logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

5. Pelajaran yang Berarti

———🍁🍁🍁———
"Setiap luka memiliki obatnya masing-masing dan setiap orang pasti memiliki rumahnya sendiri untuk pulang."
———Arsila———
Jujur saja, aku tidak pernah benar-benar mencari tau tentang seberapa lama waktu seseorang untuk belajar menyembuhkan luka patah hatinya, untuk belajar bangkit kembali. Karena dari itu, sampai sekarangpun aku tidak pernah tau sudah berapa lama waktu yang kuhabiskan disini. Hanya untuk belajar melupakan.
Belajar melupakan dengan cara menyibukkan diri, melakukan berbagai aktivitas apa pun supaya hidupku berjalan sesuai dengan apa yang ku mau. Kadang Aku menyibukkan diri dengan berbagai tugas kuliah atau berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat terbaik di Korea Selatan. Pokonya setiap hari itu harus ada satu hal yang membuat ku sibuk, agar aku tak mengingat semua rasa sakit itu lagi.
Bohong jika semua aktivitas ku itu tidak membuat ku lelah. Tapi sebisa mungkin aku harus tetap menjalaninya, aku takut jikalau aku berhenti bergerak hatiku akan jatuh lagi.
Tentu saja, semuanya seakan terasa sangat sulit untuk dilakukan pada awalnya. Bagaimana tidak? Aku dipaksa untuk melupakan dan merelakan orang-orang yang telah membuat ku nyaman untuk kujadikan tempat untuk pulang.
Saat itu, aku dituntut untuk mulai belajar melupakan, dia yang sempat aku pikir akan menjadi bagian dari masa depanku dan menjadi imam dalam rumah tangga ku, tapi semuanya telah sirna. Pada saat itu juga, aku harus belajar merelakan kepergian kedua orang tua yang sangat aku sayangi. Sekarang hanya tinggal bang Azam yang ada disampingku. Menjaga dan merawatku, selayaknya Abi dan Umi saat mereka ada disampingku.
Mungkin sekarang bisa dibilang hidup ku sangat monoton, seperti sebuah jalan yang tak ada belokannya atau seperti cat dinding yang memiliki warna abu-abu saja. Cukup kalian mengerti saja, saat tawa dan senyummu di cabut secara paksa, tanpa sisa. Yang pasti kamu lakukan ya, berpura-pura seolah dirimu sedang baik-baik saja bukan. Tapi sadarlah, berpura-pura baik kepada dunia itu sangat mayakitkan.
Namun secara perlahan, aku mulai merasakannya sendiri. Saat hati ku sedikit demi sedikit mulai tumbuh kembali. Tumbuh menjadi hati yang lebih tangguh, agar dinding nya tak mudah roboh lagi seperti beberapa tahun yang lalu.
Ternyata keputusan ku untuk pergi menjauh lalu memilih tinggal di negara ini adalah kuputusan terbaik yang pernah aku pilih. Dari keputusan itu aku bisa menemukan jati diri dan kemampuan yang selama ini tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Mungkin karena dulu aku terlalu enggan untuk beranjak dari zona nyaman yang di suguhkan dalam keluarga ku. Hingga aku enggan, hanya sekedar berjalan keluar melihat betapah banyaknya pelajaran dan maanfaat yang bisa kupetik diluaran sana.
Disini aku menemukan ketenangan yang tidak bisa kutemui di Negaraku, Indonesia. Orang-orang disini itu tidak suka terlalu ikut campur dengan masalah orang lain, bisa dibilang mereka terlalu sibuk untuk mengurusi hal-hal sepeleh seperti itu. Kalau di Indonesia mah bedah lagi, masalah sekecil apapun bisa menjadi Trending topik semua kalangan, kadang suka miris juga si melihatnya.
Di Negara ini juga aku bisa mendapatkan pelajaran dari pertemuan pertama kali ku dengan Soo Yun waktu itu. Bisa di bilang dia membantu membuka sedikit pandanganku.
Teringat sekali, saat dia dulu sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan cara melompat ke sungai yang sedang membeku. Ya, saat itu Korea Selatan memasuki musim dingin.
"Ibwa, mwol geuliwo¹?" tanya ku panik memangil wanita tersebut dalam bahasa Korea.
Wanita itu tidak mengubris perkataan ku, ia terus berjalan menuju pagar pembatas sungai. Dia mengangkat gaun pengantin panjangnya sebatas lutut, lalu melompat kedalam sungai yang sudah membeku dipermukaannya.
Melihat hal itu aku berlari cepat menuju kearahnya, lalu melapaskan tas dan mantel kesembarang arah. Aku ikut melompat kedalam sungai yang dingin ini. Aku mencari keberadan wanita itu, setelah dapat aku langsung menarik tangannya keluar dari sungai.
Gigiku tak henti beradu, disertai dengan tubuh ku yang tak henti mengigil kedinginan. Aku menaruh tubuh wanita itu dipingir jalan, tepat disamping tas ku berada. Dia tampak pingsan dengan wajah yang sudah pucat pasi seperti mayat.
Aku menutupi tubuhnya dengan mentel punya ku tadi. Lalu mengambil ponsel didalan tas ku dengan tubuh yang tak henti bergetar. Bayangkan saja jika kalian harus mandi dengan air dingin walaupun hanya satu menit tubuhmu pasti akan mengigil kedinginan.
Aku langsung menelpon bang Azam yang kebetulan lagi berada disini, untuk datang menjemput ku. Tak lupa juga menyurunya membawa mobil.
Bang Azam melajukan mobilnya dengan sangat cepat. Sedangkan aku dan wanita itu sedang meringkuk kedinginan di dalam mobil.
Kami langsung dilarikan keruangan UGD untuk mendapatkan perawatan. Butuh waktu satu minggu hingga kami di izinkan untuk pulang. Dan selama itu juga bang Azam tak pernah meninggalkan ku sendirian, dia menyerahkan semua urusan kantor kepada bawahannya.
Sejak saat itu aku mulai dekat dengat wanita itu, Soo Yun. Walau dia belum menceritakan semua alasannya melakukan hal itu, tapi aku sendiri bisa menarik kesimpulan kalau dirinya juga gagal menikah persis seperti ku.
Aku tersenyum kala mengenang pertemuan kami dulu, yang bisa dibilang cukup tragis dan sangat menegangkan.
Di temani dengan secangkir kopi dan angin musim semi yang menenangkan. Ya, saat ini aku sedang duduk sendirian di balkon kamar, menikmati kesendirian yang menyenangkan.
Aku tahu waktu memang tidak bisa menyembuhkan. Buktinya saja saat aku bertemu kambali dengan dia dirumah sakit tadi, rasa sakitnya masih sama. Membekas dalam jiwa.
Tapi yang aku sesali kenapa dulu aku sempat mencintai dia. Dia yang dengan mudahnya meninggalkan, lalu datang lagi dengan janji yang ia buat sendiri untuk menikahi ku kembali. Di depan istrinya yang sedang mengandung anaknya lagi, terlalu bodoh bukan.
Ternyata masih ada hikma di dalam peristiwa yang terjadi. Mungkin jika dulu aku menikah dengan dia, maka aku akan diperlakukan seperti itu juga nantinya.
Entah mengapa mulai hari ini aku ingin belajar memaafkan supaya aku dapat terbang dan turun untuk kembali. Seperti kulit yang terluka, dia akan menutup lalu sembuh kembali. Walau bekasnya masih tertinggal, tapi sebisa mungkin aku harus bisa mengambil pelajaran dari luka tersebut.
Aku meneguk habis kopi terakhir dicangkir ku. Hingga terdengar suara langkah kaki mendekat kearahku.
"Belum tidur?" tanya Seung mengambil tempat duduk didepanku.
"Belum, kamu sendiri?" aku menjawab pertanyaan, tanpa menatap wajah lawan bicara ku.
"Jam segini, memang sudah kebiasaan ku untuk bangun."
"Untuk Sholat kah?"
"Kamu tau kalau aku Islam?" Seung menatap wajahku. Aku hanya melihatnya sekilas, lalu memandang langit di sepertiga malam.
"Hem, terlihat jelas dari nama dan wajahmu. Nama mu Seung Gulzar Athario bukan? yang artinya Anak laki-laki yang berhasil, sangat rajin serta memiliki keteguhan hati." Lalu Arsila menyentuh keningnya sendiri, "Dan ini, menunjukkan jejak hitam, walaupun sedikit samar."
"Iya, jujur saja aku memang seorang muslim. Tapi, sudah lama aku tidak menjalankan ibadah kepada Allah. Sejak kejadian hari itu, membuat aku semakin menjauh darinya."
Aku dan Seung sama-sama terdiam menatap langit malam
"Kamu lihat Bulan itu?" tanyaku memecahkan kesunyian
"Hem,"
"Dia tetap bersinar walau dalam kesendirian, supaya semua orang dapat melihat jalan walau ditengah kegelapan sekalipun. Begitupun dengan Tuhan, seburuk apapun hambanya atau setidak ta'at apapun dia terhadap perintahnya. Tuhan akan selalu ada untuk menyinari jalannya, hingga hambanya bisa kembali ke Fitrahnya.
Aku tau setiap orang pasti memiliki cobaan hidupnya masing-masing. Seperti aku, kamu dan mereka. Memiliki skenario yang berbeda-beda. Kita memiliki cara tersendiri untuk menghapus sebagian duka, contohnya seperti aku yang memilih pergi menjauh atau kamu yang milih memendam semua luka mu yang berefek pada menjaunya kamu pada Tuhan mu.
Seperti yang aku pikirkan tadi, kita sama-sama membutuhkan waktu. Tapi yang kurasakan tadi, saat bertemu dengan dia kembali ternyata masih sama. Waktu tidak bisa menghapus semua duka, kecuali kamu belajar memaafkan diri kamu sendiri. Memulai untuk dapat mengerti dan memahami agar luka bisa sembuh kembali."
Aku berdiri dari tempat duduk ku saat ini, "Mau kopi?" tanyaku sambil mengambil gelas kosong di atas meja, bekas minum ku tadi.
"Boleh," Seung tersenyum manis kearahku.
Aku berjalan meninggalkan nya sendiri, menuju dapur untuk membuat kopi.
—————
1. Hei, apa yang sedang kamu lakukan Nona?"
———🍁🍁🍁———
Yeyyy update lagi!
Jangan lupa tinggal kan vote dan komennya!!!
.
.
.
.
.
Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama kalian!
Salam manis dari tangan yang tak bertuan!

Komento sa Aklat (41)

  • avatar
    AliaCheta82

    good

    1d

      0
  • avatar
    Momz Brio

    bagus

    19/07

      0
  • avatar
    Soraya Soraya

    asik bett, cepat bikin kelanjutan nya udah gak sabar

    06/03

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata