logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Undangan

"Huh! Panas sekali hari ini."
Aku menghalangi sinar matahari dengan handukku. Malas banget aku mandi siang itu. Pengen tidur kayanya enak, tapi ibuku akan marah jika aku tak menuruti perkataannya.
Eh, tapi!
Sepertinya halaman tempat jemuran. Menghadap ke lantai atas rumah Tuan Lee.
Ya, ampun.
Tampak tuan Lee tengah berada dilantai atas sepertinya sedang menikmati pemandangan di bawah.
Aku langsung berlari masuk rumah. Wajahku sengaja ku tutup dengan handuk.
Sial. Ternyata halaman belakang rumahku berhadapan langsung dengan kamarnya. Lee, eh, Tuan Drakor, kali ya.
Aku sembunyi di sebalik pintu dapur. Agar Tuan Lee tak melihatku.
"Cha, ngapain kamu disitu? Ayo cepat sana mandi!" tegur ibuku.
Aku langsung terhentak kaget.
"Ah Ibu, bikin orang kaget aja, sih!" omelku.
"Lagian, ngapain kamu diam dibalik pintu, kaya orang ketakutan gitu? memang ada apa di luar?" tegur ibuku.
"Gak apa-apa ko, Bu," dalih ku. Ibuku ini memang bawel nya minta ampun. Udah tahu aku menghindar dari pria Drakor. Deuhh! tiba-tiba muncul.
Berat rasanya kaki ini melangkah keluar halaman. Aku takut si Pria Drakor itu masih diatas.
Wajahku mendongak ke atas untuk memastikan apakah Tuan Lee masih di atas atau tidak.
Astaga. Ternyata dia lagi memperhatikanku. Bibirnya tampak tersenyum lebar padaku. Aku jadi grogi dibuatnya. Apa mungkin dia tertarik padaku, ya? Aku pun kemudian membalas senyumannya. Ku urai rambutku agar aku terkesan mempesona di matanya.
Tapi Tuan Lee malah geleng-geleng kepala melihat aktingku yang sok cantik. Tapi aku kan memang cantik.
Aku berjalan melenggang agar terlihat menawan. Siapa tahu tuan Lee tertarik padaku.
Tapi Tuan Lee malah semakin tertawa lebar memperhatikanku. Tawa itu seperti mengejekku.
Aku mulai kesal. Aku pun memberi sedikit senyuman sinis pada Tuan Lee.
Sebenarnya Tuan Lee itu sedang memperhatikanku atau, apa ya?
Aku mulai penasaran dengan sikapnya.
Pria Drakor ini memang dari semenjak bertemu hanya membuat sial hidup ku. Insiden tadi siang saja, yang membuat tanganku terluka karena aku terlalu kuat memegang pagar besinya. Sekarang apa lagi.
Rasanya aku kalau ketemu Pria Drakor ini. Pasti sial.
Ah mudah- mudahan kali ini gak. Toh dia malah senyum-senyum padaku.
Tapi kok dia senyum terus ya.
Apa ada yang aneh?
"Hah!"
Pikiranku langsung berpacu pada pakaian dalam ku yang masih tergantung di jemuran karena belum sempat ku angkat. Mana semuanya bergambar hello kity lagi.
Aku langsung terdiam dan sadar. Rupanya tuan Lee bukan tersenyum padaku melainkan menertawakan pakaian dalamku yang semuanya bercorak dan bergambar hello Kity.
Sekali lagi aku dibuat malu oleh tingkahku. Kukira Tuan Lee tertarik padaku, tapi ternyata dia merasa geli melihat pakaian dalam ku yang masih berjejer di jemuran dengan gambar yang sama. Hello Kity.
Aku langsung mengangkat pakaian dan dalaman ku juga. Ngapain coba ibuku bikin jemuran di belakang rumah.
Aku langsung berlari masuk ke dalam.
"Bu ....Bu!" teriakku. Kekesalanku ku lampiaskan pada ibuku. Gara-gara bikin jemuran di belakang aku dibuat malu oleh Tuan Lee.
"Ada apa sih, Cha? Kenapa kamu teriak-teriak, kaya orang kesurupan," tegur ibuku yang tengah masak ayam goreng kesukaanku.
"Bu, besok-besok jangan jemur baju Icha di belakang ah!" ketusku.
"Lha, memangnya kenapa? Dari dulu kan Ibu selalu jemur disana, kamu itu memang aneh, terus. Ibu harus jemur dimana, emang?" sahutnya.
"Pokoknya baju Icha jangan dijemu, ah! Biar nanti sama Icha, saja," kataku. Lalu aku bergegas masuk ke kamar.
Kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Ku telan semua kekesalanku, mengapa aku harus bertetangga dengan Tuan Drakor yang menyebalkan. Tapi aku suka dengan wajahnya yang tampan. Apalagi setelah mendengar cerita Mang Wahyu Tentang pribadinya yang baik. Tentu saja Aku semakin tertarik padanya.
Huh. Aku jadi gemas dibuatnya. Wajahnya selalu terbayang.
Andaikan aku bisa jadi pacarnya.
Kan kubawa ke rumah si Wenni yang sok kegenitan.
Aku mulai tersenyum sendiri. Membayangkan bila aku berjalan bergandengan tangan dengannya.
Sekilas aku teringat si Wenni yang katanya, sore ini akan main ke rumahku. Rupanya dia masih penasaran sama Tuan Lee yang dikira pacarku.
Gawat! Aku harus menghubungi Wenni agar tak datang ke rumahku.
Aku langsung mencari ponselku yang tadi ku simpan di lemari bajuku.
Dengan alasan ada keperluan mendadak aku berhasil mengelabui si Wenni agar tak datang ke rumahku. Sekarang aku bisa tenang. Si Wenni genit setelah ku hubungi ternyata mengurungkan niatnya.
Aku pun langsung beranjak dan mandi.
Jelang sore hari. Ayahku pulang, seperti biasa aku selalu menyuguhkan teh manis kesukaannya. Ayahku itu orang yang paling pengertian di bandingkan ibuku. Ia selalu mendukung apa saja keinginanku yang menurutnya baik. Satu yang tak disukai ayahku. Dia paling tidak suka kalau aku pulang larut malam atau telat. Ayahku sangat disiplin akan waktu. Waktu makan, waktu sholat, sampai waktu untuk tidur saja ayahku selalu menekan ku, lewat jam 8 malam. Aku harus tidur. Itu saja peraturan ayahku.
"Gimana Cha, kamu mau lanjutin sekolahmu atau mau les saja," sapanya sambil meneguk teh hangat buatan ku.
"Icha mau les aja," kataku datar.
"Ya sudah, kalau itu mau kamu, besok Ayah akan siapkan uang untuk kamu, memangnya kamu mau les, apa?"
"Icha mau les jahit aja, Yah, biar bareng sama Nani," jawabku sambil berjalan menuju kamarku
Ku ambil ponsel untuk menghubungi sahabatku Nani.
Besok aku berencana mencari tempat les di tempat yang dekat rumahku saja.
"Icha!"
Hadeuhhh, ada apa lagi. Ibuku selalu berteriak jika memanggilku.
"Iya bu, sebentar!" aku langsung beranjak dan bergegas memenuhi panggilan ibuku.
"Sana, lihat! Siapa yang ngetuk pintu," pinta ibuku menyuruhku untuk membukakan pintu. Sepertinya tetangga ibuku yang biasa mengantar kue atau Bu Lilis yang senang gosip.
"Sebentar!" sahutku. Aku berlari tergesa-gesa menuju pintu. Paling males aku kalau udah ketemu Bu Lilis, pasti kalau ngobrol sama ibuku, suka menyindir dan menyuruhku untuk nyari pacar yang tajir. Mentang-mentang anaknya si Dewi punya pacar seorang pengusaha.
Kubuka pintu perlahan.
"Eh .... tuan Lee?" tegur ku kaget. Ternyata Tuan Lee yang mengetuk pintu. Tentu saja mataku langsung terbelalak melihat kedatangannya.
"Maaf, Ayah dan ibumu ada di rumah?" suaranya yang lembut begitu memukau.
"A-ada .... " ucapku gagap.
Aku mundur satu langkah, mendapati Tuan Lee yang datang ke rumahku. Mau apa sih dia nanyain ayah ibuku? Apa dia mau mengadukan kejadian siang? Atau mau melamarku?
"Cha, siapa yang datang?" teriakan ibuku menyadarkan ku.
"Ini Bu,cada yang nanyain Ayah sama Ibu!" teriakku.
Ayah dan ibu langsung keluar dari kamar. Kemudian Ayah menyuruh Tuan Lee masuk.
"Ayo, silahkan masuk, Icha .... buatkan minum Cha, ini Lee, tetangga kita Bu," ujar ayahku.
Aku diam mematung mendengar perintah ayahku. Kok ayahku sepertinya sudah mengenal tuan Lee.
Ayah tampak ramah menyambut kedatangan Tuan Lee. Bukan itu saja Tuan Lee tampak membawa keranjang yang berisi banyak buah. Ternyata malam itu Tuan Lee hendak bersilahturahmi.
Lalu Tuan Lee memperkenalkan diri sebagai tetangga baru di samping rumahku. Tuan Lee ini memang selain baik juga sopan orangnya. Tuan Lee juga mengundang Ayah dan ibuku untuk gabung di acara selamatan rumahnya sekalian berkenalan dengan warga sekitar rumahku.
Aku kira tuan Lee mau melamar ku. Hehehe aku terlalu halu. Jadi malu.

Komento sa Aklat (105)

  • avatar
    Shusan Cino

    ceritanya sangat menarik, dan buat saya jadi penasaran deng kelajutannya

    24/01/2022

      0
  • avatar
    PutriNita

    awalnya saya mencoba membacanya dgn rasa ingin tau..lebih dalam...ternyata asyik dn seru juga...

    11/01/2022

      0
  • avatar
    AlfarisiSubhan

    cerita yang sangat seru,😯 dan asik

    1d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata