logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Our Destiny

Our Destiny

Andrea Wu


Awal Yang Buruk

"Tidak! Ibu, Ayah! Jangan tinggalkan aku, kumohon."
"Kumohon, jangan tinggalkan aku bersama Sean seorang diri."
"Kenapa kalian melakukan itu, kenapa kalian membiarkan aku sendirian, aku tidak bisa merawat Sean seorang diri, Ayah, Ibu!"
Deru napas yang saling memburu juga keringat dingin yang telah membasahi seluruh tubuhnya membuat wanita itu seketika membuka kedua matanya. Wajahnya pucat pasi dengan jantung yang berdegub kencang.
"Mimpi itu lagi," gumamnya. Dia mengambil gelas kaca berisi air putih yang terletak di atas nakas, meneguknya hingga tandas, lalu melirik jam weker yang berada tepat di samping gelas. Sudah beberapa kali dia mengalami mimpi yang sama. Kehilangan sosok kedua orang tuanya memang sempat membuatnya down, dan mengalami trauma.
"Sudah hampir pagi rupanya, kenapa mimpi itu selalu datang kembali, lima tahun sudah aku mencoba melupakannya, namun tetap saja itu akan selalu menjadi bayangan kelam hidupku."
"Bu, cepat buka pintunya! Ibu kenapa?"
Dia baru saja hampir beranjak dari atas ranjang hendak pergi ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya saat suara ketukan pintu di luar kamarnya, dan suara teriakan puteranya membuatnya mengurungkan niatnya.
Ceklek
Wanita itu membuka pintu kamarnya, mendapati wajah panik putera satu-satunya yang dia miliki berdiri di depan pintu kamar miliknya.
"Sean, kenapa kau bangun?"
"Aku mendengar Ibu berteriak, apa yang terjadi padamu, Bu."
Wanita cantik berusia 28 tahun bernama lengkap Clarissa Kim atau akrab dipanggil Clair itu mengusap helaian surai pekat milik puteranya dengan senyum menawan yang selalu ia tampilkan di depan anak semata wayangnya. Anak yang lahir di saat dirinya masih berusia belia.
"Maaf, Ibu hanya bermimpi buruk, tidak apa-apa, jika kau masih mengantuk tidurlah lagi."
Bocah bernama lengkap Sean Kim itu menggelengkan kepalanya. Wajah tampannya menengadah hanya untuk menatap wajah cantik orang yang telah melahirkannya penuh dengan gurat lelah, dan menyimpan beban terlalu banyak yang wanita itu simpan seorang diri.
Sean memang masih berusia 10 tahun. Akan tetapi, bocah itu terlalu peka untuk anak seusianya. Sejak balita anak itu sudah menjadi bahan cemoohan karena dia lahir tanpa seorang ayah dengan status ibunya yang tak pernah menikah. Dulu, dia hanya bisa merengek ingin bertemu dengan ayahnya, dan nenek kakeknya selalu membodohinya dengan ayahnya yang pergi bekerja di tempat yang jauh. Tetapi, sekarang dia mengerti, jika hidup tak sepenuhnya indah seperti yang dirinya kira. Disaat nenek kakeknya memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidup mereka karena tidak tahan dengan hujatan, meninggalkan dirinya bersama ibunya hidup terlunta-lunta.
"Aku sudah tidak ingin tidur lagi, apa hari ini ibu kembali bekerja di perusahaan bernama Park Company? tanyanya.
Seulas senyum terbit di sudut bibir berwarna peach tersebut. "Tentu saja, memangnya kenapa?"
"Tidak ada, hanya saja hari ini ada kegiatan di sekolahku, Bu. Hari ini sekolahku ulang tahun, dan para guru menyuruh untuk membawa Ayah, tapi...."
Bibir Sean seketika terkatup rapat. Anak itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Sungguh miris di saat semua temannya memiliki sosok ayah, sedangkan dirinya ..., ironis sekali bahkan wajah ayahnya saja dia tidak tahu. Ingin sekali bertanya pada ibunya, namun Sean tidak ingin membuat wanita yang telah memperkenalkan dunia itu bersedih, Sean sangat menyayangi ibunya lebih dari apapun.
"Maaf." Hanya itu yang bisa Clair ucapkan.
"Kenapa Ibu minta maaf, bukan salah Ibu. Tidak apa-apa, bagiku memiliki Ibu saja itu sudah cukup, bisakah hari ini Ibu datang," ucapnya penuh harap, dan segera diangguki oleh wanita cantik di hadapannya itu.
"Ibu akan memgatakannya pada Paman Andrew, untuk memintanya mengatakan pada atasan Ibu, jika Ibu izin hari ini, kau senang," ujarnya.
Senyumnya langsung terbit seketika. "Iya, terima kasih, Bu." Sean lantas menghambur ke tubuh ibunya. Clair tahu, puteranya begitu mendambakan sosok seorang ayah. Terpikir dalam benaknya untuk mencari pasangan dan ayah untuk Sean, namun trauma akan ditinggalkan selalu menghantamnya dan takut untuk memulai sebuah hubungan dengan seorang pria.
****
"Andrew, tolong sampaikan pada Nona Kim, jika aku tak bisa berangkat kerja hari ini. Aku harus datang ke sekolah puteraku, tidak apa-apa, kan," ucapnya pada sosok laki-laki tampan yang merupakan tetangga apartemennya sekaligus seseorang yang telah berjasa banyak dalam hidupnya.
Laki-laki muda berwajah tampan yang berdiri di depannya mengangguk setuju. Dia menampilkan senyumnya yang menawan ke arah Clair. Laki-laki itu bernama Andrew, Yoon Andrew. Pria lajang berusia 25 tahun.
"Iya, aku akan mengatakannya pada atasan agar kau diberi izin. Tetapi, aku tidak janji kalau lusa dia mencekikmu," candanya.
Clair berdecak kesal, "Jangan berbicara sembarangan, kau!" Dia memukul lengan Andrew hingga si empunya mengaduh.
"Ampun, Kak. Aku hanya bercanda, kau tahu sendiri 'kan atasan kita sangatlah kejam, tapi aku pasti membantumu. Kau tenang saja, oke," jawabnya santai disertai senyum teduh di atas bibirnya.
"Terima kasih, ya."
"Tidak perlu sungkan, seperti dengan siapa saja. Oh ya aku dengar Ada karyawan baru di kantor menggantikan Ara yang keluar karena ingin menikah."
"Iya, aku juga mendengarnya, semoga dia tidak merepotkan hahaha," candanya.
"Kau benar, tapi yang kudengar karyawan baru yang menggantikan Ara adalah seorang laki-laki." Andrew mengedipkan sebelah matanya, dan berubah dengusan dari bibir wanita itu.
"Aku tahu maksudmu, jangan menggodaku. Aku masih takut untuk menjalin sebuah hubungan."
"Kau jangan seperti itu, Kak. Bagaimana jika dia sangat tampan," godanya sembari menyenggol lengan perempuan bermarga Kim tersebut.
"Kau ini, daripada kau mencarikan aku jodoh, kenapa kau tidak mencari pasangan untuk dirimu saja, huh."
"Aku belum ingin, (karena orang yang aku inginkan ada di depan mataku,)" lanjutnya dalam hati.
"Jangan-jangan kau tidak menyukai wanita." Dia menuduh Andrew sembarangan.
Kali ini Andrew yang mendengus. Bibirnya berdecak sembari mengaitkan kedua lengannya di depan dada. "Ck, kau ini aku masih lurus, ya aku belum ingin saja untuk mencari kekasih, bagaimana kalau  kau saja yang jadi kekasihku," godanya lagi, namun kali ini tersimpan harapan dari ucapannya, agar wanita itu peka dengan perasaannya.
Wanita itu menggelengkan pelan lalu mengusak helaian rambut berwarna hitam milik pria di depannya sembari tersenyum. "Kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri, ada-ada saja, carilah wanita yang baik, jangan seperti ku, bahkan Ayah dan Ibuku memilih meninggalkanku karena malu memiliki anak sepertiku."
"Namun, itukan bukan sepenuhnya salahmu, kau pernah bilang jika...."
"Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya lagi, aku pergi dulu, ingat ya katakan pada atasan, oke."
"Iya, berhati-hatilah."
Clair mengangguk sembari melambai ke arah pria muda tersebut. "Aku pergi dulu, Ndrew."
"Hati-hati, Kak!"
Andrew hanya bisa menatap punggung sempit itu yang kini sudah menghilang dari pandangannya. Clarissa Kim, perempuan yang menanggung banyak luka di hatinya, walau perempuan cantik itu selalu menampilkan senyum, namun Andrew cukup memahami, itu hanya sebuah tameng untuk menutupi hatinya yang rapuh. Mengenal sosok Clair selama 5 tahun, cukup membuatnya mengerti jika hidup wanita itu sudah hancur, namun masih mencoba bertahan walau tertatih.
"Seandainya kau membiarkanku menjadi sandaranmu, Noona."

Komento sa Aklat (9)

  • avatar
    Simpati Telkomsel

    bagus

    14/07/2023

      0
  • avatar
    tedjo pramonofanny

    apa ada kelanjutannya nggak guys

    05/09/2022

      0
  • avatar
    VictoryFery

    bgs

    10/06/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata