logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

11. Akhirnya, terungkap sudah!

”Spontanitas? Jadi maksudmu kau risih bila aku memelukmu?” 
”Tidak. Bukan itu maksudku.”
”Lalu apa? Kau tahu itu melukai perasaanku. Kau mendorongku seolah-olah aku ini semacam kotoran saja.” Kimberley membuang pandangannya ke sudut ruangan.
Will menghela napas, ia merasa bersalah telah mendorong gadis manja itu. Ia tahu betul, jika Kimberley tidak mau menatap wajahnya artinya gadis itu sangat membencinya. Tidak ada pilihan lain bagi Will. Meminta maaf pun, toh gadis itu tidak akan menolerir penyesalan Will. 
'Mungkin ini sudah saatnya aku memberitahu tentang phobiaku.' Will bergumam.
Will berjalan mendekati tempat duduk Kimberley dan duduk di sampingnya. 
”Kim, sebenarnya..” Will terdiam sejenak, ia masih ragu untuk mengungkapkan penyakitnya. ”Kau tahu kan, sejak kecil aku begitu membenci Ibu dan Ayahku. Aku beruntung di saat aku terpuruk ada kau yang menemani aku.”
Kimberley mulai memperhatikan will dengan wajah serius. Tapi, tetap mempertahankan tekadnya. 
”Entah mengapa kenangan buruk saat ibu meninggalkanku, selalu terekam dalam benakku.” 
”Ya, aku tahu. Tapi apa hubungannya dengan kau mendorong aku, Will?” Suara Kimberley meninggi dan bola matanya membulat lebar.
Sebastian tiba-tiba datang membawa nampan yang di atasnya ada sepoci teh chamomile dan dua buah cangkir keramik. Kemudian ia menyuguhkan teh itu kepada Kimberley dan Will. Saat Will mengambil cangkir itu, ia hirup sebentar aroma yang mencuat dari teh. 
”Chamomile? Bukankah sudah terlalu malam untuk menikmati secangkir Chamomile?” Will menatap Sebastian sembari ia sesap teh itu.
Sebastian sedikit tersenyum dan membungkuk.
”Ya, anda benar Tuan. Chamomile cocok diminum di pagi hari. Tapi, karena saya lihat anda dan nona Kim sedang bersitegang, teh Chamomile sangat ampuh untuk menenangkan hati dan pikiran. Maaf jika saya terlalu lancang, Tuan.” Sebastian membungkuk, ia berharap Will tidak memarahinya.
Will menaikan sedikit bahunya dan mengernyitkan alisnya. Ada jeda sedetik di antara mereka.
”Hmm, kau boleh pergi.” Ujar Will datar tanpa menoleh.
Sebastian pamit undur diri. Kemudian Will melirik Kimberley yang sedari tadi memelototinya. Cangkir keramik itu ia letakkan kembali ke atas meja. Sebelum Will berbicara ia sempat berdehem sekedar memecah tembok amarah Kimberley yang membentang di antara mereka.
”Memori saat ibu mencampakkan aku berhasil membuatku takut untuk berhubungan dengan wanita. Aku takut mengalami penolakan saat seperti dulu. Rasanya sangat menyakitkan. Ibu yang seharusnya menyayangiku dan merawatku. Tapi ia memilih pria itu. Semuanya palsu, ketika ia dihadapkan dengan harta, lupa bahwa ia memiliki anak. Aku membenci wanita itu.” Papar Will dengan mata yang mulai berair dan penuh amarah.
Setiap mengingat tentang ibunya, hatinya selalu terbakar. Ia masih mengingat jelas, saat di sekolah dulu, teman-teman sebayanya selalu memperolok dirinya yang tidak memiliki ibu. Bahkan dulu julukannya adalah si anak nakal yang ditinggal ibunya. 
Tentu saja, ia tumbuh menjadi anak yang sedikit membangkang. Terlebih kepada Ayahnya, Hans Greyson. Meskipun ia tahu itu bukan sepenuhnya kesalahan sang ayah, tapi satu hal yang ia tahu, kebangkrutannya turut andil dalam kepergian ibunya.
Kini pria itu hampir menangis mengenang kembali kisah itu. Bukan kepergian Ibunya, tapi kematian Ayahnya yang paling memilukan dalam hidupnya. Bagaimana tidak, semasa Ayahnya hidup, ia tidak pernah bersikap baik. Yah, penyesalan selalu datang belakangan. Sejak Ayahnya meninggal, ia menumpahkan semua kebencian dan kemarahan kepada Ibunya.
”Lalu apa itu berhubungan dengan aku memelukmu?” Kimberley masih mempertahankan egonya, sebenarnya ia simpati. Tapi, ia memilih untuk tetap seperti itu sampai mendapatkan jawaban yang pas di hatinya.
”Sejak saat itu kebencianku berubah menjadi rasa takut. Sudah beberapa tahun belakangan ini. Saat seorang wanita menyentuhku, yang selalu tergambar dalam benakku adalah wajah Ibu. Itu membuatku mual dan panik. Itu sebabnya aku menghindar setiap kali kau menyentuh.” Balas Will, ia pasrah bila gadis itu membencinya. Toh sudah seharusnya dari dulu ia mengatakan itu, agar Kimberley tidak salah paham dengannya.
Kimberley tak bergeming mendengar penjelasan Will. Ia sedang mencerna semua itu dalam kepalanya. Setelah beberapa menit, Kimberley berbicara.
”Maaf aku telah menuduhmu, Will. Aku tidak tahu kalau kau begitu menderita. Jika aku tahu kau sakit, aku tidak akan melakukan itu padamu.” 
Kimberley menatap Will dengan rasa iba. Lalu secercah senyuman terlukis di bibirnya. Will merasa lega telah mengatakan kebenaran itu. Seperti saat hidung tersumbat, kau harus mengeluarkan lendirnya agar terasa lega. Sudah seharusnya! 
Dan jangan lupakan Sean Kingston yang saat ini di rumah Hanna. Sean lagi-lagi mendapatkan penolakan dari Hanna. Bahkan Nyonya Mery hampir memukul anak gadisnya itu. Bagaimana tidak, Hanna habis-habisan mendamprat Sean. Benar-benar wanita yang langka. Nyonya Mery berkali-kali menceramahi Hanna agar berlaku sopan dan anggun sebagimana wanita terpelajar pada umumnya. Tapi gadis itu, tidak pernah menggubris omongan Ibunya itu. 
Kembali pada Sean, pria malang itu sungguh tidak kenal kata menyerah. Ya, begitulah cinta seburuk-buruk apapun tetap di hati. Apakah itu cinta atau obsesi? Hmm, antara cinta dan obsesi itu perbandingannya tipis, setipis kulit bawang. Padahal Sean tahu betul, Hanna paling tidak suka kembali ke masa lalu. Bagi Hanna, Sean adalah mantan yang paling merepotkan dirinya selama ini. Jika dibandingkan dengan mantan kekasihnya yang lain. 
”Sudah kukatakan berkali-kali padamu, Sean. Aku tidak ingin menjalin hubungan asmara denganmu lagi. Kau kan tahu, aku sudah punya kekasih.”Hanna menegaskan situasinya kepada Sean dengan tatapan yang membara.
Sean tertunduk dengan wajah murung. Hanna yang menyaksikan itu sedikit tergugah hatinya.
”Baiklah, mari kita berteman saja. Aku sudah lelah menghindar. Rasanya seperti dikejar-kejar anjing. Kau mau tidak?” 
Seketika wajah Sean terang secerah mentari pagi yang menelisik dari kisi-kisi jendela. Pupil matanya melebar seakan tidak percaya.
”Ya, aku mau. Berteman pun tidak apa-apa, asal dekat denganmu.” Balas Sean dengan sukacita.
Baginya itu seperti suntikan suplemen penambah tenaga, yang membuatnya lebih bergairah. 
”Oke, kita teman sekarang dan tidak lebih dari itu.” Hanna tersenyum, dan mengacungkan kelingkingnya kepada Sean.
Janji kelingking, tentu saja. Sean kembali teringat dengan Will, ia masih mereka-reka tujuan Will mengintai Hanna siang tadi. Sejurus kemudian Sean membelalakkan matanya dengan mulut terbuka lebar. Tangannya terangkat ke atas dengan telunjuk yang berdiri. Seperti mendapat pencerahan. Dalam pikirannya, Will mungkin saja mantan kekasih Hanna sama sepertinya. Ia jadi berinisiatif membawa Will masuk ke grup 'Kekasih tak dianggap'. Itu adalah grup para mantan pacar Hanna. 
Padahal Will melakukan itu hanya untuk mencari kelemahan Hanna, agar ia bisa menaklukkan si gadis tangguh itu.
”Hmm, apakah Will Greyson kekasih barumu?” tanya Sean tiba-tiba.

Komento sa Aklat (241)

  • avatar
    Basarin Boy

    i love u

    6d

      0
  • avatar
    AirinNcess

    keren

    6d

      0
  • avatar
    P Asep Blp

    mamak

    22/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata