logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Tekad Bulat Farzan

“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon. Orang itu adalah Tante Ayu.”
Perkataan yang diucapkan Nadzifa barusan menyurutkan niat Farzan untuk memasuki ruang perawatan yang baru saja ditinggalkannya beberapa menit lalu. Dia baru saja mendapatkan telepon dari Pak Habib mengenai reschedule jadwal meeting dengan klien. Senyum yang terurai di wajah tampan itu hilang ketika mendengar nama ibunya disebut.
“Mommy?” gumamnya dengan kening berkerut.
Farzan memilih menguping pembicaraan ketiga orang yang ada di dalam ruang perawatan VIP tersebut. Semakin lama ia berdiri di sana, amarah yang dirasakan semakin memuncak. Dia tidak menyangka sang Ibu bisa melakukan tindakan rendah seperti itu, hanya demi seonggok harta.
“Tolong rahasiakan ini dari Farzan ya? Dia pasti marah banget kalau tahu Ayu yang celakai Mas Brandon.” Terdengar suara Arini memohon kepada Nadzifa. “Farzan itu dari kecil udah nggak mau sama Mamanya. Sampai Kakak susah bujuknya ketemu sama Ayu.”
Tubuhnya bergetar hebat ketika menahan tangis. Kasih sayang yang ditunjukkan Arini terhadapnya sangat besar. Namun, bukan sebagai wanita terhadap pria, melainkan kakak yang ingin melindungi adiknya, atau bahkan sebagai seorang ibu.
Farzan masih bergeming di depan pintu dengan telinga masih mendengar percakapan Arini, Brandon dan Nadzifa. Dia tak menyangka calon istrinya menutupi ancaman yang dilontarkan oleh Ayu darinya.
“Aku boleh minta sesuatu nggak, Mas?”
Pria itu kembali mendengarkan pembicaraan di dalam. Kali ini Nadzifa yang berbicara.
“Kenapa?”
“Boleh bujuk Farzan untuk tunda pernikahan dulu? Aku khawatir nanti dia batalin pernikahan, setelah tahu aku yang laporin Tante Ayu ke polisi,” pinta Nadzifa.
Farzan menarik napas dalam-dalam, sebelum muncul di sela pintu. Dia tidak bisa berdiri di depan pintu lagi.
“Pernikahan nggak akan pernah dibatalkan walau wanita itu harus masuk lagi ke penjara,” cetus Farzan melangkah memasuki ruang perawatan. Pandangan netra elang yang memerah itu melihat ekspresi terkejut bukan main dari Nadzifa, Brandon dan Arini.
“Farzan?” gumam Nadzifa.
“Aku nggak mau lagi tunda pernikahan, Zi. Aku nggak mau kehilangan kamu,” lontarnya serius.
Pria itu mengalihkan pandangan kepada Arini dan Brandon yang masih diam. “Mas, Kak. Aku ingin menikah dengan Nadzifa hari ini juga,” tegasnya.
“Kamu yakin, Dek?”
Kepala Farzan bergerak ke atas dan bawah tanpa ragu. Tekadnya sudah bulat. “Aku nggak mau Mommy ngerecokin lagi rencana pernikahanku. Apalagi sampai celakai Mas Brandon.”
Brandon menarik napas berat karena Farzan telah mengetahui semuanya. Sementara Arini memejamkan mata menahan sedih yang menggerogoti hati. Dia tahu persis pria itu pasti terpukul sekarang.
“Kamu nggak harus lakukan ini, Zan,” ujar Nadzifa keberatan, “emang kamu nggak marah kalau aku yang lapor ke polisi?”
Farzan melangkah ke depan, lalu meraih kedua tangan Nadzifa. “Buat apa aku marah, Zi? Kamu nggak salah. Sudah seharusnya penjahat itu dilaporkan.”
Desahan pelan terdengar dari sela bibir Farzan. “Jangan pernah berpikir kayak gitu ya?”
Bibir Nadzifa bergetar mendengar perkataan Farzan. Dia kagum dengan jiwa sportif pria yang akan dinikahinya ini. Meski Ayu adalah ibu kandungnya, tidak membuat Farzan berpihak kepada wanita itu.
“Oke.” Brandon mengalihkan pandangan kepada Arini seraya menyingkirkan selimut yang menutup kaki. “In, tolong sambungkan ke Pak Habib. Aku mau minta tolong carikan penghulu yang available hari ini. Kasihan tuh kebelet.”
“Bran?” tegur Arini melebarkan mata, “kamu ini masih aja bercanda.”
“Kamu nggak lihat tuh, In?” Brandon menyeringai seraya mengerling ke arah Farzan. “Dari tadi nahan diri nggak peluk Nadzifa.”
Farzan langsung menarik tangannya, kemudian menggaruk belakang kepala. Sementara Nadzifa menunduk malu-malu kucing. Arini geleng-geleng kepala mendengar perkataan suaminya.
Pandangan Farzan kembali melihat Brandon. Sorot mata yang tadi penuh amarah, kini berganti sendu ketika membayangkan apa yang telah dilalui kakak tersayangnya itu.
“Aku minta maaf atas perangai jahat Mommy mas,” ucap Farzan menahan sesak.
Andai saja tidak ingin membuat mereka cemas, sekarang ia pasti sudah pergi sejauh-jauhnya dari keluarga Harun. Namun pikiran Farzan tidak sepicik itu. Dia tahu seluruh anggota keluarga sangat sayang dengan dirinya.
“Kamu nggak perlu minta maaf, Zan. Semua kejadian pasti ada hikmahnya.” Brandon merangkul pundak Arini yang duduk di sampingnya. “Inilah hikmah terbesar dari kejadian ini. Iin sembuh. Mas juga nggak kenapa-napa, cuma sempat pingsan aja setelah kecelakaan.”
“Tapi tetap aja Mas sampai—”
“Udah, Zan.” Brandon menggelengkan kepala. “Kamu mau nikah hari ini atau nggak? Mas mau telepon Pak Habib nih, biar bisa cari penghulu buat nikahkan.”
Farzan nyengir mendengar apa yang dikatakan Brandon barusan. Dia menutup rapat bibir sekarang, jika tidak ingin pernikahan ditunda.
“Good. Tetap diam di situ, jangan ngomong lagi,” titah Brandon serius.
Pria itu langsung menelepon Pak Habib untuk mencarikan orang yang akan menikahkan Farzan dan Nadzifa sore ini di kediaman keluarga Harun. Setelahnya ia menghubungi Georgio, agar mengirimkan pakaian yang telah dipesan sebelumnya. Beruntung kebaya yang akan dikenakan ketika akad nikah tertutup, sehingga masih bisa dipakai Nadzifa yang sudah menutup aurat sekarang.
Tak tanggung-tanggung lagi. Brandon juga memesan sebuah kamar di hotel berbintang lima di Jakarta untuk Farzan dan Nadzifa.
“Honeymoon ditunda dulu sampai kesaksian di kantor polisi selesai.” Brandon melihat Farzan dan Nadzifa bergantian.
Keduanya mengangguk paham.
“Kamu semangat banget sih, Bran. Kayak kamu yang mau nikah,” ledek Arini.
Brandon berdecak pelan seraya mengusap puncak kepala istrinya yang tertutup kerudung. “Menikahkan orang yang udah pengin banget nikah itu pahala loh, Sayang. Aku udah banyak dosa, jadi harus nabung pahala yang banyak.”
Arini tergelak mendengar ucapan suaminya. “Mama dan Papa belum dikasih tahu? Nanti kaget loh.”
“Astaghfirullah. Iya, kamu yang telepon dong,” suruh Brandon sambil beringsut ke pinggir tempat tidur.
“Kamu mau ngapain?” tanya Arini sebelum menghubungi mertuanya.
“Siap-siap pulang, In.”
“Pulang?”
“Iya, Farzan mau nikah sore ini, masa aku masih di rumah sakit sih? Nggak keren banget.”
Farzan tersenyum lebar melihat kelakuan suami istri itu. Terutama melihat kondisi Brandon sekarang. Dia benar-benar lega karena pria itu sudah kembali seperti sedia kala. Termasuk dengan perhatiannya yang luar biasa kepada Farzan.
Perlahan tilikan mata elangnya beralih ke arah Nadzifa yang berdiri gugup di samping. Dia meraih daun tangan gadis itu, kemudian digenggam erat.
“Kamu siap, ‘kan?” bisiknya pelan.
“Hah? Siap apa?” Bola mata Nadzifa melebar.
“Aku mau buktikan sama kamu, kalau aku normal,” balasnya pelan di samping telinga wanita yang sebentar lagi menjadi istrinya.
Nadzifa mengalihkan pandangan ke tempat lagi, pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Farzan. Padahal jantungnya sudah meronta-ronta di dalam. Melompat kegirangan, bahagia.
“Ya Allah sampai lupa,” kata Brandon lagi. Dia menoleh kepada Nadzifa. “Coba hubungi om kamu, Nadzifa. Mas sampai lupa sama wali nikah.”
Gadis itu mengangguk pelan. Dia berharap pamannya bisa datang walau hanya untuk menikahkannya.
Farzan melihat Nadzifa keluar dari ruangan dengan senyum mengembang. Dia tidak menyangka akan menikah dadakan seperti ini. Semua memang terjadi di luar rencana. Tapi apapun itu, yang penting bisa menghalalkan gadis yang mampu mengalihkan perasaannya dari Arini.
Bersambung....

Komento sa Aklat (82)

  • avatar
    Yuliana Virgo

    menarik

    31/05/2023

      1
  • avatar
    Joezeus Maria Catalanoto

    leen,novelmu buagus smua nih. nungguin trus novel barumu yg lain. udah ku baca berulang" ttep aja bgus. kok lama bgt gak ada novel bru drimu sih.

    22/12/2022

      1
  • avatar
    Sugiarto

    bgs

    05/12/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata