logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 38. Lamaran yang ditangguhkan

Maria yang hendak memasukan suapan pada mulutnya otomatis terhenti di tengah jalan. Dia menurunkan kembali sendok yang sudah teracung di depan mulutnya. Maria menatap Gudy tepat pada matanya.
Gudy berdehem untuk menetralisir kegugupan akibat dipandang selekat itu oleh Maria. Mata coklat Maria seakan menembus jantungnya dan membuat debaran tak beratur dalam dadanya.
"Dia mantan suamiku."
"Mantan?" Gudy mengulang ucapan Maria. Jadi Maria ini seorang janda. Gudy hampir tidak percaya. Pantas saja laki-laki itu dan Maria terlihat seperti punya masa lalu cukup dekat.
Dari awal Maria memang tidak pernah berniat menutupi statusnya dari keluarga ini. Alasan dia tidak pernah mengatakannya selama ini, ya simpel karena memang tidak ada yang bertanya kepadanya.
"Jadi Maria sudah pernah menikah?" Arum yang duduk di samping Maria bertanya kembali.
"Iya."
"Kenapa bercerai?" Arum bertanya penasaran. Jiwa keponya tidak bisa ia tahan.
"Bun," Hendrawan menegur halus. Dia merasa tidak enak hati pada Maria karena istrinya itu bertanya terlalu jauh mengenai masalah orang lain.
Mendapat teguran dari sang suami, mendadak Arum merasa sangat bersalah pada Maria. "Maaf ya Maria. Kalau kamu merasa pertanyaan saya terlalu jauh, tidak usah dijawab."
Maria tersenyum tipis, "tidak apa-apa. Saya mengerti. Saya bercerai sudah ada setengah tahunan lebih. Saat saya menjadi istrinya mas Fiko, saya tidak kunjung hamip juga. Mas Fiko yang teramat rindu dengan panggilan ayah, diam-diam menikahi wanita lain dan membawanya tinggal serumah bareng saya."
"Astagfirullah. Walaupun benar agama mengizinkan suami menikah lagi, tapi bukan alasan itu yang harus dipertimbangkan. Mantan suami kamu itu benar-benar tidak punya hati. Tega bener dia menyakiti hati istrinya." Arum berkata murka sambil memandang suaminya.
Hendrawan yang ditatap dengan pandangan permusuhan dari sang istri melipat halus dahinya. Dia tidak dapat untuk tidak berpikir, yang salah laki-laki yang bernama Fiko, tapi kenapa dia yang ditatap benci oleh istrinya?
"Dia begitu juga karena saya tidak bisa memberi keturunan. Ditambah selama ini mertua saya juga tidak menyukai saya, jadi saya memutuskan untuk bercerai."
Arum mengelus pundak Maria iba. "Yang sabar, ya."
Maria mengangguk. "Terima kasih, bu Arum."
Nudy yang terlalu fokus mendengarkan cerita Maria tidak sadar sendok yang dia pegang terjatuh. Dia menduduk untuk mengambik sendok itu. Namun, saat dia tidak sengaja melihat ke arah kursi yang diduduki Gudy, dia menyeringai saat menemukan sesuatu. Kemudian Nudy kembali menegakan punggungnya seolah tidak melihat apa-apa.
"Jangan-jangan mantan suami kamu itu adalah laki-laki yang menemui kamu saat di pasar itu, yang datang bersama wanita hamil muda?" Arum bertanya penasaran.
"Iya, itu mantan suami dan madu saya."
Spontan Arum menggebrak meja dengan keras hingga membuat Hendrawan mengucap istigfar berkali-kali dalam hatinya karena ke bar-bar-an istrinya.
"Pantas saja laganya seperti yang tengah memanas-manasi kamu, tapi saya salut sama kamu. Kamu sudah membalas mereka dengan menyulut balik emosi mereka. Kamu memang pintar membalas rasa sakit hati dengan cara yang cantik." Arum menatap Maria dengan pandangan berseri-seri. Bahkan Hendrawan seperti bisa melihat glitter di sekeliling istrinya itu.
"Apa Mbak Maria sudah dapat pengganti?" Nudy nyeletuk membuat Gudy yang dari tadi menyimak dalam diam tiba-tiba mengangkat kepala dan menatap lurus Maria. Terlihat sekali kalau Gudy ini menunggu jawaban dari Maria.
Sekilas Maria menatap ke arah Gudy. "Belum, tapi...,"
Maria menggantungkan ucapannya membuat semua orang penasaran terutama Gudy yang saat ini tidak sadar sudah mencondongkan tubuh agar lebih dekat ingin mendengar ucapan Maria.
"Tapi, apa?" Nudy bertanya penasaran. Dalam hati dia ngakak melihat kakak-nya itu kepo tingkat dewa.
"Tapi kayaknya tidak akan ada laki-laki yang mau sama saya. Mas Fiko sering mengatai saya mandul. Sebagai laki-laki wajar mendua demi mendapati anak dari perempuan lain. Saya tidak mau merasakan hal yang sama bila menikah nanti dan diperlakukan sama seperti mas Fiko memperlakukan saya." Maria berucap sedih.
"Kamu tidak bisa menyama ratakan semua laki-laki sama. Buktinya saya mau menerima kamu apa adanya. Mau kamu mandul, cacat, atau yang lebih parah lagi, tapi saya tetap akan menerima kamu. Jadi coba sekarang kamu pertimbangkan saya untuk menjadi calon suami kamu!" Gudy berucap dengan emosi menggebu-gebu. Dia baru sadar akan ucapannya setelah melihat semua orang kini serentak menatap kearahnya. Perlahan Gudy duduk kembali ke kursinya, bahkan dia tidak sadar kapan sudah berdiri.
"Anak ayah sudah dewasa." Hendrawan berucap bangga sambil menepuki punggung Gudy.
"Ceritanya Kak Gudy ngelamar Mbak Maria gitu?" Nudy cekikikan karena rencananya berhasil dalam menyulut emosi Gudy.
Gudy melirik Nudy kesal. Adiknya ini ada saja kelakuan yang membuatnya jengkel. Namun, Gudy juga tidak menyesali ucapan spontannya tadi karena memang dia tidak terima semua laki-laki di sama ratakan brengsek seperti mantan suaminya Maria. Dia ini baik, bundanya yang bilang. Dia juga mau menerima Maria walau tidak bisa memberinya seorang anak. Bagi Gudy, ada tidaknya anak, kebahagiaan tetap bisa dicari asal pasangan kita saling melengkapi.
"Maria, apa kamu mau jadi istri saya?" Gudy mempertegas ucapannya yang tadi.
Maria meletakan sendok ke atas piring sebelum menatap Gudy lekat. "Kalau Pak Gudy melamar saya karena tersinggung dengan ucapan saya yang tadi, maka saya minta maaf. Namun, saya tidak bisa menerima lamaran Pak Gudy hanya karena ingin membuktikan pada saya dengan apa yang Pak Gudy ucapkan barusan."
Maria menoleh ke arah Arum dan Hendrawan bergiliran. "Terima kasih atas undangan makannya. Saya permisi, assalamualikum."
Mari berdiri dan langsung memutar tumitnya meninggalkan oramg-orang di meja makan yang kini berekspresi beda-beda.
"Waalaikum sallam." Hendarwan menjawab santai. Dia bahkan melanjutkan kembali makannya yang sempat tertunda. Dia berpikir, sungguh acara makan yang tidak bertata krama, masa makan sambil adu cakapbi, mana ini berupa lamaran dadakan pula.
"Kejarlah anak muda!" Hendarawan melirik kecil Gudy yang masih terbengong.
Begitu mendapati kesadarannya kembali, bergegas Gudy berlari mengejar Maria yang sudah beranjak terlebih dahulu.
"Maria," panggilnya pada Maria yang sudah hendak membuka pagar rumah.
Maria menoleh dan menatap heran Gudy, "ada apa lagi?"
"Kamu salah paham. Bukan itu maksud ucapan saya tadi. Saya memang bersungguh-sungguh ingin melamar kamu." Gudy mengeluarkan cincin dari saku celananya lalu memperlihatkan pada Maria. "Saya tidak tahu kapan tepatnya perasaan ini muncul, tapi yang pasti saya selalu merasa nyaman kalau ada kamu di dekat saya. Saya cinta sama kamu sudah dari lama, jadi mau kah kamu menikah dengan saya?"
"Saya pertimbangkan dulu." Maria menjawab kesal.
"Hah? Maksudmu lamaran saya ditangguhkan gitu?" Gudy menatap protes ke arah Maria.
***

Komento sa Aklat (127)

  • avatar
    Ike Roesli

    Mantap... ceritanya gak bertele2... endingnya jg cukup singkat tapi 👍👍👍👍👍

    04/04/2022

      0
  • avatar
    SafirahSiti

    sy suka

    7h

      0
  • avatar
    WaniSyaz

    Makin seruu

    18/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata