logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kesucian Yang Hilang

Sekitar pukul delapan malam, Zahra baru tiba di rumah. Terlihat lampu sudah menyala, menandakan Guntur sudah berada di rumah lebih awal darinya. Malas rasanya dia harus bertemu dengan Guntur, wajah dingin dan tatapan sinis yang selalu dia dapatkan dari lelaki itu.
Zahra melangkah masuk ke dalam rumah, menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Baru saja dia menapaki dua anak tangganya, tepukan tangan seseorang yang diikuti dengan suara lantang, seketika menghentikan langkah kakinya.
"Wah, hebat ya, jam segini baru pulang." Ternyata pemilik suara itu adalah Guntur, yang sudah berdiri di belakang tak jauh dari tempat Zahra berpijak.
Zahra langsung membalikkan tubuhnya, melihat langsung ke arah Guntur. Seperti biasa Guntur selalu memasang wajah dingin, tak ada kesan baiknya di mata Zahra.
Terlihat Guntur sudah memakai pakaian rumahnya, berarti sejak tadi dia ada di rumah. Sedangkan Zahra menghabiskan waktunya seharian bersama Meta.
"Terserah aku, itu bukan urusanmu," balas Zahra dengan wajah yang datar. Langsung Zahra membalikkan lagi tubuhnya. Menapaki kembali anak tangga. Sengaja dia tak ingin meladeni perbincangannya dengan Guntur, yang pada akhirnya pasti akan berujung pada sesuatu yang tak mengenakan hatinya.
Sedangkan Guntur yang mendapati Zahra dengan jawaban yang seolah-olah mengabaikan keberadaannya. Guntur langsung menghampiri Zahra, dan menarik paksa tangan Zahra. Hingga Zahra hampir saja terjatuh, jika dia tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
"Lepaskan aku! aku tak punya urusan denganmu." Zahra meronta sembari meringis kesakitan, terlihat pergelangan tangannya memerah, saking kuatnya Guntur mencengkram.
Sedangkan Guntur tidak mengubris perkataan Zahra. Dia terus  menyeret jauh Zahra dan menghempaskannya ke bawah lantai.
"Ingat kamu di sini bukan siapa-siapa. Kamu tak berhak membangkangku. Jika saja kedua orang tuaku tak menyayangimu, sudah kubuang kamu dari rumah ini." Guntur memegang kuat kedua rahang Zahra, hingga wajah Zahra sedikit mendongak ke atas.
"Cih, aku juga tak sudi tinggal di rumah neraka ini. Cepat katakan apa maumu!" Zahra berdecak sebal, jijik melihat wajah suaminya yang bertopengkan wajah malaikat itu, yang diikuti dengan suaran rintihannya, karena menahan rasa sakit akibat kerasnya cengkraman tangan Guntur.
"Aku hanya mengingatkamu, dua hari lagi aku akan menikah dengan Luna, dan sehabis menikah akan kubawa dia ke rumah ini. Jadi bersikaplah baik kepadanya, karena dia yang akan menjadi ratu di rumah ini," jawab Guntur dengan tatapan matanya yang begitu menghunus.
"Jika kamu ingin menikah dengannya, menikahlah! aku tak akan mencampuri urusan hidupmu." Suara Zahra bergetar, dengan air mata yang mulai meleleh di pipinya. Perkataan dan sikap Guntur membuat dadanya terasa sesak. Sakit di hatinya begitu terasa berkali-kali lipat dari sebelumnya.
"Baguslah kalau begitu, jadi aku tak harus repot-repot meminta persetujuanmu. Dan satu hal lagi aku tak akan pernah menanggung biaya hidupmu. Hiduplah dengan caramu sendiri." Guntur melepaskan cengkraman tangannya dari kedua rahang Zahra. Senyum menyeringai pun terlihat dari sudut bibirnya. Sungguh di hatinya tak punya rasa iba sedikit pun kepada Zahra. Hatinya sudah tertutup oleh manisnya cinta Luna.
Zahra tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya deraian air mata yang mewakili perasaannya saat ini, betapa hatinya terluka. Bagaimana dia akan mengikuti apa yang dikatakan Meta. Belum memulai apa pun, hatinya sudah terluka. Mungkin dia tak akan pernah sanggup untuk mengikuti apa yang dikatakan Meta.
Dengan santainya dia beranjak, dan berlalu dari hadapan Zahra.
"Tunggu sebentar!" Di sela isak tangisnya, Zahra memaksakan diri untuk berucap kembali.
Guntur menghentikan langkahnya, dan langsung menoleh ke arah Zahra yang masih dalam posisinya.
"Ada apa lagi? apa kamu ingin melakukan penawaran lagi denganku," tanya Guntur sinis.
"Biarkan aku bekerja, setidaknya berikan aku kebebasan dalam menjalani kehidupanku sendiri. Aku tinggal di sini bukan karena aku mempertahankanmu, melainkan aku tak ingin membuat kedua orang tuaku malu," ucap Zahra lemah.
"Itu lebih bagus untukmu. Bekerjalah sesuka hatimu!" Guntur tersenyum meremehkan. Kembali dia melanjutkan langkahnya. Ternyata ruang kerja yang menjadi tujuannya.
Sepeninggal Guntur, Zahra bangkit dari posisinya. Dengan langkah gontai dia melangkah berjalan menuju ke arah kamar.
Zahra langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kedua matanya menerawang ke langit-langit kamar, mengingat kembali perkataan Guntur yang dua hari lagi akan menikah dengan Luna, dan tinggal seatap dengannya.
Zahra menghembuskan nafas beratnya, mengeluarkan segala beban di hatinya. Tak bisa dibayangkan, apa jadinya satu suami beristrikan dua istri, yang tinggal satu atap? memikirkannya saja membuat hati Zahra terasa perih. Apalagi nanti bila waktunya sudah tiba. Sudah bisa dipastikan hidup Zahra seperti di neraka.
Tak mau memikirkannya terlalu berlarut-larut. Zahra langsung bangkit dari tidurnya dan bergegas mengganti pakaiannya. Atasan tanpa lengan dan celana pendek yang memperlihatkan pahanya yang putih, itulah kesukaan pakaian yang dia kenakan saat tidur.
Zahra kembali merebahkan tubuhnya  dan mulai tertidur tanpa mengenakan selimut.
Sedangkan Guntur saat ini sedang asyik memandang layar laptopnya. Berkutat dengan beberapa pekerjaan, membuat sejenak dia lupa akan cintanya kepada Luna dan kebenciannya kepada Zahra.
Kurang lebih dua jam dia berada di dalam ruangan kerjanya. Membuat tubuh Guntur terasa lemah, karena semenjak pulang dari kantor, dia belum memasukkan apa pun ke dalam perutnya. Bergegas dia beranjak dan melangkah ke arah dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dia makan. Namun nihil Guntur tak menemukan makanan apa pun.
Guntur tersadar, jika selama ini dia dan Zahra hidup secara masing-masing. Jadi tak mungkin Zahra akan menyiapkan makanan untuknya.
Guntur menengadahkan wajahnya ke lantai dua, tepatnya ke arah kamar Zahra. Terbesit dalam benaknya untuk menyuruh Zahra menyediakan makanan untuknya. Rasa lapar di perutnya mengalahkan rasa gengsinya. Dia akan menggunakan kekuasaan sebagai tuan rumah untuk memerintah Zahra.
Cepat Guntur melangkah menuju kamar Zahra. Sesampai di ambang pintu tanpa ragu lagi, dia langsung membuka kamar Zahra.
Betapa terkejutnya Guntur, melihat pemandangan yang begitu menggoda naluri kelelakiannya. Paha yang putih dan mulus terpampang jelas di hadapannya. Dalam keadaan tidak sadar dia terus melangkah ke arah Zahra.
Guntur memandang lekuk tubuh Zahra tanpa berkedip. Jarang sekali dia mendapati Zahra dalam keadaan seperti itu. Semenjak dia menjadi suaminya Zahra, tak pernah sekali pun dia menyentuh tubuh Zahra apalagi berhubungan intim.
Muncul di benak Guntur untuk meminta haknya sebagai suami. Meskipun tidak ada rasa cinta untuk Zahra, tapi dia juga lelaki normal yang tak menutup kemungkinan akan ada rasa gairah bila berdekatan dengan seorang perempuan.
Zahra mulai merasakan ada sesuatu yang menindih tubuhnya dari atas. Perlahan dia membuka matanya. Meskipun pandangannya masih buram, tapi dia bisa menyadari jika Guntur sedang berada di atas tubuhnya.
"Apa yang kamu lakukan kepadaku?" Zahra terkejut bukan main. Dengan spontan dia langsung mendorong tubuh Guntur ke belakang.
Guntur yang menyadari Zahra sudah mendorong tubuhnya. Langsung dia kembali mendekap tubuh Zahra dalam rengkuhan tubuhnya. Nafsu birahi Guntur seakan terpacu begitu saja.
"Diam! aku berhak melakukannya, karena aku ini suamimu," bentak Guntur, dengan kasar dia meluapkan segala hasratnya kepada Zahra.
"Aku mohon lepaskan aku! jangan lakukan ini! Kamu boleh menikahi Luna, tapi aku mohon jangan ambil kesucianku." Zahra terus meronta, tapi kekuatannya tak bisa menyeimbangi kekuatan Guntur. Perlawanannya sia-sia saja, tak bisa menghentikan aksi suaminya tersebut.
"Kamu boneka pernikahanku, jadi aku bebas melakukan apa pun yang aku mau. Dan itu salahmu sendiri. Kenapa kamu masuk dalam kehidupanku?" ucap Guntur dengan nafasnya yang terus memburu. Dia mematikan semua pergerakan Zahra, hingga tak ada perlawanan lagi kepadanya.
Malam berbalut birahi pun berlangsung lama. Antara tangisan dan nafsu itulah yang terjadi.
Zahra menatap nanar punggung Guntur yang berlalu dari hadapannya. Suara pintu dibanting keras, terdengar menggema di kamar Zahra. Kini tinggallah Zahra seorang diri, menangis sesenggukkan, meratapi nasib dirinya yang begitu menyedihkan.
"Biadab! aku tak akan memaafkanmu," gumam Zahra lirih. Dia meringkuk sembari menangis sesenggukkan.
Kesucian Zahra teluh direngut oleh suaminya sendiri, dan itu merupakan malapetaka untuk kehidupannya. Kehormatan yang sudah dia jaga selama 25 tahun lamanya, kini telah hilang dalam hitungan jam.
Mungkin bagi perempuan lain yang telah berstatuskan seorang istri, bisa memberikan kesucian kepada suaminya sendiri adalah suatu kebahagiaan yang tiada tara. Akan tetapi berbeda dengan Zahra, suaminya ibarat lelaki jalang yang sudah menodai kesuciannya.

Komento sa Aklat (153)

  • avatar
    Ernaa RM

    kisah cinta yang romantis walaupun ada duri di dalamnya

    10/05/2022

      0
  • avatar
    Arif Hidayatullah

    👍👍👍👍

    15d

      0
  • avatar
    123Zikri

    yang bagus

    29/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata