logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 39. Damainya Arkan dan Maria

"Memangnya kenapa? Apa Pak Gudy mau mencabut kembali ucapan barusan?" Maria balik menantang. Dia kesal sekali. Ada apa sebenarnya dengn hari ini? Kenapa bosnya mendadak melamar?
"Mana ada, tidak. Saya bahkan berencana melamar kamu dengan datang langsung pada orang tuamu, makanya sekaramg saya susul kamu untuk nanya alamat rumah baru kamu." Gudy semakin nyolot. Dia makin kesal karena Maria lagi-lagi meragukan lamarannya.
"Bodo, saya gak mau ngasih tahu. Bapak cari tahu saja sendiri." Maria menjawab judes. Kenapa Gudy malah yerus berbicara sembarangan?
"Baik, tapi kalau saya berhasil menemukan alamt rumah kamu, maka saat nanti saya meresmikan lamaran saya, kamu harus mau menerimanya!"
"Kok Bapak malah ngatur?" Maria menjawab sewot. Entahlah, hari ini Maria begitu berani melawan ucapan bosnya ini.
"Sudah! Sekarang kamu pulang mau saya antar atau sendiri?"
"Sendiri, kalau diantar Bapak nanti malah tahu rumah saya di mana." Maria membengkokan bibirnya dengan pandangan sinis yang kini dia berikan pada Gudy.
"Ya sudah sana kamu pulang! Besok kamu tidak perlu masuk!" Gudy berbalik hendak masuk ke dalam rumah.
"Loh, Pak Gudy. Kenapa saya tidak perlu masuk? Pak Gudy tidak memecat saya hanya karena tidak ingin diantar pulang, 'kan?" Maria menatap Gudy khawatir. Masa iya dia dipecat hanya karena hal itu. Ya ampin, ada-ada saja bosnya yang satu ini.
Gudy berhenti, dia berbalik dengan kerutan halus di dahinya. "Kamu bicara apa? Saya suruh kamu tidak usah masuk, karena besok saya akan bawa keluarga untuk melamar kamu. Kenapa kamu malah mikir hal lain?"
"Jadi Bapak serius mau lamar saya?" Maria shok.
Gudy berkacak pinggang, "jadi dari tadi kamu masih menganggap saya bercanda?"
Dengan lugu Maria mengangguk.
"Tunggu saja besok! Saya datangi rumahmu untuk meminta restu dari ayahmu agar mau menikahkan saya pada putrinya."
"Ya, buktikan saja dulu." Maria berucap pelan. Dia tertegun saat mendapati sorot serius dan penuh tekad Gudy saat mengatakan akan mendatangi ayahnya. Entah apa alasannya, hati Maria menghangat mendengar nada keseriusan Gudy. Maria pernah mencintai. Namun, rasa ini jelas lebih besar dari rasa yang dia punya dulu untuk Fiko. Rasa ini... menggelitik hatinya.
"Saya pulang, assalamualikum."
"Waalaikum salam."
Maria menoleh ke belakang dan dia langsung melihat Gudy yang tersenyum manis ke arahnya. Maria tidak ingin berharap terlalu banyak, takutnya sudah melambung tinggi lalu dihempaskan sejatuh-jatuhnya. Biarlah waktu yang membuktikan keseriusan Gudy. Kalau memang berjodoh, kenapa Maria harus menyusahkan diri dengan mempersulitnya.
***
"Maria."
Maria menoleh ke arah Arkan yang baru saja duduk di sampingnya. Saat ini Maria tengah duduk di sopa dan menonton TV. Maria tidak menjawab, membuat Arkan menelan ludah pahit.
Maria kembali meluruskan pandangannya pada tayangan sinetron yang tadi dia tonton. Menceritakan seorang wanita tangguh yang mendapat trauma akan laki-laki kaya dengan pasangannya seorang CEO yang menyamar menjadi baby sitter anaknya demi mendekati sang wanita. Cerita sudah memasuki konflik, saat ini sang wanita tengah memandang nyalang sang laki-laki karena ketahuan dia adalah pria kaya raya. Namun, menyebalkannya, sinetron itu bersambung, membuat Maria dilanda penasaran yang tinggi.
Maria menoleh lagi ke arah Arkan dengan pandangan benci teramat dalam. Tentu saja Arkan tersentak kaget, niat hati ingin meminta maaf urung kembali karena takut bukannya mendapat maaf, malah semakin buruk situasi hubungannya dengan Maria saat ini.
Akhirnya Arkan hanya diam duduk di samping Maria yang kini sudah menggilir lagi cannel TV menjadi acara masak.
Bagus yang melihat Maria dan Arkan dari dapur hanya menggeleng pelan. Dia datang berkumpul bersama ke dua anaknya sambil membawa sepiring cake yang langsung diberikan pada Maria.
"Terima kasih." Maria menerima cake rasa stroberi itu dengan senyum mengembang.
"Uri, apa bosmu itu anaknya pak Hendrawan?" Bagus memulai obrolan setelah Maria menghabiskan cake yang dia bawa.
"Ya," Maria menjawab. Hatinya sudah mulai merasa sedikit waspada. Jangan-jangan papanya ini kenal lagi dengan Gudy? Maria berpikir sedikit gugup.
"Besok bos mu akan datang ke rumah."
"Ya," Mari menjawab tenang, berbeda dengan hatinya yang sudah dag dig dug gak karuan.
"Ngapain dia ke sini?" Arkan baru berani buka suara untuk pertama kalinya.
Bukannya menjawab, Bagus malah menatap Maria lekat. "Katanya mereka datang mau melamar kamu."
"APA?" Arkan melotot kaget. Berani sekali bosnya itu mau melamar adik kecilnya. "Tidak bisa! Maria tidak boleh menerima lamaran bosnya itu. Enak saja, kita baru saja berkumpul, seenaknya dia mau ngambil Maria dari kita."
Maria menatap Arkan protes, "kenapa Kak Arkan yang sewot? Yang dilamar itu aku, buka Kakak."
Arkan tertegun. Dia terdiam cukup lama meresapi panggilan kakak yang Maria ucapkan untuknya barusan. Terdengar manis sekali. Perlahan dia menoleh ke arah Maria dengan pandangan berkaca-kaca. "Kakak," ucapnya seakan tak percaya. "Kamu barusan panggil saya kakak? Apa saya baru saja berhalusinasi?"
Bagus tersenyum kecil. Arkan boleh menyangka Maria masih marah padanya, tapi Bagus jelas tahu bahwa Maria sebenarnya sudah memafkan Arkan setelah mendengar penjelasan yang dia berikan tempo hari lalu tentang alasan Arkan selama ini menyembunyikanstafus Maria dari dirinya sendiri. Saat itu juga Maria langsung memafkan Arkan. Namun, keduanya memiliki ego masing-masing sehingga tidak ada yang berani memulai terlebih dahulu.
"Kamu sudah memafkan saya?" Arkan menatap Maria penuh harap. Bibirnya tak berhenti tersenyum dan kata 'kakak' yang tadi Maria ucapkan terus terngiang-ngiang di pikirannya.
"Ya, kenapa aku harus marah?" Maria menajwab malu.
Arkan langsung membawa Maria ke dalam pelukannya. "Terima kasih." Arkan berkata tulus.
Perlahan ke dua tangan Mari terangkat, membalas pelukan Arkan. Setelah keduany melepas pelukan, mereka sama-sama canggung satu sama lain.
"Jadi, bagaimana keputusan Uri? Apa Uri berniat menerima lamaran anaknya pak Hendeawan?" Bagus kembali bertanya.
"Aku...,"
"Tentu saja tidak." Arkan langsung memotong pdfkataan Maria.
"Arkan, Papa bukan bertany padamu, tapi pada adikmu. Biarkan dia menjawab dulu pertanyssn Papa!" Bagus menatap geram pada Arkan.
Arkan melipat bibirnya saat kena teguran dari Bagus. Namun, hatinya madih berharap Maria menolak lamaran itu karena dia masih tidak rela kalau Maria harus cepat-cepat pergi dari rumah ini.
"Aku jawab besok, boleh kan Pa?" Maria saat ini madih bingung, jadi dia memutuskan memberi jawaban besok saja saat Gudy datang ke rumahnya. Ternyata gampang sekali bagi bosnya itu menemukan rumah sekaligus siapa orang tuanya yang asli.
"Baikah, kita putuskan besok di depan pak Hendrawan dan anaknya." Bagus menjaeab final. Bagus berdiri, "Papa tidur duluan, sudah ngantuk. Kalian juga jangan tidur terlalu larut!"
"Ok, Papa." Maria menhawab patuh.
Seperginya Bagus, Arkan langsung menatap Maria protes. "Jangan kamu terima lamarannya! Memangnya kamu sudah kenal seberapa dekat dengan dia dan keluarganya? Paling juga hanya sebatas kenal."
"Kami sudah kenal satu sama lain, bahkan sering makan bersama. Terus dia juga orang pertama yang mau menolong dengan memberikan pekerjaan di saat aku hampir kehabisan uang saat awal cerai dari mas Fiko. Pak Gudy juga yang membangkitkan kepercayaan diri, kalau masih ada laki-laki yang bisa menerima aku apa apadanya walau tidak bisa memberinya anak." Maria menjawab panjang lebar membuat Arkan bungkam.
"Terserah," Arkan meluruskan kembali pandangannya karena sudah kalah berdebat.
***

Komento sa Aklat (127)

  • avatar
    Ike Roesli

    Mantap... ceritanya gak bertele2... endingnya jg cukup singkat tapi 👍👍👍👍👍

    04/04/2022

      0
  • avatar
    SafirahSiti

    sy suka

    5h

      0
  • avatar
    WaniSyaz

    Makin seruu

    18/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata