logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Rahasia Tuan Lee

Mang Ujang dan Cecep terus memujiku. Perubahan penampilanku. Membuat mereka tak menduga aku bisa menjelma menjadi wanita yang anggun. Rambut yang dulu biasa ku kuncir. Sekarang ku sanggul luwes layaknya wanita karier di luar sana.
Kaca mata hias menemani penampilanku. Blezer yang ku kenakan harganya pun tidak main-main. Di padu dengan sepatu hak tinggi membuat ku tampak anggun. Wajar saja Mang Ujang tak mengenaliku.
"Neng, itu suami Neng?" tanya Mang Ujang. Matanya menoleh ke arah Bang Kemal yang tengah berdiri di muka mobil.
"Bukan atuh Mang, haha ... itu sopir saya, Mang Ujang ini ada-ada saja, ah!'' elak ku. Mang Ujang menyangka Bang Kemal adalah suamiku.
"Lho, terus dimana suaminya?" tanya nya lagi.
"Suami? Suami apa? Saya kan, belum nikah, Mang!"
"Lho, Ibu Neng yang bilang, katanya Neng sudah menikah di Garut," ujar nya.
"Masa sih!" kataku heran. Bagaimana Ibu bisa mengatakan bahwa aku telah menikah, mengapa ibu berbohong.
"Ya, sudah Mang, saya pulang dulu, ya."
Bergegas aku meninggalkan Mang Ujang.
Sampai di rumah.
Pintu rumah masih tertutup rapat.
Ku raih dan ku putar gagang pintu dengan hati-hati.
"Bu ...." sapa ku pelan.
Ibu ku tampak duduk manis di kursi. Melihat kedatanganku. Ibu begitu terkejut. Remote tv yang tengah di pegang nya seketika jatuh dari tangannya.
"Ingat pulang juga, kamu!" tegur Ayahku ketus. Matanya menoleh seraya berdiri tegak.
"Sudah lah pak," tegur ibuku.
Ibu langsung mendekatiku. Di peluknya diriku sambil menangis. Dua tahun aku melupakan mereka karena keegoisan ku.
Berbeda dengan ayah. Ayah masih marah padaku. Meski aku tahu ada rindu yang tersimpan di hatinya.
Perlahan ku dekati ayahku. Aku menunduk di hadapannya. Ku bersimpuh di kedua kakinya. Air mataku berderai.
"Ayah, ma-maaf ....hiks ..." lirih ku. Wajah tuanya menyiratkan kekesalan pada sikapku yang telah melupakan kasih sayangnya.
Ayah membuang wajahnya. Hanya matanya saja yang berkaca mewakili betapa pedih perasaan nya.
Ibu hanya menangis terisak mengusap rambutku.
"Angin apa yang membawamu kesini," ucapan ayahku membuatku semakin sesak.
Aku pun menunduk. Tangan renta yang dulu memegang jemari ku. Kucium penuh pengharapan.
Tak kuasa melihat tangisan ku. Ayah langsung menggenggam bahu ku.
"Icha, sudahlah, ayah memaafkan mu, bangunlah, ayo peluk ayah mu ini, nak,"
ucapan ayahku mengingatkan ku dulu saat aku menentang kemauan nya. Hingga aku pergi meninggalkan mereka berdua. Sungguh aku selama ini telah menyakiti mereka.
Kami bertiga pun larut dalam kesedihan.
"Ayah, Icha akan menuruti semua kemauan ayah, Icha janji. Icha sudah lelah ayah hiks ... "
Di belai nya rambutku dengan penuh cinta. Ayah ku masih tetap sama. Kasih sayangnya begitu besar terhadapku.
Haru dan sedih mengiringi kedatanganku. Ibu ku mengambil koper yang ku bawa dan menyuruhku untuk istirahat guna melepas lelahku.
Kamarku masih tempat sama. Boneka masih berada di tempatnya.
Ku rubuhkan tubuhku melepas rasa letih setelah sekian jam menempuh perjalanan.
Ibu langsung bergerak menuju dapur untuk memasak makana kesukaanku.
"Icha, sini nak!" teriak ibuku dari dapur. Aku pun bergegas bangun dan menghampirinya. Sementara ayah duduk menonton tv di ruang tengah.
"Ada apa, Bu?"
"Ssttt, sini nak, ada yang mau Ibu katakan," bisik nya.
Sikap aneh ibuku. Membuat aku penasaran.
"Ibu ini, ada apa sih, Bu. Cepat katakan?"
Ibu terlihat kikuk. Di tutupnya pintu dapur dan menarik tanganku sambil menoleh pada ayahku. Sikapnya membuatku tambah penasaran. Sebenarnya apa yang ingin ibu sampaikan padaku.
"Icha, dengarkan Ibu, setahun setelah kamu pergi dari rumah, tuan Lee datang menemui kami."
"Apa!?"
"Ssttt ... jangan berisik, nanti ayahmu dengar, Ibu tak tahan menyimpan rahasia ini selama empat tahun, ibu merasa bersalah, jika tak mengatakannya padamu."
"Teruskan Bu, mengapa Tuan Lee datang kesini?"
Tubuhku gemetaran mendengar perkataan ibuku. Tak percaya dengan apa yang kudengar.
Ibu kembali menceritakan tentang kedatangan Tuan Lee empat tahun lalu. Dimana setelah setahun kepergian ku. Tuan Lee datang untuk meminang ku. Tapi karena ayah terlalu sakit dengan penghinaan keluarganya. Ayah langsung menolak keras lamarannya.
Tapi bukan karena keluarga besar Tuan Lee yang jadi alasannya.
Hanya karena Tuan Lee datang bersama seorang bayi mungil.
Aku terperangah kaget mendengar pengakuan ibuku. Seorang bayi?
Ibu terdiam sejenak melihat reaksi ku. Lalu melanjutkan lagi ceritanya.
Tanpa sepengetahuan ayahku. Diam-diam ibuku mendatangi tuan Lee untuk mengetahui sosok bayi mungil yang diakuinya sebagai anaknya.
Tapi ibuku tak percaya begitu saja dengan pengakuan tuan Lee. Ibu pun mendesak tuan Lee untuk berterus terang. Hingga akhirnya tuan Lee mengatakan yang sebenarnya. Bahwa bayi mungil itu adalah anak dari Ae-Rin. Mantan kekasih tuan Lee yang dinikahi ayahnya.
Yang lebih mengejutkan Ibuku. Ternyata bayi itu bukan benih dari ayahnya. Tapi hasil dari hubungan gelap Ae-Rin dengan pria simpanan ibunya.
Karena kehamilan Ae-Rin lah yang membuat keluarga dari Ae-Rin mengusir Ae-Rin dan menyuruhnya menggugurkan bayi dalam kandungannya.
Tapi Ae-Rin tetap mempertahan kan bayinya. Dan meminta Tuan Lee untuk menjaga bayinya.
Karena tekanan bathin yang di derita Ae-Rin.
Ia pun mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.
Mataku terbuka lebar. Sungguh malang nasib Ae-Rin. Hidupnya berakhir di seutas tali yang melilit lehernya. Wajah nya yang manis tak semanis kisah hidupnya.
Sejak itulah tuan Lee berjanji akan membesarkan bayi milik Ae-Rin yang tak pernah diakui oleh keluarga besarnya.
Setelah berumur satu tahun. Bayi itu kemudian di bawanya ke Indonesia dan diakuinya oleh Tuan Lee sebagai putrinya.
Bukan itu saja, demi merawat bayi Ae-Rin. Tuan Lee bersitegang dengan keluarganya dan memtuskan meninggalkan Korea dan kembali ke Indonesia.
Mendengar pengakuan ibuku. Air mata berderai deras membasahi pipi. Selama ini aku mengira Tuan Lee telah mengingkari janjinya dan melupakan ku.
"Icha, itulah mengapa ayah menolak keras lamaran Tuan Lee, karena ayahmu menyangka Tuan Lee sudah beristri, hari itu Tuan Lee mencoba menjelaskan semuanya pada ayahmu, tapi ayahmu marah besar dan menolak lamaran Tuan Lee saat itu juga. Dan meminta Tuan Lee untuk melupakanmu," ungkap ibuku seraya menyeka air mata yang meleleh di pipiku.
"Nak, tuan Lee sangat mencintaimu."
Bathin ku menjerit mendengar nya.
"Bu, dimana sekarang Tuan Lee," lirih ku. kalimat yang terucap di bibirku seakan berat.
"Yang ibu dengar, Tuan Lee tinggal bersama neneknya, tapi Ibu lupa dimana rumah neneknya. Icha, berjanjilah jangan pernah kamu temui lagi Tuan Lee, Ibu telah membohonginya bahwa kamu sudah sudah menikah dan bahagia dengan suami mu," pinta ibuku memelas.
"Tapi mengapa bu, mengapa ibu membohonginya ...hiks ... " aku semakin tertekan dengan permintaan ibuku.
"Icha, kehidupan yang di jalani Tuan Lee sangat berliku, Ibu tak mau kau terlibat masalah besar, Nak. Sebaiknya kamu lupakan Tuan Lee mulai sekarang, menikahlah dengan pria pilihan ayahmu, nak," nasihatnya bagai duri yang menancap tajam di hatiku. Bagaimana aku bisa melupakan pria yang selama ini aku cintai.
Selama lima tahun aku berusaha melupakan cintanya. Selama itu juga Tuan Lee menderita.
Kebaikan dan ketulusan Tuan Lee membuat aku jatuh hati padanya. Pengorbanan besar yang di lakukan Tuan Lee dengan mau merawat seorang bayi, menunjukkan bahwa Tuan Lee adalah lelaki sejati yang pria manapun belum tentu bisa mempunyai hati setulus dan sebaik Tuan Lee.
"Icha, maafkan Ibu, telah menyembunyikan ini sekian lama, Ibu tak mau kamu menderita nak."
"Tapi mengapa bu?"
"Anakku, Ibu menyadari kesalahan Ibu, tuan Lee adalah pria yang sangat baik, tapi."
"Tapi apa Bu? Katakan!"
"Icha, turunkan nada suaramu, nanti ayahmu mendengar."
Ku peluk ibuku dengan erat. Ku tumpahkan semua air mata di bahunya. Hanya ibuku lah yang mengerti perasaanku.
Kisah cintaku begitu pahit kurasakan. Perpisahan ku dengan tuan Lee membuatku semakin mengerti arti dari kedewasaan.
Berpikir sebelum bertindak. Menimbang sebelum memutuskan.
Sebagai insan lemah. Aku tak kuasa menahan gejolak rindu yang sekian tahun berkarat.
Asa ini kian meluap mengharap kehadiran nya.
Aku beranjak dan berdiri. Ku langkahkan kakiku perlahan meninggalkan dapur. Ibuku berusaha menghentikan kan ku. Tapi cinta menarik ku kuat untuk segera menemui kekasih yang sekian tahun wajahnya selalu bermain di pelupuk mataku.
"Icha, tunggu, kamu mau kemana nak, Ibu belum selesai," ucap nya dengan nada rendah. Tangannya berusaha meraih ku.
Tapi terlambat.
Cinta menuntunku untuk segera menemuinya.
"Icha, berhenti!"
Teguran ayahku membuat langkahku terhenti.
Aku menunduk.
"Ayah, biarkan Icha pergi menemuinya, hiks ...hiks ... " rengek ku.
"Ingat janjimu!" teriaknya lagi.
Aku menoleh. Ku dekati ayahku yang tengah berdiri.
"Ayah, mengertilah, Icha mohon," ucapku melirih.
"Kamu jangan percaya apa yang dikatakan ibumu!"
Bentaknya keras memekik telingaku.
"Bu, lihat ulah mu. Kenapa kamu menceritakan semuanya pada anakmu, ayah kan sudah melarang mu!"
"Tapi pak, sampai kapan anak kita menderita."
"Cukup!! Ayah tak mau dengar lagi tentang lelaki itu, Apa kamu lupa, bagaimana dulu keluarganya menghina kita!!
"Entah lah pak, yang pasti pria itu memang tulus mencintai Icha, anak kita."
Ibuku mengalah tak mau meladeni ancaman ayahku. Hatinya sedih melihat tingkah ayahku yang keras kepala.
Melihat semua itu. Jiwaku seakan terpukul
Kembali ke rumah orang tuaku hanya memancing perdebatan. Perbedaan pendapat antara keduanya.
Semakin mengundang masalah baru yang tengah ku hadapi.
Aku terlanjur berjanji pada ayahku untuk menuruti semua keinginannya.
Haruskah ku langgar janjiku?

Komento sa Aklat (104)

  • avatar
    Shusan Cino

    ceritanya sangat menarik, dan buat saya jadi penasaran deng kelajutannya

    24/01/2022

      0
  • avatar
    PutriNita

    awalnya saya mencoba membacanya dgn rasa ingin tau..lebih dalam...ternyata asyik dn seru juga...

    11/01/2022

      0
  • avatar
    mustikaDD syifa

    bagus

    25/04

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata