Teleponku berdering tiba – tiba, saat itu aku hampir pulang karena sudah berkumpul dengan para mandor dan menerima laporan mereka. Ada nomor menelepon. Aku mengangkatnya, dari Mamak? Suara di seberang sana terlihat penting. Apalagi tak biasanya Mamak meneleponku. ”Ada apa Mak? Sepertinya ada...” Belum sempat aku meneruskan kata – kataku. Mamak sudah memotong, ”Cepetan pulang Le, ada masalah besar ini!” Aku langsung gemetar, ada sesuatukah? Apakah terjadi sesuatu pada Mamak atau Bapak? Aku pun langsung pergi dan meninggalkan para Mandor, mereka juga mau pulang. Aku berpamitan pada petugas disana, waktu memang sudah tutup ini sudah habis isya’. Aku langsung pulang segera, aku penasaran ada apa yang terjadi. Aku melewati warung makan Mang Krim dan disana nampak buka. Sepertinya, ada seseorang yang tengah makan disana, aku pun hanya membunyikan klakson pada mang Krimo. Aku buru – buru. Aku melewati warung mang Krimo, bulak dan akhirnya aku melewati rumah tua. Aku tak lagi takut, siang tadi aku sudah mengetahui salah satu hal di dalam sana. Jadi, aku tak lagi takut tentunya. Namun, sekilas saat aku melihat rumah tua itu aku sekilas melihat bayangan yang muncul dari salah satu jendela. Meskipun aku kembali melihatnya, bayangan itu kembali hilang. Bahkan, aku menghentikan motorku namun aku tak melihat apapun lagi. Aku pun membatin, semoga saja bayangan itu hanyalah imajinasiku semata. Aku pun pergi meninggalkan tempat itu dan beralih pulang. Aku buru – buru, ada apa Mamak memanggilku? Itu yang aku pikirkan saat ini. @ @ @ ”Ada apa Mak?” aku pulang dan langsung bertanya pada Mamakku. Mamak mulai tenang dan menyuruhku duduk terlebih dahulu. Tiba – tiba Mamak bercerita soal Nadia. Kenapa Nadia? ”Kamu siang tadi pergi sama Nadia bukan?” Lha, Mamak kan juga tahu dalam hatiku kalau Nadia pergi bersamaku. Kami pamit saat pergi dengan Mamak. ”Lha kan Mamak tadi tahu, Adnan kan juga pamitan.” ”Kamu belum tahu ya, Nadia belum pulang sejak tadi sore.” Aku kaget seketika itu juga, kenapa bisa mendadak begini. Nadia gadis yang tak pernah berani pergi sendiri, apalagi ini sudah habis Isya’, lalu kemana perginya kalau belum kembali. ”Apa pak Kusrin tidak tahu kemana perginya Bu?” Mamak menceritakan kalau tadi sore, Nadia pamit mau ke tempat pak Lurah, di tempat pak Norman. Lalu, sejak itu Nadia belum kembali. Kata pak Norman saat didatangi, Nadia sudah pulang dari sebelum maghrib katanya. Jadi sampai sekarang, Nadia belum pulang sejak dari rumah pak Norman. Aku jadi bingung juga dengan masalah ini, apalagi Mamak khawatir itu gara – gara pertemuanku dengan Nadia juga tadi siang. Mungkin bisa jadi, Nadia ingin melaporkan sesuatu karena terburu – buru saat pamitan mau ke rumah pak Lurah tadi sore. Aku jadi berpikir sejenak kembali, pak Lurah? Pikiranku semakin ruwet, bukankah aku curiga pada pak Lurah soal bantuan jika itu sesuatu yang disembunyikan. Artinya..., Nadia masuk sarang buaya! Ini tidak bisa dibiarkan, malam begini harus mencari Nadia kemana? Oh ya, aku mengeluarkan hanphone, aku menelpon nomor Nadia, sudah aku save. Aku telpon, sekali gagal. Dua kali gagal, tiga kali gagal, sepuluh kali gagal juga. Hanphonenya berdering tapi tidak diangkat. Aku semakin khawatir. Saat aku hendak pergi lagi, beberapa orang bergerombol datang. Mereka adalah? Semua orang 30 orang yang aku janjikan makan – makan malam ini. Mereka rombongan orang yang dulu di bawah divisiku saat aku jadi mandor. Mereka datang benaran saat? Di saat yang tidak tepat. Tapi? Benar juga! ”Semunya, aku butuh bantuan kali ini! Ini penting!” Aku mencoba menjelaskannya, mereka juga sudah tahu kalau Nadia anak pak Kaum Kusrin belum pulang malam – malam begini. Jadi, aku punya sesuatu yang meyakinkanku. Aku minta beberapa orang cek lagi ke rumah Nadia, apakah Nadia sudah pulang. Lalu, beberapa orang aku minta ke rumah pak Lurah dan bertanya sekali lagi, kemana Nadia tadi setelah dari rumah pak Lurah. Sedangkan aku, aku mengajak Jono untuk pergi mencari ke sebuah tempat yang mungkin merupakan tempat dimana Nadia berada jika tak ada dimanapun. ”Tapi, makan malamnya gimana mas Bos? Kan janjinya mau manggang ayam?” Jono kembali berulah sebelum kita semua berpencar dengan tugas masing – masing. ”Oke, kali ini aku minta bantuan kalian semua. Jadi, kalau kalian membantuku semua, maka aku akan manggang kambing deh buat kita semua!” ”Horeeeeee!” Jono berteriak kegirangan, di saat seperti ini? Hadeh! ”Jadi..., saya minta satu hal lagi, setelah satu kelompok ke tempat pak Lurah dan satu kelompok ke tempat pak Kusrin. Kalian kumpul lagi, jika tak ada jawaban, maka kalian langsung datang ke rumah tua tempat peninggalan mbah Pati.” Semuanya kaget mendengar hal itu, mereka jadi terlihat mengkeret nyalinya. ”Memang kenapa di rumah almarhum mbah Pati Le?” Mamak penasaran dan ikut bicara. ”Rumah itu mencurigakan dan digunakan oleh para penjahat, jadi..., saya dan Jono akan duluan kesana untuk menyelidiki.” ”Tapi Bos..!” ”Tapi mas Bos!” ”Tapi mas!” Semuanya agak protes, mungkin mereka agak takut. ”Oke! Aku minta bantuan kali ini dan ini penting. Aku janji akan menyembelih 3 kambing dan kita akan makan bersama nanti!” Ada – ada saja, kenapa ide itu keluar begitu saja dari mulutku. ”Horeeee!” Jono lagi, dia langsung mengangguk tanda setuju. ”Siap!” ”Siap!” tak kusangka, yang lainnya pun demikian dan langsung menangguk setuju. Memang, setan aja kalah dengan makan bersama!
Salamat
Suportahan ang may-akda na magdala sa iyo ng mga magagandang kwento
Gastos 19 diamante
Balanse: 0 brilyante ∣ 0 Mga puntos
Komento sa Aklat (233)
GunawanMia
novelnya cukup baguss... bahasanya ringan dan menghibur..... 👍👍
novelnya cukup baguss... bahasanya ringan dan menghibur..... 👍👍
07/02/2022
6Keren ceritanya
23h
0bagus
10d
0Tingnan Lahat