logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Ada Hikmah di Balik Setiap Kejadian

~Saat ekspetasi tak seindah realita, yang perlu dipersiapkan adalah hati yang ikhlas. Menerima kenyataan terkadang memang pahit. Namun, ada hikmah yang terselip di balik semua itu~
****
Di area taman Graha Sabha Pramana Universitas Yogyakarta, Shanum duduk di bawah rindangnya pohon tanjung. Kemilau lampu taman menghiasi sore hari yang sendu. Dia memandang ke arah lapangan, tampak segelintir mahasiswa sedang jogging di kawasan hijau tersebut. Empat tahun Shanum memendam rasa kepada Haz. Perasaan itu muncul semenjak Shanum kelas dua SMA dan Haz lah yang saat itu menjadi wali kelasnya. Di tahun ketiga Shanum sekolah, Haz menghilang tanpa jejak. Hanya rumor yang beredar di kalangan guru kalau Haz kembali ke Negaranya. Namun, siapa sangka takdir mempertemukan mereka kembali di satu universitas sebagai mahasiswa dan dosen.
Ketika kuncup bunga mulai mekar, badai akhirnya mematahkan ranting dan menggugurkan tiap helai kelopaknya. Harapannya kini sirna tertelan kenyataan pahit. Perasaan yang selama ini dia jaga seketika hancur setelah mengetahui fakta bahwa Haz sudah memiliki calon pendamping. Reina, nama perempuan yang pernah menghinanya di cafe adalah calon istrinya. Melihat wanita yang tampilannya classy dan fashionable itu, nyali Shanum menciut. Apalah dia yang hanya seorang mahasiswa dan waiter di cafe dosennya. Apalah dia yang hanya seorang wanita berstatus sosial rendah.
****
Mobil sport hitam melaju pelan. Rupanya Haz, saat melihat Shanum yang sedang duduk di taman, dia menghentikan mobilnya. Dibukanya pintu mobil tersebut, dengan segera dia menghampiri Shanum.
"Shanum! Shan!" Haz berteriak dari arah belakang Shanum.
Shanum yang sedang melamun seketika terkejut mendengar suara Haz. Dia menengok ke arah belakang. Melihat Haz sedang berjalan menghampirinya, Shanum pergi dan berlari ke arah gedung GSP.
"Shanum! Tunggu!" Haz berteriak, sejenak berhenti, lalu memanggilnya lagi. Namun, Shanum tidak menghiraukan panggilanya.
Dari jarak 500 meter, Gio muncul dengan motor maticnya. Saat melihat Shanum yang berlari ke arah gedung dan Haz yang sedang mengejarnya, Gio meghentikan roda duannya. Dia memperhatikan seperti ada sesuatu yang sedang terjadi.
"Shan!" panggil Gio dari arah kejauhan. Dia melajukan motornya ke arah Shanum dengan kecepatan tinggi. Tepat di depan Shanum, Gio berhenti.
"Astaghfirullahalazim, Gio!" Shanum terbelalak melihat sahabatnya tiba-tiba muncul di depannya. Napasnya tersenggal-senggal.
"Ada apa, sih? Kok lari?" tanya Gio penasaran.
"Eumm .... " Belum selesai dia bicara, Haz datang dari arah belakang Shanum.
"Hey, Shanum!" tegur Haz.
"Pak Haz?" jawab Shanum sambil menyeringai. "Mm-maaf, Pak Haz. Aku terburu-buru," lanjutnya.
"Tunggu, aku cuma mau minta maaf sama kamu soal kejadian kemaren. Please, forgive me, Shan," tegas Haz. Tampak raut wajah bersalah pada dirinya.
"Iii—ya, Pak. Gak papa, kok. Aku baik-baik aja dan udah lupain kejadian kemaren," tuturnya.
"Oh, iya, Pak. Hari ini aku ijin masuk telat ya, Pak. Aku mau salat maghrib di indekos," sambungnya sambil menundukkan kepalanya.
"Ya, never mind, Shan." Haz tersenyum. "Sekali lagi, maaf," tambahnya.
Gio yang hanya diam, mulai mencium gelagat dosennya yang berbeda hari ini. Tidak biasanya Haz berbicara non formal kepada Shanum. Hal aneh pun terlihat dari gerak-gerik sahabatnya. Shanum yang biasanya selalu antusias ketika bertemu Haz, kali ini justru menghindarinya.
"Aku anterin kamu, ya, Shanum." Dosen muda yang hari itu bergaya sporty menawarkan diri untuk mengantar Shanum.
[Apa? Aku? Ga salah Pak Haz bilang gitu kepada Shanum?] decak Gio dalam hatinya.
"Hah? Apa? Oh, gak usah, Pak! Gak usah! A—ku pulang sama Gio. Ya kan, Gio?" Shanum mencubit pinggang sahabatnya.
"Aaaaaa-aduh!" jerit Gio. "Iya, maaf Pak. Kita pamit, ya," seru Gio. Dengan segera, Shanum pun naik dan mereka pergi.
****
Di teras depan rumah kos-kosan Shanum, Gio duduk dan meluruskan kakinya. Helmet yang masih terpasang segera dia lepas dan diletakkan di sampingnya. Shanum pun meminta Gio untuk berdiam diri diri di sana sejenak. "Tunggu ya, aku mau ambilin kamu minum," ucap Shanum.
Gio hanya mengangguk, dipandangnya Shanum yang pergi menuju kamar kosnya. Pikirannya masih penuh dengan pertanyaan yang membuatnya merasa janggal. Ingin segera dia tanyakan kepada Shanum. Kejadian hari itu benar-benar membuatnya aneh. Setelah beberapa menit, Shanum keluar dengan air mineral botol di tangannya. Dia menyerahkan botol minum tersebut kepada Gio, lalu duduk di sampingnya.
"Makasih, ya." Diteguknya sebotol air mineral dan hanya tersisa sedikit saja.
"Aku yang harusnya makasih." Shanum menunduk malu. Wajahnya memerah. Tangannya mengepal.
"Kalau kamu gak lewat barusan, mungkin aku ... ah, entahlah." Dia menghentikan ucapannya. Dihelanya napas dalam-dalam.
"Sebenarnya kamu sama Pak Haz lagi kenapa sih? Tumben kamu menghindar dari dia," ujar Gio.
Shanum yang masih tertegun mulai menampakkan wajah sedihnya. Rautnya bagaikan kertas usang. Air matanya menetes. Tangisnya meledak tanpa mengatakan satu patah katapun.
"Lho, nangis. Shan! Ssssst! Kamu kenapa sih? Tar orang mengira aku ngapa-ngapain kamu," bisik Gio dengan wajah panik. Dia mulai salah tingkah dan memperhatikan sekelilingnya.
"Coba pelan-pelan jelasin sama aku, ada apaan, sih?" seru Gio semakin penasaran.
Setelah beberapa saat diam. Shanum mulai menceritakan kejadian yang dia alami saat di cafe. "Aku harus ngapain, Gio? Aku benar-benar bingung sekarang!" paparnya.
"Wah, wah, keterlaluan itu cewe. Ga bisa diem, nih. Aku harus ngomong sama Pak Haz. Ini penghinaan, Shan!" Gio merasa geram dan tidak terima kalau sahabatnya menerima perlakuan yang tidak mengenakan.
"Ga usah, Gio. Aku gak terlalu marah soal itu, Kok. Aku cuma kecewa sama diriku sendiri," sesalnya.
"Jadi, beneran ya cewe itu calon istri Pak Haz?" tanya Gio, dan Shanum hanya mengangguk sedih.
"Aku kan udah pernah bilang, lupain Pak Haz. Kamu ngarepin dia sepertinya mustahil. Tapi kamu gak dengerin." Gio memang sering mengingatkan Shanum untuk berhenti mengharapkan sesuatu yang tidak pasti dan tidak lagi memimpikan dosennya. Namun, Shanum dengan pendiriannya yang kuat tidak menghiraukan nasihat Gio.
Setelah kejadian yang tidak diharapkan itu, Shanum mulai sadar bahwa yang dikatakan Gio benar. Mungkin selama ini hatinya terlalu dibutakan cinta hingga dia lupa ada yang maha penentu dibalik kuatnya rasa hati. Dia terlalu percaya diri dan terlalu yakin untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Kini, dia mulai belajar ikhlas untuk melepaskan seseorang yang bukan miliknya dan harus siap menghadapi hari-harinya.
"Terus aku harus gimana sekarang? aku gak mau balik ke cafe, tapi aku butuh pekerjaan itu."Shanum masih tertunduk sedih.
"Hadapin, lah. Atau, gini aja. Hari ini kamu tetep masuk kerja. Besok kita bicarakan lagi, aku bantu cari solusinya." Gio mencoba menenangkan hati Shanum. Sebenarnya, Gio merasa kasihan dengan sahabatnya dan merasa geram dengan dosennya. Namun, dia mencoba menenangkan diri supaya Shanum tidak semakin sedih.

Komento sa Aklat (404)

  • avatar
    Xaviera

    Bagus banget nget... ceritanya😍😍

    18/05/2022

      0
  • avatar
    Damaya_29

    Senangnya Shanum bisa ketemu si anu🙈

    17/05/2022

      0
  • avatar
    ishaqlaila

    secangkir teh, secangkir harapan. selalu ada jalan utk rekonsiliasi. mantap

    04/05/2022

      1
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata