logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

bab 5

"Bang!" Tepukan di bahu Arki membuat ia tersadar dari lamunannya.
"Eh_kenapa, Ma?"
"Kamu yang kenapa! Dipanggil nggak nyaut, ngeliatin apa sih di sana?" tanya Mama Sesil yang melihat sikap aneh anak sulungnya.
"Itu tadi Rafael sama siapa?" tanya Arki berusaha mencari tahu maksud kedatangan Bella.
"Oh, itu Bella. Teman sekelas Rafael, mereka  mau belajar bareng katanya! Kamu kenapa tanya temen Rafael? Biasanya biasa aja!"
"Emang tanya dilarang? Ya udah, Arki berangkat lagi, Mam! Wassalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!" 
Arki meninggalkan kediamannya dan bergegas kembali ke kantornya. Hari ini ia hanya pulang untuk mengambil berkas yang lupa ia bawa di kamarnya. Melihat Bella di rumahnya, membuat ia begitu terkejut. Selama ini, ia hanya tahu jika wanita itu sekolah di SMA yang sama dengan sekolah Rafael. Tapi ia belum tahu, jika adiknya itu sekelas dengannya.
Arki sengaja tak menemui Bella setelah kedatangannya ke rumah dua bulan lalu, ia tak ingin wanita itu takut dan Arki memilih membantunya secara diam-diam. Ibu dari Bella ia pekerjakan di rumah lamanya yang jarang ia tempati, ia juga memberinya gaji yang lumayan agar hidupnya lebih berkecukupan.
Bukan Arki tak bertanggung jawab, ia hanya tak ingin gadis itu kecewa dan akhirnya tak bersemangat dalam menghadapi ujian sekolahnya. Ia akan menunggu waktu yang tepat untuk langsung membicarakan permasalahan ini dengannya. 
***
Ujian sekolah telah usai dilaksanakan, Bella dan Nayla sedang menunggu hasil kelulusan sekolahnya.
"Gue deg-degan nih, Dit! Sumpah, takut nggak lulus!" ucap Nayla di samping Radit.
"Tenang, pasti lulus. Kita kan sudah belajar giat bersama. Oh ya, jika kita lulus, adain party yuk di cafe Laguna. Kebetulan itu cafe pamanku," ucap Radit semangat.
"Boleh juga tuh, gimana Bel?" 
"Ah_apa? Gimana?" ucap Bella bingung. Sedari tadi ia hanya memikirkan hal yang sangat  penting. Melihat apa yang akan ia katakan pada orangtuanya tentang kehamilannya, dan bagaimana menghadapi kemarahan ayahnya nanti.
"Ih, kamu malah bengong! Dari tadi nggak dengar kita ngomong?" gerutu Nayla.
"Eh, nggak kok. Aku cuma agak ngelamun dikit, tadi kamu ngomong apa?" tanya Bella lagi.
"Kita habis pengumuman nanti ini, cap cus ke cafe Laguna. Mau nggak?" papar Nayla.
"Oh, liat nanti aja ya!" jawab Bella.
"Dor!" Rafael tiba-tiba datang dari belakang Bella dan mengagetkannya.
"Sudah siap dengerin pengumumannya?" ucap Rafael lantang.
"Memang sudah keluar pengumuman kelulusannya?" tanya Bella.
"Baru tadi. Dan kita … lulus! Yee," teriak Rafael spontan memeluk Bella. Nayla dan Radit saling menatap heran melihat kedekatan Bella dan Rafael ini.
"Kalian pacaran ya?" celetuk Nayla. Bella melepas tangan Rafael dan beralih menghadap dua sahabatnya ini.
"Pacaran? Sama dia? Ogah!" ucap Bella.
"Idih, siapa juga yang mau sama cewek KuSu dan CuPu!" ejek Rafael mencubit pipi Bella.
"Ih, sakit tahu!" sungut Bella memegangi pipinya.
"He he he, maaf, sengaja!" kelakar Rafael.
"Tapi ngomong-ngomong, kalian sepertinya cocok. Kenapa nggak sekalian jadian? Ya nggak, Dit?" Radit mengangguk menyetujui perkataan kekasihnya itu. Bella hanya mendengus dan membuang mukanya pertanda ogah melayani ucapan Nayla.
"Ohya, Bel. Sesuai janjiku dulu, kamu mau aku kabulkan permintaan yang mana nih? Cepat katakan, mumpung aku lagi baik," ungkap Rafael pada Bella.
"Bentar bentar, permintaan? Kalian ngomongin apa sih? Bel, kamu rahasiakan apa dari kita?" tanya Nayla penuh selidik.
"Aku? Nggak nyembunyiin apa-apa. Pas kebetulan saja waktu itu, aku sama Rafael janjian keluar. Nggak ada apa-apa, suer!" ucap Bella berusaha menutupi semuanya.
"Bohong! Raf, kamu ada janjian apa sama Bella?" Rafael hanya menggaruk kepala yang tak gatal dan melirik Bella yang menatapnya dingin.
"Nggak ada, tadi hanya bercanda. Kemarin  nggak sengaja kita janjian ke luar untuk makan bersama. Ngomong-ngomong, yuk kita gabung sama kawan yang lain. Mereka sedang asyik di lapangan." Rafael berlari meninggalkan Nayla, Radit dan Bella. Ia hanya sengaja menghindari tatapan tajam dan pertanyaan aneh dari Nayla dan Bella, duo sahabat yang unik.
Jerit para siswa yang menyuarakan kelulusan mereka membuat seisi sekolah heboh dan berhambur keluar. Ada yang melemparkan cat warna ke tubuh, ada pula yang memainkan musik dan melempar tepung ke wajah para teman yang lain. Tak luput tanda tangan yang dibubuhkan pada baju seragam dan juga kaos kesayangan, sebagai tanda kenangan dari para sahabat satu angkatannya.
Bella memilih tak ikut seperti para sahabatnya di lapangan, ia memilih duduk dan hanya melihat di pojok bangku sekolahnya. Bella melihat tawa Nayla yang sangat bahagia saat berhasil menjahili Radit, tak terasa ia juga ikut tersenyum melihatnya. Bukan ia sengaja tak ikut, tapi kehamilannya yang masih muda sangatlah rentan untuk ia bergerak bebas seperti para sahabatnya.
"Kamu nggak ikut ke sana bermain dan bergabung dengan kedua sahabatmu itu?" tiba-tiba Rafael berada di sampingnya dan ikut duduk bersama Bella.
"Nggak, aku lagi nggak enak badan!" ucap Bella berbohong.
"Kamu sakit?" Rafael melihat wajah muram Bella dan membolak balikan tubuhnya mencari di mana letak yang sakit.
"Apa sih, Ren? Aku mau pulang saja. Aku mau istirahat di rumah," ucap Bella hendak beranjak dari tempat ia duduk. Ia tadi sudah mengecek sendiri pengumuman kelulusan di mading, dan sekarang ia ingin pulang dan istirahat di kamar. Kehamilannya ini, membuat badannya cepat lelah dan mudah sekali mellow.
"Pulang? Katanya mau keluar bareng temen-temen lo? Nggak jadi?" tanya Rafael.
"Enggak, aku mau istirahat aja!" Bella beranjak dan pergi meninggalkan Rafael. Namun, ia berjalan menyusul langkah Bella yang terlihat buru-buru.
"Kenapa sih? Dari tadi muka kamu nggak enak banget? Lagi dapet? Atau lagi diputusin pacar? Atau lagi nggak punya duit? Atau_"
"Aduh … berisik kamu, Raf! Aku ini cuma sedang lelah. Pengin pulang, kenapa kamu jadi kepo begini? Macam dokter saja!" bentak Bella kesal.
"Yah, namanya juga bingung. Ya tanya lah, kan malu bertanya sesat di jalan! Ya nggak? Tapi, kalau lo nggak mau cerita nggak apa. Aku antar kamu pulang saja, gimana?" tawar Rafael.
"Nggak, makasih!" tolak Bella dan terus berjalan sampai ia sudah di depan gerbang. Ia hendak berjalan kaki sampai rumah tanpa memperdulikan ucapan Rafael yang berisik macam radio rusak.
Bella harus bisa menghindari Rafael, ia sangat takut jika harus bertemu dengan Arki. Yang tak lain adalah kakaknya. 
Berjalan menyusuri jalanan, menapak selangkah demi selangkah agar kaki cepat sampai ke rumah. Tapi Bella merasa, ia tak kunjung tiba di rumah. Mungkin jiwanya yang galau, atau hatinya yang sedang tak baik-baik saja.
Bella melihat jam di pergelangan tangannya menunjukan pukul sepuluh. Masih sangat pagi untuknya pulang, tak ada siapapun nanti di rumah. Bella memilih mampir di sebuah taman kecil dipinggir jalan. Kini ia memikirkan hal buntu, haruskah ia pergi? Atau menunggu orang tuanya dan beralasan untuk bekerja di luar kota?
Saat sibuk dengan pertanyaanya sendiri, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Bella yang sedang duduk di sebuah taman kecil melirik sekilas dan kembali menunduk. Memperhatikan kedua kakinya yang masih memakai sepatu hitam dan kaos kaki seragam dari sekolahnya. Ia meneteskan air matanya, ia sedih, ia takut, ia tidak sanggup. Ketika banyak air mata yang lolos, seseorang di depannya memberikan saputangan  membuatnya mendongakkan kepala.
Bella kaget tiba-tiba Arki ada di depannya.
Ia ingin lari dan kabur dari tempat ini tapi ia mencegahnya. 
"Tunggu, aku menemuimu karena ingin meminta maaf! Tolong, berikan saya kesempatan untuk berbicara denganmu!" 
Bella menatap dalam lelaki yang sudah merusak masa depannya, cita-citanya dan juga harapannya. Ia bingung antara mengizinkannya berbicara atau ia memilih pergi. Mengetahui respon Bella yang tampak enggan berbicara dengannya, Arki memilih mendudukan dia di kursi taman lagi.
"Duduklah! Aku hanya ingin berbicara sebentar!" ucap Arki lembut. Bella yang tak tahu harus berbuat apa memilih menuruti perintah Arki, mungkin ini saatnya ia mendengarkan penjelasannya tentang masa kelam itu.
"Nama kamu Bella kan? Saya Arki." Arki mencoba memulai pembicaraan karena sejak tadi Bella hanya diam tak merespon segala ucapannya.
"Ini punyamu?" Arki menunjukan sebuah kalung pemberian Radit saat ia study tour di Jogja dua tahun lalu. Ia masih memakainya sampai sekarang karena ia merasa, Radit benar-benar memiliki rasa yang sama padanya. Namun, ia harus kubur dalam-dalam karena rasa itu telah terbalaskan dengan sangat memilukan. Radit mencintai sahabatnya, bukanlah dirinya.
"Bukan, buang saja!" Bella mengambil kalung itu dan melemparnya ke tempat sampah di sampingnya.
Arki merasa Bella begitu marah padanya, wanita ini terlihat rapuh dan juga benci saat bertemu dengannya kini.
"Maafkan saya, saya lelaki yang sudah sangat jahat padamu. Waktu itu aku khilaf, aku mabuk dan_"
"Sudahlah, tak perlu dibahas!" Bella beranjak dari tempatnya dan hendak pergi meninggalkan Arki. Namun, Arki tak membiarkan kesempatan ini ia buang sia-sia. Ia harus mendapatkan maaf dari Bella tentang perbuatan yang sudah ia lakukan.
"Tunggu!" Arki memegang tangan Bella agar tak pergi darinya sekarang.
"Lepas!" Air mata Bella lolos sudah, ia tak sanggup berlama-lama menatap lelaki di depannya ini.
"Tolong, maafkan saya! Saya akan melakukan apapun agar kamu mau memberi maaf untuk saya. Saya sadar saya salah, tapi_"
"Bang! Bel?" Rafael datang saat kakaknya sedang ingin berbicara pada Bella.
"Bel, kamu kenapa nangis? Kamu kenal Abangku?" ucap Rafael penasaran melihat kakak dan Bella bertemu di taman.
"Raf, antar aku pulang!" pinta Bella tegas. Rafael yang bingung dengan kondisi ini melirik kepada abangnya yang juga menatapnya dalam.
"Kenapa?" tanya Rafael pada Bella.
"Nanti aku jelaskan di rumah, sekarang aku mau pulang," lirih Bella dengan masih terisak.
"Ok, Bang! Aku cabut dulu ya, Abang juga berhutang penjelasan sama aku!" Rafael meninggalkan taman ini bersama Bella. Arki menatap punggung wanita itu yang mulai menjauh dengan tatapan sesalnya. Baru ingin berbicara saja, Bella sudah tampak terluka. Arki jadi semakin merasa bersalah telah mengorbankan gadis kecil yang tak tahu apa-apa untuk ia lampiaskan kemarahannya waktu itu. 
Arki sengaja ingin menemui Bella di sekolah untuk menjemputnya, dan berbicara hal penting ini karena pasti ia sudah mendapatkan pengumuman kelulusannya. Namun, saat di jalan ia melihat Bella. Akhirnya ia menepi dan mengajaknya berbicara. 
Sepertinya, Bella juga belum siap untuk memberinya maaf. Mungkin malam nanti, ia harus segera ke rumah orang tuanya dan membicarakan hal ini pada mereka.

Komento sa Aklat (466)

  • avatar
    RustikaJuju

    suka bngt dengan cerita nya ,menarik ,danbikin kangen lg cerita nya cuma sayang nya 😅😅😅say gk ada kuata😭😥😥

    16/01/2022

      3
  • avatar
    Selly Janting

    semakin lama baca novel ini semakin menarik..setiap kali membaca sepertinya melihat drama ..

    14/01/2022

      3
  • avatar
    DwiTyani

    lanjut Thor... semangat... ceritanya seru, jadi pengen baca trus, lg semangat baca udh end.. ditunggu lanjutan nya... sehat sehat ya... biar bisa lanjut troosss

    13/01/2022

      2
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata