dengan lelaki itu memang bolehnya setelah menikah,” ucap Paman Jamal membungkam mulutnya.
Dalam aturan keluarga, ucapan Mamak (Paman) adalah titah yang harus di jalankan. Faiqa merosot lemas, baru saja dia melupakan kesialan yang menimpanya seharian tadi. Malam ini, kembali dia merasa hidupnya sedang di kutuk. Gimana bisa dia harus menjilat ludahnya sendiri, walaupun tidak pernah dia ikrarkan di hadapan banyak orang, tetapi sudah di tekadkannya dalam hati bahwa dia tidak akan menikah seumur hidup.
“Memang ndak mudah lepas dari masa trauma, Fai. Tapi kamu bisa berusaha keluar dari sana. Kamu juga berhak bahagia hidup dengan pasanganmu, bukan menyendiri sampai tua,” kata Bi Jasmin ikut memberi petuah.
Faiqa merasa tak berdaya dengan hidupnya. Bahkan untuk menentukan nasibnya sendiri pun dia tidak bisa. Jika semua anggota keluarga telah sepakat, maka apapun alasannya tidak akan bisa di terima.
Faiqa minta izin undur diri pamit ke kamar, dengan alasan besok harus berangkat kerja pagi buta. Tanpa menunggu persetujuan Faiqa beranjak berdiri meninggalkan kerumunan keluarga yang masih semangat membicarakan perjodohannya.
Seharusnya dia curiga dari awal jika kedatangan para keluarga memang berniat untuk membicarakan perjodohannya. Mengenai pernikahan Sarah itu hanya sebuah alasan yang kebetulan memang Sarah juga akan segera menikah.
Dia tidak menghiraukan pembicaraan yang makin malan kian hangat itu, padahal sebenarnya dia ingin sekali berkumpul dengan para sepupu. Tetapi dia tidak nyaman berada di sana saat diri menjadi objek pembicaraan. Dengan kasar, Faiqa menarik selimut serta mematikan lampu duduk di atas nakas samping kepala ranjang. Ia Berusaha untuk memejamkan mata, melupakan segala kesialan yang dia alami hari ini
***
Sehabis subuh Faiqa berolah raga sebentar sebelum berangkat ke kantor. Dia berlarian disekitar jalanan komplek. Berlari tiap hari cukup membantu kebugaran tubuhnya tetap terjaga seharian, meski pekerjaan menumpuk sepanjang waktu.
Faiqa bekerja sebagai Ceo Konveksi pakaian muslimah yang mengisi toko-toko baju hampir di seluruh indonesia. Sebelumnya jabatan itu diduduki oleh Mama, tetapi Mama mengundurkan diri tujuh tahun lalu, saat merasa Faiqa sudah sanggup menjalankan bisnis yang di bangunnya sejak masih muda dulu. Perusahaan konveksi itu adalah hasil kerja keras Mamanya membanting tulang menghidupi keluarga.
Faiqa tidak menyadari satu hal, Mama memang gagal dalam pernikahan, tetapi Mama berhasil dengan karir yang cemerlang.
Saat kembali dari berolahraga, Faiqa langsung bersiap untuk berangkat kerja. Dia tidak menghiraukan para Bibi yang memasak di dapur, atau para sepupu yang menguasai ruangan tengah untuk menonton tv, bermain ponsel atau kembali masuk ke alam mimpi.
“Fai berangkat kerja dulu, Mah,” ucap Faiqa berdiri di ujung dapur. Pamit pada Mama yang fokus mengiris bawang. Kedatangan keluarga besar membuatnya harus memasak lebih banyak.
“Ndak sarapan dulu? Sebentar lagi siap ini,” tanya Mama, mendongak melihat Faiqa yang sudah rapi dengan pakaian kerja.
“Di kantor aja nanti, Ma. Fai berangkat ya, Assalamualaikum.” Faiqa berlalu meninggalkan ruangan dapur yang terlihat sibuk.
“Waalaikum salam, hati-hati” jawab serentak para Bibi beserta Mama.
Dia melambai pada para sepupu saat melintasi ruang tengah. Menyesal rasanya nggak ada waktu bermain bersama mereka. Siang nanti, mereka semua akan kembali ke rumah masing-masing. Dan tidak akan bertemu lagi sampai acara pertemuan keluarga selanjutnya di adakan. Mungkin saat pernikahan Sarah. Atau pernikahan dia. Apa? Faiqa menggeleng. Menepis pikiran aneh tentang pernikahannya sendiri.
Faiqa tak langsung menuju kantor, dia mampir ke kafe seberang yang jadi langganannya. Sarapan, makan siang atau hanya sekedar menikmati cemilan di sore hari. Kafe F2U namanya. Tempat Satrio, Pramusaji yang kemarin menumpahkan minuman ke bajunya, juga mengatainya susah dapat jodoh.
“Selamat pagi, Buk, mau pesan apa?,” sapa Mba Kasir dengan ramah. Faiqa sudah berdiri di depan meja kasir melihat buku menu, memilih menu sarapan di sana.
Faiqa memperhatikan sekeliling, belum banyak pegawai kafe yang datang. Satrio pun belum terlihat batang hidungnya, mungkin belum datang atau sedang bersiap di belakang. Faiqa bersyukur tidak bertemu Satrio pagi ini, takut jika melihat wajahnya Faiqa merasa kesal dan melepaskan amarah yang kemarin si tahannya.
Memang Faiqa sudah melupakan kejadian kemarin, dia bukanlah seorang pemarah yang menyimpan dendam. Faiqa datang ke kafe ini, untuk sarapan yang tidak bisa dia lakukan di rumah tadi. Tetapi, dia tidak bisa memprediksi hatinya sendiri, apalagi Satrio adalah seorang laki-laki, makhluk yang paling di bencinya dalam hidup.
“Saya pesan roti bakar coklat 1 sama teh manis,” ucap Faiqa memesan menu sarapannya, setelah cukup lama membolak balik buku menu. Dia memilih sarapan dengan yang manis-manis pagi ini.
“Baik, Buk, pesanan akan segera kami siapkan, silahkan duduk di kursi yang telah di sediakan, Buk,” kata Mbak kasir penuh sopan mempersilahkan Faiqa mencari tempat duduk.
Faiqa berlalu meninggalkan meja kasir, dia memilih duduk di tepi jendela untuk menikmati sinar cahaya matahari pagi yang masuk melalui pantulan kaca jendela.
Dia datang kepagian, belum ada pelanggan yang datang selain dirinya. hal unik dari kafe F2U ini adalah buka dari jam 6 pagi dan tutup pada jam 10 malam. Berbeda sekali dengan kafe kebanyakan yang mulai buka jam 10 siang. Mungkin karena letaknya di antara gedung-gedung perkantoran, jadi jam buka tutupnya menyesuaikan dengan jam kantor. Rata-rata, pelanggan kafe memang para pegawai kantoran di sekeliling kafe. Faiqa salah satunya.
Sambil menunggu pesanan datang, Faiqa memperhatikan jalanan yang mulai di padati kendaraan orang yang berlalu lalang berangkat kerja. Beruntung tadi dia berangkat lebih pagi, jadi terhindar dari kemacetan.
Matahari sudah tinggi si ufuk timur, tetapi sinarannya belum terasa panas. hari masih pagi, pukul 6.45 menit.
Faiqa merasa lebih enak pagi ini, dia berharap moodnya akan selalu terjaga sampai hari berlalu.
Bersambung

Komento sa Aklat (42)

  • avatar
    69Rain

    cerita menarik mantap gan

    3d

      0
  • avatar
    RahmawatiSuci

    Bagus banget

    16d

      0
  • avatar
    Anisa Fauzia

    bagussss

    19d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata