logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Stuck

Stuck

Neng Nurbaini


Wajah yang Dirindukan

Dia disana. Dia berdiri menatap ke arahku. Wajah tampannya tidak banyak berubah, bahkan sekarang lebih tampan dari saat terakhir kali kita bertemu. Wajah yang selalu kurindukan selama lima tahun terakhir. Pandangan mata kami bertemu, dia menatapku...enghh…seperti jenis tatapan rin..du? Tidak, aku pasti salah lihat. Mana mungkin dia menatapku rindu. Aku segera mengalihkan pandanganku, tidak ingin menatapnya terlalu lama, karena aku yakin aku akan jatuh ke dalam pesona mata indahnya itu jika terlalu lama menatapnya.
“Nara?” Aku menolehkan kepalaku ke samping, menatap seseorang yang baru saja memanggil namaku.
“Rafa?” Yang tadi memanggil namaku adalah Rafa. Salah satu Most Wanted Male disekolahku dulu. Biar kuperjelas, saat ini aku sedang berada di acara reuni sekolah SMA-ku. Tadinya aku tidak ingin datang, tapi Vara, sahabatku, memaksaku untuk datang. Padahal dia tahu jelas alasanku tidak ingin datang, tapi dia tetap saja memaksaku datang dengan tampang puppy eyes nya.
“Ini benar lo, Ra? Tambah cantik aja lo.” Rafa menatapku dari atas lalu ke bawah, membuatku risih. Dan perlu diketahui, Rafa ini salah satu playboy yang selalu sukses dalam mendapatkan mangsanya.
“Mata lo rabun kali, dari dulu gue emang udah cantik.” Jawabku sambil tetap memasang wajah datar. Aku kembali mengedarkan pandanganku. Menatap ke sekelilingku, mencari keberadaan seseorang yang tadi berdiri beberapa meter didepanku. Kemana dia?
“Gue serius, Ra. Sekarang lo kelihatan banget dewasanya. Lo nyari siapa sih, Ra?” Ucapan Rafa bagai angin lalu saja untukku. Aku masih mengedarkan pandanganku ke setiap sudut ruangan, mencari dia. Tapi nihil, dia tidak bisa aku temukan. Apa dia sudah pergi? Apa dia pergi karena ada aku di sini?
“Sorry, Raf. Gue duluan, ya.”
***
“Jadiiiii… Lo ketemu dia?” Aku mengangguk, lalu kembali menyesap moccacino latte milikku.
“Terus terus dia nyapa lo? Atau mungkin lo yang nyapa dia? Walaupun kedengarannya itu mustahil banget.”
Aku tertawa miris menimpali pertanyaan Vara, “Dia nggak nyapa gue, gue juga nggak nyapa dia. Lo tahu sendiri itu mustahil. Dia langsung pergi sesaat setelah dia tahu gue ada di sana.”
“Lo serius? Semenjak kepulangan dia ke Indonesia, lo nggak mau ketemu dia. Ini udah lima tahun. Apa lo nggak capek menghindar terus?” Aku mengalihkan pandanganku keluar café. Capek? Tentu saja capek. Tapi kurasa hatiku memang belum siap jika harus bertemu kembali dengannya. Tidak apa-apa menghindar, selagi untuk kebaikan hatiku sendiri.
“Lo tahu sendiri alasan gue menghindar. Dan kayaknya, dia sama sekali nggak nyesel. Karma yang selalu gue harapin kedatangannya malah nggak datang-datang. Dia baik-baik aja tanpa gue, nggak kayak gue yang nggak baik-baik aja tanpa dia. Kasian ya gue?” Aku tertawa hambar.
“Karma nggak bakal datang kalau ditungguin terus. Lo harus bangkit. Jangan menghindar terus kayak gini. Lo harus buktiin ke dia kalau lo juga baik-baik aja tanpa dia, bahkan lebih baik. Lo nggak perlu menghindar lagi tiap kali ketemu dia. Menghindar bukan pilihan bijaksana buat lari dari masalah.” Vara memang benar, tidak ada gunanya lagi aku menghindar. Masalah ada untuk di hadapi, bukan untuk di ajak lari. Setidaknya, meskipun aku belum mampu melupakan, aku dapat menunjukkan bahwa diriku baik-baik saja tanpanya.
“Makasih, lo emang sahabat gue. Makasih banyak selalu ada buat gue. Jadi makin sayang.” Ucapku sambil memeluk Vara dari samping. Vara mencoba melepaskan pelukanku yang memang kelewat erat.
“Lepas, Ra. Lo malu-maluin. Pengunjung lain pada liatin. Lo nggak berubah ketertarikan, kan?” Aku melepaskan pelukanku. Apa maksudnya coba bicara seperti itu? Tentu saja aku masih normal.
“Sialan. Gue masih normal kali.” Aku melirik jam tanganku, “Udah siang, gue musti ke butik. Kalo gitu gue pamit, ya.” Sambungku.
Vara ikut berdiri “Oke, lo hati-hati. Dan jangan lupa bayar moccacino latte yang barusan lo minum, kalo gratis terus, entar café gue bisa bangkrut.” Aku terkekeh lalu menggangguk. Aku berjalan menuju kasir setelah itu kembali melanjutkan langkahku menuju pintu keluar.
Bugh..
Aku meringis. Salah satu tanganku memegang pundakku yang baru saja tertabrak, ralat, aku yang menabrak seseorang. Aku berjongkok untuk mengambil dompetku yang terjatuh. Kepalaku menunduk lalu mengucapkan kata “Maaf’ pada orang yang baru saja kutabrak tanpa melihatnya, setelah itu aku kembali melanjutkan langkahku menuju pintu keluar.
*****
.
"Meski aku terus berusaha menghindar, tak dapat dibohongi bahwa dadaku masih berbedar. Gelenyar kerinduan yang menggebu masih tertuju untuk kamu, seseorang yang seharusnya sudah lama kulupakan."
.

Komento sa Aklat (81)

  • avatar
    Ha KyoLee

    Dilanjut dong kak. Sayang banget kalau digantung. Padahal ceritanya seru, menarik banget dan sangat berbeda sama cerita lainnya😍😍😍. Tetap semangat ya kak buat ngelanjutin ceritanya💪💪💪.

    14/04/2022

      2
  • avatar
    syakirapro

    comel

    22h

      0
  • avatar
    KotongSas

    bagus banget ceritanya

    22d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata