logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Ayuni Ratulangi

Aku berdiri di atas panggung, di hadapan puluhan orang dengan berbagai umur. Eh, bukan. Rata-rata seusiaku, 21 tahun. Bahkan mungkin ada yang masih belasan. Hampir sebagian dari mereka mengenakan kaus putih dengan gambar diriku. Bertuliskan namaku di sana, Ayuni Ratulangi.
Aku hari ini sedang mengadakan promosi film terbaru yang aku bintangi. Aku jelas tak sendiri, ada empat orang temanku yang lain. Mereka lawan mainku. film ini diangkat dari salah satu novel best seller, yeah tentu aku bangga menjadi pemeran utamanya.
Ada Keanu Abigael sebagai pemeran utama pria, pacarku dalam film tersebut. Ada Manik Shalsabila, Cantika Malik, Nora Kinandra, dan Kinantita Audrey. Oh ya, satu lagi. Dia cameo, tapi sebagai artis besar pengaruhnya sangat terasa bagi film kami. Namanya Aro, kata fansnya dia tampan. Namun, menurutku yang sudah sering bertemu dengannya sedari kecil -sebab kami pernah berada di bawah naungan agency yang sama saat awal karir- terkadang ingin kutendang saja kepalanya itu.
Seperti jumpa fans pada umumnya, kami memperkenalkan diri dan juga mengulas singkat tentang peran kami dalam film. Menjawab seputar pertanyaan para fans tentang keseharian kami. Bercerita suka duka saat syuting dan tentu soal cinlok. Kabarnya memang Keanu cinlok dengan Manik. Entahlah, aku paling malas mengurusi berita seperti itu.
Selama ini, aku tak pernah mengalami cinta lokasi. Kupikir terlalu sering melihat aktor-aktor itu membuat tingkat kegantengan mereka di mataku jadi biasa saja. Enggak ada yang spesial.
***
Kediaman Alka
"Abang malem pulang jam berapa?" tanya wanita lanjut usia yang sedang menikmati sarapan, nasi uduk.
"Hampir jam 12, Bu." Adalah Alka yang sedang bicara dengan ibunya.
"Jangan terlalu sering pulang malam, nggak enak sama tetangga," pesan Ibu.
"Iya, Bu. Ibu makan yang banyak!" Alka mendorong piring milik ibunya hingga semakin dekat ke kaki yang sedang duduk bersila.
Keduanya duduk di atas tikar pandan yang digelar di ruang kecil. Satu-satunya ruangan multifungsi. Bisa untuk makan, bercengkrama, atau menerima tamu.
Dari arah luar, terdengar langkah seseorang yang diseret-seret. Disusul suara riang gembira yang memanggil ibu.
"Ibu, Bu ...!"
"Ada apa sih, heboh sendiri?" komentar Alka sembari memasukan suapan terakhir nasi uduknya.
"Ini loh, kampung kita mau kedatangan artis. Kita bakal dibagi sembako gratis," ujar Lala seraya memperlihatkan secuil kertas.
"Ini kuponnya, nanti sore acara santunanya di rumah pak RT," jelas Lala antusias.
"Kirain ada apa?" Alka mendengus kesal seraya berdiri membawa piring kotor hendak ke dapur.
Lala buru-buru beranjak, mengikuti langkah kakaknya. Ia sengaja ingin memberi tahu abangnya itu perihal siapa yang akan bagi-bagi sembako.
"Abang harus tahu siapa yang mau bagi-bagi sembako!" pekik Lala.
Alka yang sedang berjongkok mencuci piring hanya menoleh tanpa minat.
"Ayuni, Bang. Artis yang poster segede gabannya Abang tempel di kamar itu," terang Lala membuat piring bersih dalam genggaman Alka hampir saja terjatuh.
"S-siapa?" Alka membolakan mata seraya menoleh ke arah adiknya.
"Ayuni Ratulangi," bisik Lala tepat di telinga kakaknya.
"Jangan bohong!" Alka berdiri menaruh piring ke dalam rak reyot, bagian kaki sudah ditopang oleh sebuah patahan genting.
"Selama ini yang sering bohong itu Abang, bukan aku!" Lala memukul lengan abangnya penuh kesal.
"Azla Haninda, berani banget ngomong gitu?" Alka menggelitik perut adiknya.
Rasa geli membuat Lala ingin menghindar dan berlari, namun tangan Alka yang melingkar kuat membuat tubuh Lala terkunci.
"Ampun, Bang! ampun, ampun Bang Jago!" pekik Lala sebisanya memukuli lengan Alka, gadis itu bahkan menendang-nendangkan kakinya pada udara di hadapan.
"Awas berani lagi ngatain Abangnya!" ancam Alka melepaskan tubuh adiknya itu.
"Jadi percaya 'kan kalo Ayuni Ayuni itu mau dateng?" Lala merangkul bahu Abangnya yang lebih tinggi darinya, gadis itu sampai harus berjinjit.
"Hmm, lihat nanti," ucap Alka menyingkirkan tangan Lala dari bahunya kemudian ia berjalan menuju kamar mandi.
"Siapin baju aku, La!" teriaknya sambil menutup pintu kamar mandi.
"Kebiasaan, kenapa aku harus jadi adik sih?" gerutu Lala sambil berjalan menuju kamar Alka dan menuruti titah abangnya itu.
***
Meet and great Ayuni dan kawan-kawannya selesai dengan meriah, ditutup penampilan dari penyanyi ibu kota yang menyanyikan soundtrack dari film yang mereka bintangi.
"Nyebelin banget sih si botak, seenaknya aja bikin jadwal!" gerutu Ayuni yang kemudian didengar oleh seseorang.
Mereka masih di atas panggung, pembawa acara sedang membagikan gift bagi para fans yang berhasil menjawab pertanyaan seputar pertanyaan tentang film mereka.
"Woy, kenapa lo?" Pria tambun yang memakai topi jadi penasaran.
Pria itu sudah berumur tapi penampilan boleh diadu dengan yang muda. Atau karena badannya yang gendut dengan pipi chubby jadi membuat dia selalu terlihat muda?
"Si Oji sialan, bisa-bisanya nyuruh gue balik sendiri lah doi malah nyamperin Rea ke lokasi. Ngehe banget tuh orang," adu Ayuni seraya memasukan ponsel ke dalam tasnya.
"Ay, kita duluan," Keanu dan Manik pamit. Mereka benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih.
"Kita duluan juga ya, Kak!" Selanjutnya Nora dan Kinanti ikut pamit juga.
"Yo, hati-hati semuanya. Jaga kesehatan, besok jan telat ya!" teriak Ayuni melambai pada rekannya.
Besok mereka akan kembali mengadakan jumpa fans di stasiun Bogor. Tentu saja dengan menumpang kereta listrik. Pasti akan seru, pikir Ayuni.
"An Jim, jiwa lead lo kerasa banget, Ay," puji pria tambun tadi.
"Bisa ae lu, Mar. Eh kenapa tuh?" Ayuni menunjuk dengan dagu pada pria di samping Omar.
"Lagi jatuh cinta tapi ogah ngaku," bisik Omar.
"Cinlok?" tebak Ayuni tertawa kecil, "atau CLBK sama Rea?" lanjutnya dengan sangat pelan.
"Bukan dua-duanya," sahut Omar sambil melirik takut-takut pada artisnya yang masih sibuk dengan ponsel.
"Pen gue tendang kepala si songong itu!" Ayuni masih memelankan suaranya.
"Jan ngegosip! gue denger," ucap pria itu tanpa menoleh membuat Ayuni dan Omar saling pandang dan tertawa menutup mulut mereka.
"Aro, balik duluan ya!" pamit seorang kru.
"Ratu, Bang Omar, balik duluan," lanjut orang itu menepuk bahu Omar dan Ayuni bergantian.
"Yup, hati-hati, Kew. Balik ke rumah bini Jan ke pos ronda," seloroh Omar.
"Apalagi ke Taman Lawang, Kew," imbuh Ayuni ikut bercanda.
"Mulut nggak bisa dijaga," sindir pria bernama Aro itu seraya menyalakan rokok lalu menghisapnya.
"Kayak sendirinya bisa jaga mulut aja," sambar Omar seraya merebut bungkus rokok yang dipegang Aro.
"Balik, ayo! gue mau ke Bogor!" Aro merebut kembali rokok yang belum sempat Omar ambil sebatang pun.
"Pelit banget!" sindir Omar.
"Mau bareng nggak?" Aro malah bertanya pada Ayuni.
"Nanya gue?" Ayuni menunjuk wajahnya sendiri.
"Bukan, si manis Jembatan Ancol," seloroh Aro seraya berjalan lebih dulu.
"Udah bareng aja, mau ke mana sih?" Omar merangkul bahu Ayuni, yang dirangkul segera menyingkirkan tangan gempal itu.
"Ke Depok, bener boleh numpang?" Ayuni rasa dia harus cepat sampai lokasi, tak ingin membuat para warga menunggu.
"Ayo, deh!" Omar mengulurkan tangan, Ayuni menepisnya seraya berdecih.
"Gatel!" cibir Ayuni.
"Garuk," sahut Omar.
"Gue garuk pake sikat kawat, mau lo?" desis Ayuni.
"Galak banget, ayok jalan! enggak ada abisnya kalo debat terus!" balas Omar membuat Ayuni berdecak sebal, tapi juga mengikuti langkahnya.
Ayuni tak menyangka bisa satu mobil dengan Aro, orang yang menurutnya paling menyebalkan. Berharap tak pernah disandingkan dengan pria itu dalam projek apa pun lagi setelah iklan beberapa waktu lalu. Namun, kenapa saat ini lain. Aro bahkan rela duduk di kursi kemudi menemani dirinya. Sempat bertanya kabar, dan memuji aktingnya yang semakin bagus.
"Ke Bandung ikut nggak?" Setelah beberapa lama hening pria itu kembali buka suara.
"Ikutlah, gue bintang iklannya," jawab Ayuni ketus.
"Masih aja dendam sama gue?" Aro sadar lepas dari kejadian beberapa tahun lalu itu, Ayuni jadi selalu sinis padanya.
"Bukan salah gue kalo Nando ...."
"Enggak usah bahas masa lalu," sembur Ayuni sengit. Dia bahkan menunjuk wajah Aro yang sedari tadi fokus pada ponselnya. "Gue nggak dendam, cuma nggak bisa lupa aja," lanjut Ayuni.
"Sampe kapan? dia udah mer ...."
"Gue bilang jangan dibahas!" potong Ayuni penuh ancaman.
"Maaf, tapi lo bentar lagi bakal bersyukur nggak jadi sama dia." Aro bicara sungguh-sungguh.
"Basi," gumam Ayuni tetap tak peduli. Baginya gara-gara Aro lah ia gagal mendapatkan cinta pertamanya.
Tiba di tujuan Ayuni langsung turun. Gadis itu hanya mengucap terima kasih pada Omar. Gara-gara Aro mengorek masa lalunya, gadis itu jadi kembali kesal pada si menyebalkan itu.
"Sekali-kali pengen gue tendang itu orang," gerutu Ayuni sambil jalan menuju gang sempit. Ia sedikit risih sebab jadi pusat perhatian.
"Ini gegara si botak malah nemuin si ulet keket Rea," omel Ayuni sambil terus berjalan. Dia semakin risih saat lewat di sebuah pos ronda karena banyak pemuda yang memanggil namanya.
"Sialan, awas lo Oji!" jerit Ayuni dalam hati sambil mempercepat langkahnya.
High heels mahalnya beradu dengan jalanan yang sebagian paving block, malah sebagian lagi kerikil, membuatnya semakin merasa bahwa hari ini adalah hari paling sial.
Namun, senyumnya mengembang saat melihat rumah pak RT, di teras rumah sudah banyak warga berkumpul. Yes, jadi bisa cepat membagikan sembako lalu pulang dan istirahat di rumah. Begitu pikirnya.
Acara bagi-bagi sembako memang sudah Ayuni lakukan sedari dulu. Ia dikenal sebagai artis dermawan, tentu adalah sang mama yang membentuk karakter itu. Wanita bernama Yusma yang melahirkannya itu sangat pintar mencari simpati para fans. Hampir tiap bulan Ayuni mengadakan acara berbagi, hasilnya dia memang jadi pujaan emak-emak di tiap pelosok kampung pinggiran ibu kota.
Ayuni baru tahu kalau ulah mamanya itu semata-mata demi meninggikan popularitasnya. Semakin dewasa, artis yang kerap kali memakai sandal jepit itu semakin sadar mamanya benar-benar keterlaluan.
"Duh tambah demen dah ama neng Ratu. Udah cakep, dermawan bener. Sering-sering dah, Neng," celetuk salah satu warga yang sedang menggendong bayi lucu.
"Doain aja biar rezekinya lancar terus ya, Bu," sahut Ayuni ramah setelah selesai membagikan bingkisan juga amplop berisi uang tunai.
Untuk amplop berisi uang, tentu Ayuni berikan tanpa sepengetahuan mamanya. Bisa ceramah tujuh hari tujuh malam nyonya rumah itu bila tahu.
"Kamu itu jadi artis bukan modal dengkul. Modal Mama pontang-panting dari kamu kecil. Jangan seenaknya buang-buang duit." Kalimat beberapa waktu lalu masih terngiang di telinga Ayuni.
Mamanya yang selalu mendewakan uang, selalu beranggapan bahwa limpahan harta adalah kebahagiaan. Kadang Ayuni lelah menjadi artis, jadwalnya tiap hari padat. Bahkan weekend pun terkadang ia isi dengan menjadi bintang tamu di acara talk show atau pun lomba memasak.
"Selagi dunia berpihak padamu, jangan disia-siakan!" Selalu itu peringatan dari mama saat Ayuni protes tak ingin pergi.
"Insya Allah, Neng. Kalau mancingnya pake ikan gurame mah, entar juga dapetnya ikan paus. Atau malah putri duyung," kelakar seorang warga membuat yang lain tertawa.
"Salah, Cing. Bukan begitu konsepnya," protes Pak RT. "Konsepnya, kalau kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kita. Nah, yang neng Ratu ini lakuin adalah salah satu bentuk syukur dia sama Yang Maha Kuasa," lanjut pak RT.
"Apa aja dah Pak rete, intinya mah kite-kite seneng pake banget dah dikasih sembako gratisan begini sama Neng Ratu," sahut ibu-ibu yang menggendong bayi tadi.
"Aduh, Ibu, Bapak, bisa nggak jangan panggil saya neng Ratu. Panggil Ayuni aja, ya. Saya enggak enak dengernya," ucap Ayuni sungguh-sungguh.
"Waduh, ajip bener dah. Udeh mah bae, cakep, dermawan, kagak sombong pula. Mau bener dah ah gue jadiin mantu," celoteh seorang warga.
"Lah, Nia. Ngimpi elo ketinggian. Apanan anak elo cuma kuli panggul di pasar, mana mau neng Ratu ...."
"Ayuni aja, Bu!" sambar Ayuni sebelum si ibu bergincu merah melanjutkan kalimatnya.
"Iya dah, Ayuni. Apanan Ayuni artes, bakal dikasih apaan kalo kawin ama anak elu?" cibir si ibu gincu merah.
"Lah, gue kan cuma ngayal Puspa. Sape tau aje kan. Namanya ngayal apan kagak ngape-ngape ye?" gerutu si ibu halu.
"Aku juga mau punya kakak ipar kayak kak Ayuni," timpal seorang gadis yang tadi sempat beradu pandang dengan Ayuni.
Ayuni menoleh ke arahnya, kemudian tersenyum ramah.
"Nah si Lala ngikut aje apa omongan orang tua. Lala, Abang elo aja kerjaannya kagak jelas. Sama aje kayak si Paul anaknya si Nia," cecar ibu gincu merah.
"Lah si Alka mah biar kata kagak jelas kerjaannya mukanya jelas, cakep. Cuma nasipnya aje nyang burik. Harusnya tuh ye, tukeran tuh ama bang Mustar. Dia laku jadi artis meski, maaf maaf nih ye, bibirnye aje monyong lima senti. Tapi jadi beken bener kan. Nah si Alka kebalikannya, muka artis nasipnya monyong hahaha," seloroh ibu si Paul dan membuat tawa kesemua orang di sana termasuk Ayuni dan gadis tadi.
"Udah, ah. Bubar dah bubar. Sekarang biar Neng ...."
"Ayuni!" sambar Ayuni sebelum Pak RT menyebutnya neng Ratu.
"Iya, biar neng Ayuni bisa istirahat. Bisa pulang."
"Makasih ya ibu-ibu, doain saya terus ya!" pinta Ayuni seraya menyalami satu persatu ibu-ibu itu.
"Kak, makasih ya kak. Pantesan aja Abang aku ngefans banget ke kakak. Selain cantik rupanya, cantik juga hatinya." Gadis yang tadi beradu pandang dengan Ayuni memuji setelah menyalaminya.
Ayuni hanya mengangguk, bukan sekali dua kali ada yang memujinya seperti itu. Meski, ia tak pernah suka dipuji. Baginya seperti digelitik saja. Ia tak suka sanjungan.
"Iya sama-sama. Salam buat keluarganya ya, dek." Ayuni tersenyum ramah sambil mengusap pucuk kepala gadis yang tinggi badannya hampir setara dengannya.
"Aku wakilin salam dari abangku buat kakak. Namanya Alka. Semoga nanti kalian bisa ketemu," harap gadis itu kemudian pamit.
Ayuni pun ikut pamit dari rumah pak RT. Oji sang asisten masih belum bisa dihubungi. 30 menit lalu pria itu berkata tak bisa menjemput sebab dia sedang berada di Bogor.
"Lama-lama gue pecat lo, Ji!" Ayuni kesal.
Jengahnya berkali lipat manakala mendapati ponsel yang mati daya. Begitulah Ayuni, di balik kecantikannya dia memiliki sifat ceroboh dan tak teliti. Sering kali lupa mengisi daya baterai ponsel sendiri.
"Kenapa nggak sekalian aja ujan?" gumam Ayuni lalu tiba-tiba saja petir menyambar. Awan pun menghitam.
"Eh, bencanda doang. Kenapa jadi serius gini  ya Allah?" pekik Ayuni seraya melangkah.
Dia berjalan dengan langkah lebar-lebar. Berharap cepat sampai ke gang dan juga  berharap di pos ronda tadi sudah tak ada orang.
"Masalahnya gue pake heels mahal. Kalo gue lempar ke mereka, sayang banget heels lapan juta gue." Ayuni bermonolog.
Dan, kesialan Ayuni masih berlanjut ternyata. Di pos ronda memang tak ada orang. Namun, mereka ada di tengah jalan. Menghalangi jalan Ayuni sambil bersiul menggoda. Empat orang pemuda melingkar, mengerubuti Ayuni.
"Neng, ikut Abang dangdutan yuk?" si pria bertindik di hidung menggoda.
"Mulus banget tuh betis, Neng. Pasti plastik ya?" timpal si rambut ala anak emo.
"Jiah, wangi bener dah. Edan!" pekik si pria bertato kupu-kupu  di pergelangan tangannya.
"Neng, udah nyobain pacaran Ama anak kampung belon? kalo belon cobain yuk?" rayu si pria yang giginya dibehel.
Ayuni was-was. Ia takut para berandal itu menyentuhnya. Mana keadaan di sekitar sudah sepi. Suara solawat yang sayup terdengar menandakan hari sebentar lagi Magrib. Langit makin gelap, ditambah dengan suara petir yang saling menyambar.
Ayuni memeluk dirinya sendiri, untuk pertama kalinya ia merasa terancam memiliki wajah cantik. Ia pun merutuki dirinya sebab memakai dress dengan lengan terbuka. Terakhir, ia lagi-lagi mengumpat kelakuan Oji dalam hati.
"Awas lo, botak!"
"Jawab dong, Neng. Mau enggak?" Seorang pria hendak menjawil dagunya, namun belum sempat hal itu terjadi teriakan seseorang membuat keempat pria berpenampilan lusuh itu menjauhi Ayuni.
"Stop!"
"Jangan beraninya sama cewek. Maen keroyokan lagi. Sini lawan gue kalo berani!" tantang pria berjaket belel membuat keempat pria yang tak kalah belel merangsek ke arahnya.
***

Komento sa Aklat (39)

  • avatar
    JayaBintang

    daimons epep

    15/08

      0
  • avatar
    BINTI MOHD NORROZAINI

    good

    13/07

      0
  • avatar
    M Nauval

    dafa

    05/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata