logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

HARI ITU

Kang Aran baru kembali pada keesokan harinya. Baru satu hari telah berlalu namun seseorang berubah 180° setelah kejadian hari itu. Kang Aran seolah bukan Kang Aran yang mereka kenal.
"Aku akan berhenti kuliah dan pergi keluar negeri." Suara yang terdengar dingin dan datar. Membuat semua orang terkejut dengan ucapan Kang Aran.
"Apa? Apa yang barusan kau katakan pada ibu?" Ibunya tentu merasa terkejut saat mendengarkan perkataan anaknya yang seperti itu. Ia langsung menggenggan kedua tangan Aran.
"Kang Aran, kau ini kenapa? Kau baru saja pulang, lalu tiba-tiba berkata yang tidak masuk akal pada ibumu?" Jung Jaeha mengerutkan dahinya dan terus memandangi gerak-gerak Kang Aran.
"Jung Jaeha, diam dan jangan ikut campur! Aku sudah muak mendengar perkataanmu." Bentak Kang Aran melirik ke arah Jung Jaeha. Ia perlahan melepaskan genggaman tangan Ibunya.
"Aku kesini hanya ingin mengambil pakaian dan barang-barangku." Berjalan kearah kamar dan segera merapihkan barang yang akan ia bawa.
"Aran~ Berhenti disana dan jelaskan pada ibu apa yang terjadi. Kau semalam kemana dan kenapa sekarang tiba-tiba seperti ini?" Mengikuti Aran dari arah belakang dengan suara isak tangisnya.
"Tidak ada yang ingin ku katakan lagi pada ibu! Diamlah dan biarkan aku mengambil pakaianku!" Menepis tangan ibunya dan segera keluar setelah cukup mengambil barang bawaannya.
"Oi Kang Aran!" Jung Jaeha meninggikan suaranya, tidak seperti biasanya. Ia memegang kuat pergelangan tangan Aran dan menatap tajam kearahnya.
"Lepas! Ku bilang lepas!" Mempertegas untuk yang kedua kalinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi malam itu? Apa yang kau bicarakan dengan lelaki itu hingga kau seperti ini? Katakan padaku!" Lagi-lagi Jung Jaeha memperkuat suaranya.
"Hah! Memangnya kau ini siapa? Apa hak mu menyuruhku seperti ini? Kau ini hanya tukang ikut campur, tidak lebih dari itu. Kau harus tahu batasan brengsek, mengerti?" Emosinya semakin liar, hingga mengumpat dihadapan mereka semua.
Kang Aran pergi meninggalkan rumah begitu saja dengan meninggalkan jejak kasarnya pada semua orang. Ibunya sudah tidak bisa menghentikan Aran pergi dan terjatuh lemas sambil memandanginya dari kejauhan. Ia merasa cukup terpukul sejak kepergian suaminya kemarin dan sekarang Kang Aran yang tiba-tiba pergi meninggalkannya. Pikirannya sudah terlalu lelah mencerna semua kejadian ini. Tubuhnya tidak bisa menopang beban lagi. Ia akhirnya jatuh pingsan.
Cukup beruntung masih ada orang yang berpihak padanya. Sejak kemarin In So Ah, yaitu ibu Jung Jaeha menemaninya sepanjang malam. Sesama seorang istri yang pernah ditinggalkan pergi oleh sang suami, tentu paham betul rasa kesepian dan derita yang dialaminya. Apalagi tanpa ada Aran yang menemaninya. Entah apa yang terjadi pada Aran malam itu dan lagi tingkah Aran pagi hari ini membuat Bibinya tak habis pikir. Kini ia mencoba untuk tidak ikut campur dan menyerahkan Aran pada Jaeha anaknya. Saat ini, Ia berusaha untuk menenangkan Ibunya Aran dan membantunya untuk berbaring disopa karena shock pingsan akan kepergian Aran.
Saat itu juga Jung Jaeha langsung mengejar Kang Aran dari arah belakang, berusaha menghentikan langkah Kang Aran dan mendapatkan penjelasan yang sebenarnya mengenai perubahan sikapnya. Namun semua itu hanya sia-sia, seseorang keluar dari dalam mobil yang akan dinaiki oleh Kang Aran dan tiba-tiba Jung Jaeha mendapatkan satu pukulan keras diwajahnya. Seorang pria yang akan membawa Kang Aran pergi ke luar negeri hari ini. Pria itu adalah An Sejong.
Setelah memberinya satu pukulan yang cukup keras, pria itu segera menyuruh Kang Aran untuk masuk kedalam mobil. Jung Jaeha yang masih tergeletak jatuh karena pukulan itu, ia menatap tajam keadah pria yang ada dihadapannya dan berusaha bangun. Namun saat itu juga pria yang ada dihadapannya menahan kakinya sambil mencengkram kerah lehernya. "Biarku beri peringatan, jangan mencoba untuk menghalangi Kang Aran!"
"Apa maksud dari tujuanmu ini, brengsek!"
"Kau cukup diam saja disini. Ini hanya urusanku dengan Aran."
"Memangnya kau siapa?"
"Hah..kau juga seharusnya menanyakan hal itu pada dirimu Jung Jaeha."
"Apa maksudmu, brengsek!"
Pria itu melepaskan cengkramannya setelah merasa cukup untuk membuat penjelasan pada Jung Jaeha. Pria itu langsung masuk kedalam mobilnya, sedangkan Jung Jaeha beteriak sambil memukul jendela mobil pria itu. Melihat Kang Aran yang berada didalam mobil itu dan berkali- kali Jung Jaeha berteriak memanggil namanya. Namun Kang Aran tetap diam dan menatap lurus ke depan, berusaha untuk mengabaikan Jung Jaeha.
Pria bernama Ahn Sejong itu menancapkan gasnya dan bergegas pergi menuju bandara. Usaha Jung Jaeha untuk menghentikannya hanyalah sia-sia. Amarah yang disertai tangisan pada hari itu jelas menumbuhkan luka baginya. Kepergian wanita itu adalah awal dari perubahan bagi Jung Jaeha, entah harus bagaimana dan melangkah ke arah mana. Saat itu, ia kehilangan jati dirinya.
Keesokan hari, tanpa suara apapun disekelilingnya. Sejak kapan kamarnya menjadi hening dan kedap suara seperti ini. Biasanya tidak seperti ini, Ia melirik kesekitar ruangan dikamarnya. Kepalanya terasa begitu sakit, lalu sesuatu terlintas dalam ingatannya. "Hahh...apa-apa ini, jadi semua itu bukanlah mimpi? Hah...sialan!"
Akhirnya dia tersadar, kini waktu yang dijalananinya akan begitu berbeda, tidak seperti sebelumnya. Ia akan menjadi tong kosong. Tanpa ada kehadiran seseorang seperti sebelumnya, seseorang yang mengganggunya, seseorang yang menjaganya dan seseorang yang berbagi cerita dengannya.
Salah satu yang mulai berubah adalah keberadaannya dikampus, kini bukan hanya menjadi pria es namun julukan kasar sudah ia dapatkan. Semua wanita yang pada sejak awal mengkerumuninya, ia respon hanya dengan senyuman. Namun saat ini berbeda, ia mempertegas dengan umpatan dan kata-kata yang tidak memiliki emosi sama sekali. Satu hal, Ia tidak ingin diganggu dengan hal bodoh seperti ini.
Selain itu, masih ada urusan penting lainnya yang harus ia selesaikan. Tujuannya saat ini adalah membereskan tahun akhirnya lalu mendapatkan pekerjaan. Banyak hal yang harus ia tanggung dimasa depan. Jung Jaeha harus menghadapi siang dan malam dengan penuh beban dan keringat. Otak dan tubunya mau tidak mau harus tetap berjalan seperti mesin. Mesin, sebuah mesin tanpa emosi.
* Pekerjaan di siang Hari, menjadi pengantar makanan.
"Disini dengan Rasa Jajangmyeon ada yang bisa kami bantu?" Suaranya yang ramah sembari mengangkat panggilan masuk.
"Baik, 5 porsi Jajangmyeonatas nama tuan Gu. Apartemen Sanil, lantai 3. Baik akan segera kami antar, terimakasih." Mengakhiri panggilan dan menanggalkan kembali teleponnya.
"Hyung! 5 porsi Jajangmyeon!" Teriaknya dari arah meja resepsionis.
* Pekerjaan di malam Hari, menjadi pegawai direstoran mewah.
"Silahkan dinikmati makanannya. Jika ada tambahan, silahkan panggil saya kapan saja." Menata rapih semua pesanan diatas meja dan memberikan senyuman pada pelanggan sebagai salah satu attitude karyawan.
"Oh yaampun! Karyawan itu tampan sekali." Sahut pelanggan itu dengan kegirangan setelah Jung Jaeha pergi memberikan senyumannya dan membalikan punggungnya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Sapa Jung Jaeha pada pelanggan lain yang memanggilnya.
* Lalu pekerjaan tambahan lainnya, menjadi pengajar les tambahan.
"Ha Je Na, apa sudah mengerjakan tugas yang Oppa berikan minggu kemarin?" Tanya Jung Jaeha pada muridnya sembari mengeluarkan buku dari tasnya.
"Ahh...itu sangat sulit. Aku tidak bisa mengerjakannya." Rengeknya.
"Jadi maksudmu, gak pernah membuka bukumu sama sekali?" Lontarnya balik dengan menatap tajam.
"Bukan! Bukan begitu Oppa~" Rengeknya lagi.
"Hahh...cepat buka bukumu dan selesaikan sekarang!" Tegasnya dengan ekspresi datar.
Bahkan saat dirumah sekalipun. Badan yang sudah lelah tetap dibuat bekerja dan bergerak oleh otaknya. Jung Jaeha harus merawat ibunya. Sejak hari itu, ibunya menjadi seperti ini. Sakit-sakitan dan tubuhnya menjadi lemah. Karena itu, Jung Jaeha sebagai seorang anak dan tulang punggung keluarga harus tetap kuat dihadapan ibunya. "Ibu, aku pulang."
Ibunya tidak ingin dirawat inap dirumah sakit, alasannya karena beliau ingin membuat masakan setiap hari untuk anaknya dan menantikan kelulusan anaknya. Ia tidak ingin menghabiskan uang untuk perawatan dirinya sendiri dirumah sakit. Ia ingin menghabiskan uang simpanannya untuk biaya wisuda sang anak.
Namun tentu berbeda tanggapan dengan Jung Jaeha. Dirinya melihat kondisi tubuh sang ibu yang perlahan melemah setiap hari. Tak sanggung untuk mengatakannya langsung, Ia hanya ingin beliau beristirahat dimasa tuanya dan bukan lagi mengurusnya. Karena sekarang sudah menjadi dewasa, karena itu seharusnya tanggung jawab adalah gilirannya. "Ibu, sudah ku bilang tidak perlu menungguku pulang dan menyiapkan makanan malam."
"Ini sudah menjadi kebiasaan ibu. Apa kamu sudah makan diluar?"
"Ah, tidak. Ibu sekarang istirahat saja, aku akan makan nanti setelah mandi. Ini sudah larut malah, cepatlah tidur."
Jung Jaeha mengantar ibunya masuk kedalam kamar dan memastikan beliau tidur dengan nyaman, menyelimuti badannya dengan benar supaya hangat, kemudian mematikan lampu kamarnya. Setelah itu Ia keluar kamar dengan langkah kecil dan menutup pintu perlahan.
Ia berjalan kearah kamar dan membuka bajunya untuk mandi. Semua rasa penat dibadanya perlahan hilang saat tetesan air membasahi selurus tubuhnya. Kepalanya hanya menunduk menatap jari-jari kaki, tetap seperti itu dalam waktu yang lama. Berusaha mendinginkan kepalanya sejenak.
Sekitar tiga puluh menit berlalu, Ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang ditanggalkan ditubuh bagian bawahnya. Rambut yang masih basah dan perlahan membasahi bagian tubuhnya, kulitnya yang putih dan mempunyai sedikit bentuk otot dibagian tangan, dada, dan perutnya.
Jung Jaeha membuka laci mejanya, mengambil sebungkus rokok dan pematiknya. Ia sengaja mengunci bagian laci mejanya, karena khawatir jika Ibu akan mengetahui sikap buruknya yang sekarang. Ia berniat untuk menghisap satu rokok saja, entah kenapa malam ini begitu berat baginya. Bau asap rokok yang dulu membuatnya terganggu kini menjadi melekat diseluruh tubuhnya. Rasanya juga begitu manis, karena mungkin kehidupan yang sekarang terasa begitu pahit. "Lagi-lagi aku merindukannya." Gumamnya.
Setiap pagi, Jung Jaeha berusaha untuk menghapus keberadaanya. Namun keberadaanya selama ini, ternyata cukup melekat dikehidupannya. Sehingga sering kali muncul lagi, lagi dan lagi. Ia selalu merindukannya disetiap malam. Kang Aran, butuh waktu lama untuk melepaskannya.

Komento sa Aklat (66)

  • avatar
    03Sumarsi

    kak gem kak gem kata kata nya dong

    9d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    best

    19d

      0
  • avatar
    JumiatiJumiati

    keren

    24d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata