logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

8. Berbalas Pesan

Sejenak Brian tertegun saat mencuci piring bekas makannya.
"Apa Mama keberatan jika aku menikah?" gumam Brian.
Namun, ia cepat menepis pikirannya itu. Brian yakin mamanya akan setuju jika telah melihat Icha.
Mengingat Icha Brian kembali tersenyum, hubungannya dengan sang gadis belum juga dimulai. Namun, ia telah jauh berpikir tentang pernikahan. Brian geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
Ia bergegas menyelesaikan mencuci piringnya. Tak banyak hanya beberapa buah saja.
Brian kembali ke kamar dan melakukan kebiasaannya sepulang bekerja. Mandi kemudian sholat Isya.
Namun, ada rutinitas baru yang akan ia jadwalkan mulai sekarang. Menyapa Icha sebelum tidur.
"Yah, apa salahnya usaha," ucap Brian senyum-senyum sendiri.
[Assalamualaikum, Icha. Save, ya. Ini nomer saya. -Brian.]
Brian menekan tombol sent pada layar ponselnya. Ia sangat berharap Icha belum tidur dan membalas pesannya.
Sedetik, dua detik Brian sabar menunggu balasan.
Satu menit, dua menit, hingga sepuluh menit tak ada balasan Brian mulai gelisah.
"Apa sudah tidur?" Brian bertanya pada dirinya sendiri.
"Tapi masa sudah tidur," gumam Brian saat dilihatnya waktu baru menunjukkan pukul delapan malam.
Brian yang terbiasa tidur di atas pukul sembilan malam sangsi jika Icha sudah tidur jam saat itu. Namun, hatinya ragu karena pesannya tak kunjung berubah menjadi warna biru. Hanya centang dua berwarna abu-abu.
Rasa lelah Brian hilang, berganti dengan rasa kesal. Ia yakin semalaman ini ia tak akan dapat tidur dengan tenang sebelum pesannya dibalas.
Sekali lagi ia lihat ponsel. Masih berwarna abu-abu.
Brian kesal bukan main. Pikirannya menjadi berburuk sangka pada Icha.
"Gadis sombong, balas pesanku saja tidak mau," rutuk Brian.
Entah kenapa saat ini ia merasa begitu kesal. Rasanya ingin langsung saja ditelepon gadis itu. Namun, Brian masih menahan gengsi.
Ting!
Sebuah bunyi penanda pesan masuk ke luar dari ponselnya. Cepat Brian menyambar ponsel yang tadi ia lempar ke atas kasur karena kesal.
[Ok]
Ketik Brian singkat. Ia kesal ternyata itu bukan pesan balasan dari Icha. Melainkan pesan dari sekretarisnya, Liana, yang mengingatkan jadwal untuk besok.
Brian melihat jam di ponselnya. Waktu menunjukkan pukul 20. 30. Ini berarti sudah tiga puluh menit ia menunggu.
Dengan hati kesal, ia merebahkan diri di atas kasur. Brian mencoba memejamkan matanya. Namun, lagi-lagi wajah Icha yang muncul.
"Yang benar saja. Kenapa kamu terus muncul. Bagiamana aku bisa tidur," rutuk Brian.
Ia memutuskan mengambil ponsel dan memutar film diponselnya. Brian berharap, ia dapat tiba-tiba tertidur saat menonton film nanti.
Ting!
Penanda pesan masuk berbunyi kembali.
Dengan malas Brian membuka aplikasi berwarna hijau dengan gambar gagang telepon berwarna putih.
Brian sangat bersemangat ketika melihat siapa yang mengirim pesan. Ah, penantiannya tak sia-sia. Sang pujaan hati membalas pesannya.
[Waalaikumussalam, Mas. Iya, saya save, ya, Mas.]
Begitu bunyi balasan dari Icha.
Dengan kecepatan kilat Brian tak mau menyia-nyiakan momen ini.
[Belum tidur, Cha?]
Ketik Brian singkat. Padahal banyak sekali yang ingin ia katakan pada gadis itu. Namun, ia harus menahan diri.
[Belum, Mas]
Brian gemas karena balasan dari gadis yang ada dalam pikirannya setiap malam itu hanya membalas dengan singkat.
[Mas belum tidur?]
Brian senang akhirnya ada jalan agar obrolannya berlanjut.
[Belum, Cha. Kangen, nih]
Brian tanpa sadar mengetik pesan tersebut. Namun, ia hapus kembali.
[Belum, Cha. Sedang banyak kerjaan, nih]
Akhirnya balasan itu yang Brian kirim.
[Oh, ya sudah. Selesaikan dulu aja, Mas.]
Brian menghela napas panjang saat dibalas seperti itu. Alasan banyak pekerjaan ternyata bukan pilihan tepat jika kamu ingin melanjutkan obrolan.
"Aku harus balas apa?" gumam Brian. Ia mengacak rambutnya sendiri.
[Tapi sekarang sedang istirahat, sih. Nyantai aja😁]
Entah otaknya mendadak menjadi beku dan mendadak menjadi encer dalam waktu sekejap jika ia sedang berurusan dengan Icha.
[Aku takut ganggu Mas Brian]
Balas Icha. Cepat Brian mengetik sesuatu.
[Gak kok. Tenang aja. Aku juga sudah pusing. Biar besok saja kerjaan diselesaikan.]
Brian berusaha mengalihkan pembicaraan masalah kerjaan dengan Icha.
[Wah, Mas Brian pusing. Sudah minum obat?]
Balas Icha. Brian menggaruk kepalanya yang tak gatal. Salah lagi.
[Gak terlalu kok. Istirahat sebentar juga sembuh. Icha sedang apa?]
Ia gemas sekaligus heran. Apa semua perempuan seperti itu.
[Mas Brian istirahat dulu. Icha takut pusingnya bertambah parah. Icha gak sedang ngapa-ngapain, kok]
Brian menggigit bantal.
"Malah disuruh istirahat. Pusingku karenamu, Cha," gumam Brian gemas. Tapi ia senang, Icha khawatir dengan keadaannya.
"Ah, gak usah bahas pusing lagi. Jadi pusing beneran," ucap Brian.
[Temenin mas Brian ngobrol bentar, ya, Cha]
Balas Brian mulai berani.
[Ngobrol apa, Mas?]
Polos, Icha membalas pesan Brian.
[Apa aja, boleh, kan?]
[Icha kuliah di mana?]
[Fakultas apa? Jurusan apa?]
[Sekarang sudah semester berapa?]
Balas Brian. Tak sabar.
[Boleh, Mas]
[Icha kuliah di Universitas Matahari]
[Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Jurusan Matematika]
[Nanti tahun ajaran baru Icha semester tujuh, Mas]
Balas Icha, singkat padat dan jelas. Sesuai dengan pertanyaan Brian.
Brian tak putus asa. Ia terus bertanya pada Icha memancing agar gadis itu membalas pesannya.
Merasa nyaman dengan obrolan mereka. Brian merasa sangat mengantuk, tak sengaja ia tertidur. Pesan dari Icha tak sempat ia balas.
[Mas Brian sudah tidur, ya. Selamat malam, Mas.]
Pesan terakhir Icha, karena Brian tak kunjung membalas pesan.
***
Icha menepuk bantal di atas ranjangnya. Ia bergegas untuk tidur setelah pesan terakhir dengan Brian tak dibalas.
Ia tak menyangka jika Brian akan mengirim pesan padanya. Sampai-sampai mereka mengobrol panjang lebar menggunakan aplikasi berwarna hijau itu.
Ada rasa senang dan nyaman ketika Icha mengobrol dengan Brian. Namun, ia masih takut menyimpulkan jika Brian tertarik padanya. Icha takut kecewa. Ia pun sadar diri.
Icha sadar seorang Brian pasti diidamkan oleh banyak perempuan. Termasuk dirinya. Namun, untuk berharap agar perasaannya terbalas Icha tak berani. Ia takut sakit.
Ketika berbalas pesan tadi, sebenarnya Icha ingin bertanya lebih jauh tentang Brian. Tentang sikapnya hari ini. Namun, ia takut kecewa dengan jawaban Brian.
Icha juga terus memegang nasehat ibunya. Agar tidak menjadi perempuan yang gampangan. Gampang terbujuk rayu, gampang menyerahkan hati, apalagi menyerahkan mahkotanya.
Oleh karena itu, ia hanya menjawab pesan Brian dengan singkat. Ia mencoba menahan diri agar tak terlalu larut. Gadis itu mengakui, ia telah terjatuh pada pesona Brian sejak mengantarnya tadi. Ia tahu Brian sengaja menunggunya selesai bekerja untuk pulang bersamanya.
Tapi logikanya masih menolak. Seorang Brian tak mungkin suka pada gadis sepertinya. Icha pun merasa tak pantas jika harus bersanding dengan Brian. Ia yakin, Brian hanya menjadikannya sebagai pengusir sepi dikala suntuk.

Komento sa Aklat (46)

  • avatar
    GonjangAnton

    ok makasihh

    30/06

      0
  • avatar
    SanjayaKelvin

    bagus

    14/06

      0
  • avatar
    ATIKAH llvuidt ihjkugjv Bg ti ii OKNURUL

    best

    11/05

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata