logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Semua Teman Menggodaku

Rahasia dokter Andi
Part 9
***
Sepanjang perjalanan menuju ke puskesmas, kami saling diam. Larut dalam pikiran kami masing-masing. Sempat beberapa kali aku melirik dokter Andi yang duduk di sebelahku, dengan ekor mata. Tampak dia sedang senyum-senyum sendiri. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Aku tak berani untuk menanyakan hal itu padanya.
"Hari ini kita ada pertemuan kader kan?" tanya dokter Andi, ketika mobil yang kami naiki sudah memasuki halaman puskesmas.
Setiap bulan secara rutin Puskesmas Sukajadi memang selalu mengadakan pertemuan kader. Selain sebagai ajang untuk bersilaturahmi antara petugas kesehatan dengan para kader tersebut, mereka juga akan diberikan pembekalan materi seputar posyandu dan kesehatan oleh staf puskesmas pemegang masing-masing program itu. Untuk menambah wawasan mereka, agar tak ketinggalan informasi yang setiap saat selalu berkembang.
Setiap posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukajadi, diminta untuk mengirimkan dua orang kader mereka sebagai perwakilan untuk menghadiri acara tersebut. Biasanya pertemuan itu bertempat di area parkir puskesmas, yang kebetulan tempatnya lumayan luas, karena sebelumnya telah direhab terlebih dahulu.
"Iya, Dok. Nanti mulai jam 9," jawabku.
Aku segera turun dari mobil dan dengan sedikit berlari langsung menuju ke perumahan, setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih pada dokter Andi.
Tak kuhiraukan dokter Andi yang memandangku dengan keheranan. Aku khawatir ada teman yang melihat, kalau aku berangkat bersama dengan dokter Andi. Nanti bakalan bisa jadi bahan pembicaraan.
Bergegas aku membuka pintu depan perumahan, lalu menuju ke kamar untuk berganti pakaian seragam hari Senin. Setelah rapi, buru-buru aku kembali ke puskesmas, untuk mengikuti apel pagi, yang memang diadakan setiap hari Senin sebelum seluruh karyawan puskesmas memulai aktivitas.
Ketika langkahku sampai di depan jendela kamar, aku seperti melihat sekelebat bayangan di dalam sana. Padahal tadi waktu aku ganti baju, tak ada siapa pun di dalam kamar tidurku.
Sejenak aku menghentikan langkah, kemudian mengintip dari luar, sambil berusaha melihat ke dalam. Namun tak terlihat apa pun, karena jendela kamar tidurku memang tertutup gorden.
Akh … mungkin aku hanya salah lihat saja, aku membatin. Kutepis semua prasangka buruk tentang sosok perempuan dengan wajah menyeramkan yang ada di dalam kamar. Aku lantas bergegas meneruskan langkah menuju ke puskesmas.
***
Tok … tok … tok ….
Terdengar pintu ruangan KIA diketuk, ketika aku sedang menyiapkan beberapa buah buku register. Pasien hari ini lumayan ramai, karena kemarin hari libur. Tak lama berselang, tampak dokter Andi berdiri di depan, setelah pintu dibuka.
"Lu, nanti kamu yang kasih materi penyuluhan ke kader ya, gantiin Bu Fatma. Tadi malam beliau sudah telepon, bilang kalau nggak bisa masuk kerja hari ini," kata dokter Andi, seraya masuk ke ruangan.
Aku menghentikan pekerjaanku.
"Baik, Dok. Nanti akan saya siapkan materinya. Tapi sebelumnya saya mau periksa pasien dulu ya. Kasihan kalau mereka nunggu terlalu lama, sampai saya selesai kasih materi. Kalau gitu biar saya kasih materi-nya terakhir aja nggak apa-apa, Dok."
Dokter Andi terlihat mengernyitkan kening, seraya menatapku. Ada rasa heran di raut wajahnya.
"Kamu kok manggil saya masih 'Dok' aja, Lu?" tanya dokter Andi, setelah beberapa waktu dia menatapku.
"Saya belum terbiasa manggil yang lain, Dok," kataku sambil tersenyum. "Jadi sekarang saya harus panggil apa?" tanyaku.
Dokter Andi lalu duduk di atas bed ginekologi.
"Panggil saya, Abang aja, biar lebih akrab," jawabnya.
Aku mengangguk. "Baiklah. Mulai sekarang saya akan panggil Abang."
"Ya sudah, saya ke ruangan saya dulu. Jangan lupa kalau sudah selesai periksa pasien, kamu langsung ke tempat pertemuan," pesan dokter Andi. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Dia kemudian pergi meninggalkan ruang KIA.
Aku lalu mulai melayani pasien yang datang satu demi satu, setelah dokter Andi keluar dari ruangan. Sekitar pukul 11 siang, semua pasien KIA sudah selesai aku layani. Kemudian aku segera menuju ke tempat pertemuan, seperti pesan dokter Andi, setelah sebelumnya menyiapkan materi yang akan aku bawakan.
Sampai di tempat pertemuan, acara masih berlangsung. Terlihat Pak Udin, juru imunisasi sedang memberikan penyuluhan. Aku lalu duduk di samping dokter Dini, dokter gigi Puskesmas Sukajadi.
Lima menit kemudian, Pak Udin selesai memberikan penyuluhan. Sekarang tiba giliranku yang maju, karena memang tinggal aku sendiri yang belum memberikan penyuluhan. Hingga menjelang waktu zuhur, materi penyuluhan yang aku berikan baru selesai.
Satu per satu para kader tersebut lalu meninggalkan puskesmas, setelah sebelumnya mereka diberikan sejumlah uang untuk transport.
"Lu, Abang mau numpang ke kamar kecil," kata dokter Andi, yang tiba-tiba sudah berdiri di dekatku.
Saat aku dan staf yang lain masih duduk di tempat pertemuan. Tentu saja aku agak terkejut mendengarnya, karena sama sekali tak mengira dokter Andi akan mengatakan hal itu di depan staf puskesmas yang lain. Seketika aku salah tingkah dan wajahku memanas menahan malu.
Apalagi ketika aku melihat dokter Dini dan teman yang lain saling berpandangan. Pasti mereka merasa heran dengan apa yang barusan mereka dengar.
"Lu, kok malah bengong. Abang mau numpang ke kamar kecil. Mana kuncinya?" tanya dokter Andi, mengagetkanku.
"Oh … eh … ini kuncinya, Dok," kataku, sembari menyerahkan kunci pintu depan perumahan. Dokter Andi kemudian berlalu dari hadapan kami.
"Kayaknya ada yang udah jadian nih," kata dokter Dini, sambil senyum-senyum menggodaku.
"Sukurlah … akhirnya dokter Andi ketemu jodoh juga," kata Pak Mamat sembari terkekeh.
"Iya, biar nggak judes terus mukanya kalau udah punya istri," timpal Bu Mega, bendahara puskesmas.
"Jadi kapan mau diresmikan, Mbak Lulu?" tanya Pak Udin.
"Jangan lama-lama, Mbak. Kami siap kok, kalau disuruh jadi panitia. Ya kan teman-teman," kata dokter Dini, masih sambil terkekeh. Diikuti oleh teman yang lain.
Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan mereka.
"Kalian itu pada ngomong apa sih. Kok pada bahas pernikahan."
"Nggak usah malu, Mbak Lulu. Kami semua ini juga dulu pernah muda kok," kata Bu Mega, disambut dengan tawa teman yang lain.
"Bu Lulu maaf, Bu Lulu dipanggil dokter Andi," kata Aris, yang tiba-tiba sudah berdiri di ruang pertemuan.
Sontak hal itu membuat dokter Dini dan teman yang lain kian menggodaku.
"Nah tuh Mbak Lulu, dipanggil Abang Andi," kata Bu Mega seraya terkekeh. Yang lain mengikuti, membuat pipiku makin terasa panas menahan malu oleh godaan mereka.
"Cepat Mbak Lulu, temuin itu Abang Andi-nya. Kasihan loh kalau kelamaan nunggu," timpal dokter Dini sambil senyum-senyum.
"Iya, Bu. Tadi pesan dokter Andi, Bu Lulu suruh cepet ke sana," kata Aris.
"Saya ke rumah dulu ya," pamitku pada teman-teman. Disambut dengan riuh rendah tawa mereka.
Aku segera beranjak dari duduk. Lalu pergi ke perumahan, untuk menemui dokter Andi.
***
Bersambung

Komento sa Aklat (344)

  • avatar
    Pipit Hanyanto

    semangat bikin karya baru lagi...semua karya nya sdh aku baca semua...jempol buat kakak....sukaaaa

    06/01/2022

      1
  • avatar
    LaundryHappy

    alur ceritanya bikin penasaran dan nggak bisa di tebak🤩 suka banget bacanya,,, membuat pingin lanjut baca terus sampai tamat🤗👍👍

    03/01/2022

      0
  • avatar
    Ria Friana

    aku suka crita yg berbau horor, misteri. penuh teka teki, jd waktu baca berasa jedag jedug.. pokok nya keren lah sensasi nya kalau baca cerita model beginian, semangat terus yaa untuk penulisnya. good luck 🤗

    31/12/2021

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata