logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 26

Ayana menunggu Argatha di depan gerbang sekolah. Ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul lima belas.
“Pulang sama siapa?” tanya seseorang.
Ayana mengangkat kepalanya, melihat orang tersebut. “Pulang sama Argatha.”
“Arken baru mau pulang?” tanya Ayana basa-basi.
“Iya,” jawab Arken.
“Tadinya gue mau ngajak lo ke suatu tempat, tapi lo malah mau bareng Argatha,” tambah Arken.
“Maaf ya Arken. Ayana nggak bisa.”
“Iya, nggak apa-apa, lain kali aja.”
Tin…!
Argatha sengaja menyalakan klakson, bermaksud agar Arken segera pergi dan meninggalkan Ayana.
“Gue duluan ya, Ay.”
“Iya Arken, hati-hati.” Ayana melambaikan tangannya sembari tersenyum.
“Harus banget ya ngelambaiin tangan sambil senyum gitu?” tanya Argatha ketika sudah berada di depan Ayana.
“Argatha cemburu?”
“Nggak.”
Ayana menahan senyumnya, lalu memukul Argatha pelan. “Kalau Argatha cemburu tuh bilang aja, jangan gengsi gitu,” goda Ayana.
°°°°°
Argatha menghentikan motornya di depan sebuah toko bunga.
“Turun.”
“Ngapain?”
“Turun.”
Ayana menurut, ia turun dan melepaskan helm.
“Mau bunga yang mana?”
“Hah?”
“Arken aja ngasih lo cokelat, masa gue nggak ngasih apa-apa,” ucap Argatha.
“Jadi Argatha mau ngasih Ayana bunga?”
“Iya. Tapi, gue nggak tahu bunga apa yang cewek suka, jadi lo pilih sendiri aja ya,” jelas Argatha.
Ayana mengembangkan kedua sudut bibirnya. Argatha memanglah cowok yang sangat unik.
“Kok lo malah senyum?” tanya Argatha.
“Pilih,” suruh Argatha.
Ayana menggelengkan kepalanya.
“Lo nggak suka bunga?”
“Suka. Tapi, maunya Argatha yang pilihin.”
Argatha menarik napasnya panjang. Kedua sorot matanya melihat beberapa bunga yang berada di sekelilingnya. Otaknya berpikir keras, bahkan ia searching di internet untuk memilih bunga untuk gadisnya.
“Argatha nggak mau pilihin ya?”
“Mau kok.”
Argatha berjalan menuju penjual bunga. Salah satu caranya adalah bertanya.
“Ada yang bisa dibantu?”
“Saya mau ngasih bunga buat pacar saya, kira-kira bunga yang bagus bunga apa ya mba?” tanya Argatha polos.
Ayana yang berada tak jauh dari Argatha menahan tawanya.
“Ini aja mas, bunga mawar. Melambangkan cinta,” ucap penjual sembari menunjukkan rangkaian bunga mawar.
“Emang nggak ada bunga lain yang melambangkan cinta?” tanya Argatha.
“Ada sih. Cuma saran saya sih bunga mawar aja, soalnya itu bunga kesukaan saya,” jawab si penjual.
“Saya mau beli buat pacar saya, bukan buat mba,” ucap Argatha.
Ayana mendekati Argatha, ia terkekeh pelan. Tawanya sudah tidak bisa ditahan lagi.
“Bunganya cantik.”
“Lo suka?”
“Suka.”
“Yaudah mba, bunga mawar aja.”
“Oke mas ganteng.”
°°°°°
Argatha dan Ayana sudah keluar dari toko bunga tersebut.
Ayana sangat senang dibelikan bunga oleh sang pacar. “Argatha, makasih ya. Ayana senang banget,” ucap Ayana sembari menikmati harumnya bunga.
“Sama-sama,” sahut Argatha sembari mengacak-acak pucuk rambut Ayana gemas.
“Argatha, boleh tanya sesuatu nggak?”
“Apa?”
“Papanya Argatha pasti ganteng ya?”
“Kenapa emangnya?”
“Anaknya ganteng banget soalnya,” jelas Ayana sembari mencolek hidung Argatha.
“Argatha ganteng, bismillah dapat papanya,” goda Ayana.
Argatha tersenyum. “Wah, lo nggak boleh ketemu nih sama papa.”
“Hah? Kenapa?” tanya Ayana terkejut.
“Takut lo suka sama papa,” jawab Argatha.
Ayana terkekeh pelan. “Argatha bisa aja, jadi pengin ketemu sama papanya Argatha.”
“Nanti ya, kalau papa gue udah balik ke Indonesia pasti gue kenalin.”
“Emang papanya Argatha dimana?” tanya Ayana.
“Korea.”
Kedua mata Ayana terbelalak, mulutnya terbuka dengan sempurna. “Wah, daebak.”
“Papanya Argatha debut di korea?”
Argatha menghela napasnya. Ia sudah mulai terbiasa dengan Ayana yang terkadang nyeleneh. “Papa gue kerja di salah satu perusahaan di Korea, bukan lagi main sama Exo.”
“Kirain papanya Argatha mau debut jadi idol,” ucap Ayana dengan polos.
°°°°°
Ayana dan Argatha menghabiskan waktu bersama hari ini dengan mengelilingi Jakarta dengan menaiki motor.
Bisa dibayangkan gimana rasanya menghabiskan waktu bersama dengan orang yang disuka keliling Jakarta?
Senyum Ayana terus terlukis di bibir tipisnya. Argatha pun tak henti-hentinya untuk mencuri pandangan lewat spion.
“Argatha kok spionnya dihadapin ke Ayana sih?” Kenapa nggak dihadapin ke jalanan aja?” tanya Ayana.
“Spion kanan buat lihat jalan, kalau spion kiri buat lihat bidadari.”
Ayana menahan senyumnya, ia yakin pasti Argatha melihat pipi Ayana yang berubah menjadi kemerahan.
“Argatha senang nggak keliling kota kayak gini sama Ayana?” tanya Ayana mengalihkan pembicaraan agar tidak terlihat salah tingkah.
“Senang banget,” jawab Argatha dingin.
Senyum di bibir Ayana sedikit memudar saat mendengar nada bicara Argatha yang dingin, padahal beberapa detik lagi, Argatha membuat Ayana terbang di udara.
“Kok dingin gitu sih? Argatha terpaksa ya?”
Argatha menarik napasnya, kembali melihat Ayana melalui spion. Perlahan kedua sudut bibirnya mengembang.
“HARI INI GUE SENENG BANGET,” ucap Argatha dengan keras.
Beberapa pengendara motor yang yang berada tidak jauh dari Argatha sedikit terkejut, bahkan beberapa dari mereka melihat Argatha dengan kebingungan.
Ayana memukul pundak Argatha pelan. “Ih, Argatha jangan keras-keras gitu. Tuh, dilihatin orang-orang.”
“Gue sama sekali nggak terpaksa, Ay. Gue senang banget bisa kayak gini sama lo.”
Ayana tersenyum dengan sangat lebar, andai kupu-kupu di hatinya bisa terlihat, pasti kupu-kupu itu sudah berterbangan memenuhi langit sore ini.

Komento sa Aklat (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    9d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    15d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata