logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

part 9

Hari ini adalah tanggal 28 oktober, dimana esok adalah hari kelahiran ku. Aku berharap ibu mengucapkan selamat dan mendoakan ku. Betapa bahagia nya hati ku jika itu sampai terwujud. Aku tak perlu hadiah mewah atau makanan yang banyak. Cukup doa tulus dari ibu saja.
Ayah sudah di rumah dari kemarin malam. Beliau bilang, ingin makan nasi tumpeng kuning bersama ku. Ah ayah! Betapa kasih sayang mu adalah segalanya untuk ku.
Ayah sudah memesan sebuah tumpeng nasi kuning kepada bik Marti'ah. Tentu saja dengan lauk lengkap. Ini adalah kali pertama ayah merayakan hari kelahiran ku dengan nasi tumpeng. Ayah bilang, aku boleh undang Dina dan Eka juga untuk sama-sama menikmati tumpeng itu. Tapi aku tahu ibu tidak akan setuju.
Alasan ibu, nanti di kira kita hendak pamer pada orang jika ulang tahun ku di rayakan. Akhirnya aku pun berkata tidak pada ayah kala ayah menawarkan hal itu.
"Tania minta apa di ulang tahun kali ini?"tanya ayah saat sore ini ku bawakan kopi untuk nya di ruang tamu.
"Tidak yah. Tania hanya ingin doa saja. Itu sudah cukup"kataku pada ayah.
Ayah pun terdiam cukup lama. Aku pun berlalu dari hadapan ayah untuk mengambil ketela yang sudah di rebus oleh ibu tadi. Setelah itu, akupun duduk di samping ayah sambil membawa buku pelajaran ku.
Sandi sudah tidur sejak sore. Mungkin dia lelah setelah bermain bola seharian dengan teman-teman nya.
"Anak ayah ngga kerasa udah gede ya. Sudah kelas enam sekarang" ucap ayah sambil membelai rambut ku.
"Jangan lupa ya, ndok! Selalu ingat pesan ayah! Jadi anak yang baik. Jangan pernah menyimpan dendam pada siapapun. Bantu orang yang susah selagi mampu dan semampunya. Jangan lupa juga sayangi ibu. Bagaimana pun perangai ibu, dia tetap yang utama di mata Allah untuk surga mu" nasihat ayah padaku.
"Pasti yah. Tania akan selalu ingat pesan ayah"jawab ku dengan senyuman merekah.
"Ya sudah. Cepat kerjakan tugas nya. Sudah hampir isya'. Nanti tidur nya kemalaman lagi"ucap ayah.
Akupun mengangguk dan segera mengerjakam tugas sekolah ku. Ayah meneruskan kegiatan nya yaitu menikmati secangkir kopi dan ketela rebus buatan ibu. Sedang ibu, belum pulang dari perkumpulan PKK nya.
Aku sudah selesai mengerjakan tugas kala ayah berpamitan untuk keluar sebentar. Entah kemana. Tapi sepertinya itu penting. Karena ayah tidak pernah mau keluar malam jika tidak benar-benar penting. Aku pun langsung masuk ke dalam kamar ku setelahnya. Besok ada les pagi. Jadi aku haru tidur lebih awal agar tidak terlambat mengikuti les itu. Maklumlah, sudah kelas 6 ini semua harus ekstra mempersiapkan untuk kenaikan ke tingkat SMP nanti.
◇◇◇◇
Pagi ini aku bangun dengan ceria. Sebelum subuh aku sudah bangun. Ibu sedang memasak di dapur. Ayah terlihat masih tidur. Aku bangun dan mulai mengisi bak mandi untuk ku mandi pagi ini. Membantu ibu menyiapkan sarapan dan kopi untuk ayah.
Biasanya aku yang akan memotong sayuran untuk sarapan pagi. Tapi kali ini ibu sedang memotong nya di bale-bale. Di luar masih sangat gelap. Aku melangkah keluar dan mulai mengambil kayu bakar karena ku lihat kayu bakar di dapur sudah mulai habis.
Aku terbiasa langsung membantu ibu tanpa bertanya. Selain karena aku tak ingin merusak suasana hati ibu, aku juga ingin menjaga hati ku dari kalimat ibu yang kadang tanpa sengaja melukai ku.
Aku langsung mengisi panci besar dengan air. Biasanya ibu akan memakainya untuk menanak nasi dan juga mandi Sandi adik ku. Setelah air ku isi penuh dalam panci besar, aku mulai membakar kayu dalam tungku.
Ya. Keluarga ku masih menggunakan tungku kayu bakar untuk memasak. Kami memang ada kompor gas. Tapi itu biasa ibu gunakan jika memang sedang terburu-buru untuk memasak. Contohnya saat akan pergi bekerja atau akan keluar rumah untuk suatu keperluan. Apalagi sekarang ibu sudah tidak bekerja di rumah bu Joko, makin seringlah kami menggunakan tungku kayu bakar itu.
Kayu sudah mulai terbakar semua. Ku tinggal kan perapian untuk menengok bak mandi. Setelah nya ku matikan kran air. Ku tinggal masuk ke dalam kamar untuk menyiapkan baju dan handuk di dalam kamar mandi.
Setelahnya, aku kembali ke perapian. Sepi. Itulah saat ini. Tidak ada percakapan sama sekali antara kami. Itulah pagi kami setiap harinya. Saat air sudah masak, ibu langsung mengambil separuh dan mengisi panci kecil guna memasak nasi.
Ibu biasa memasak nasi di tungku jika tidak sedang ada pekerjaan di luar rumah. Jadilah alat masak nasi listrik kami itu banyak nganggurnya. Entah kenapa ibu melakukan itu.
Setelah beras yang ibu masak agak mengembang, ibu mengambil panci dari atas tungku dan menggantinya dengan dandang besar. Kemudian ibu memindahkan masakan nasi nya itu ke dalam dandang agar bisa jadi nasi layak makan. Kira-kira begitulah cara ibu menanak nasi dengan tungku.
Aku melihat keluar dan ternyata subuh baru saja berlalu. Aku segera berangkat mandi. Segera setelah itu bersiap-siap menuju ke sekolah.
Aku sudah akan berangkat ketika ayah bangun pagi ini. Beliau terlihat akan berangkat mandi. Sedangkan Sandi tentu saja masih tidur. Sandi tidak perlu terburu-bueu karena dia berangkat bersepeda, sedangkan aku kan jalan kaki. Jadi aku harus menghitung sampai di sekolah berapa lama agar tidak terlambat.
"Kok pagi-pagi sekali berangkatnya ndok?"tanya ayah.
"Iya yah. Pagi ini ada les tambahan. Kan sudah hampir ujian kelulusan yah"jawab ku sambil menali sepatu ku di ruang tamu.
"Ini uang saku mu. Hati-hati jalan nya!"ucap ayah sambil menyerahkan selembar 5 ribu padaku.
"Iya yah. Assalamualaikum"pamit ku seraya mencium punggung tangan nya.
"Wa'alaikum salam" jawab ayah.
Itulah rutinitas ku sebelum berangkat ke sekolah. Aku tidak pernah mencium tangan ibu saat berangkat sekolah. Pernah sekali waktu aku akan mencium tangan nya. Tapi ibu langsung menghindar masuk ke dalam kamar mandi tanpa kata. Berakhir lah aku pamit tanpa balasan dari ibu. Sejak itu tak pernah lagi aku mencoba mencium tangan ibu. Pamit pun tak menunggu di jawab oleh beliau.
◇◇◇◇
Aku berjalan kaki bersama Dina dan Eka. Beberapa minggu ini, Eka makin akrab dengan kami. Sebenarnya bukan tanpa alasan kenapa dia tidak akrab dengan kami. Perbedaan harta lah penyebab nya.
Aku dan Dina sering merasa minder jika berteman dengan orang kaya. Eka memang tergolong orang mampu di kampung kami. Orang di katakan kaya di kampung ku, jika dia sudah memiliki kendaraan roda empat.
Jadi bukan hanya karena pangkat nya saja. Eka memiliki 2 mobil. Satu milik ayahnya, dan satu lagi milik kakak lelakinya. Yang ku dengar, ayah Eka adalah seorang kepala sekolah di SMP negeri. Dan kakak lelakinya adalah pegawai di kantor bupati. Sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga.
Biasa nya Eka di antar oleh ibh nya naik motor. Tapi entah ada apa dengan nya minggu-minggu ini. Dia malah ikut berjalan kaki bersama kami.
"Ka. Kamu ngga capek jalan kaki sama kita?"tanya Dina.
"Capek sich iya. Tapi seru aja. Seumur-umur, aku ngga pernah di biarin jalan kaki. Kata mama ku, takut aku di culik" jawab nya sambil tertawa di ikuti oleh kami.
"Benar kata mama mu, Ka. Jangan suka jalan kaki sendirian! Kamu itu cantik. Pasti akan jadi incaran orang jahat"ucapku.
Dia hanya manggut-manggut saja mendengar ucapan ku barusan. Sepertinya dia mulai paham maksud mama nya melarang.
"Lalu kenapa sekarang di bolehin jalan kaki?"tanya Dina makin penasaran.
"Lhah kan aku jalan ngga sendirian. Ada kalian berdua kan"jawab Eka polos.
Aku dan Dina hanya manggu-manggut saja.
"Ka. Emangnya kamu ngga malu punya temen miskin kayak kita?"tanya Dina lagi.
Tapi Eka malah tertawa terpingkal-pingkal. Aku dan Dina akhirnya saling pandang penuh heran karena tingkahnya itu.
"Kok kamu malah ketawa siech,Ka?"tanha ku.
"Ya gimana aku ngga ketawa coba. Emangnnya sejak kapan orang berteman itu di pandang dari hartanya? Aku bukan tipikal orang kayak gitu lagi"jelasnya kemudian.
"Ya kan selama 4 tahun kenal, baru kelas 4 SD kamu mau ngobrol sama kita. Bahkan beberapa minggu ini malah ikutan jalan kaki. Belum lagi kadang suka kasih jajanan. Ya kan , Tan?"ucap Dina meminta dukungan ku.
"Ya sebenernya bukanya ngga mau ngobrol. Cuman kadang kalian mau ku ajak ngobrol malah kayak ngehindar gitu. Aku kan jadj ngerasa di cuekin"jelas nya sambil memonyongkan bibir.
"Ehm.... maaf ya Ka! Sebenarnya kita ngga maksud menghindar. Hanya kami minder berteman dengan mu. Karena kami ini kan orang miskin"jelas ku sambil nyengir kuda.
"Ya ngga papa. Lagian aku juga udah capek kawanan sama Adel juga Tika. Mereka baru mau baikin aku kalau ada perlunya aja. Contohnya kayak kemaren pas mereka habis uang saku nya. Baru nyari aku yang udah duduk duluan di kantin bareng kalian. Belum lagi kalo ada tugas. Bilangnya belajar kelompok, tapi ternyata aku ngerjain sendiri mereka tinggal nyalin. Kan BT"jelas nya panjang lebar.
Aku dan Dina hanya manggut-manggut mendengar ceritanya. Dan mulai paham bahwa selama ini dia hanya di manfaatkan oleh teman satu geng nya itu.
"Beda sama kalian. Kalau ku kasih sesuatu mesti ku paksa dulu. Yang sungkan lah. Yang ngga enak lah. Yang takut di kira malak lah. Kalau kelompok juga selalu bisa di ajak tukar pikiran. Jadi bener-bener kelompok. Makanya mama ku pun jadi percaya setelah aku jelas kan bedanya kalian dan mereka. Akhirnya boleh dech ikut jalan kaki"jelasnya lagi.
Aku dan Dina tak menyahut dan hanya fokus mendengarkan cerita Eka saja. Sampai tanpa terasa, gerbang sekolah sudah di depan mata.
"Ech udah nyampek aja ini. Padahal baru juga aku cerita"ucap Eka sambil tertawa.
"Yach namany juga sambil seneng Ka. Ngapain aja pasti ngga kerasa"jawab Dina yang di ikuti tawa kami bertiga.
◇◇◇◇
Kami masuk kelas dan ikut les pagi dengan hikmat. Sekolahku memang berada di tengah sawah. Walaupun begitu, sudah bagus gedung nya. Jadilah sepi sekali di luar sana jika kami sedang les pagi.
Tiba-tiba perut ku berbunyi. Keras sekali sampai seluruh ruangan mendengar saking sunyi nya. Seisi kelas pun tertawa serempak.
"Kamu sakit perut Tan?"tanya Dina setengah berbisik saat mata bu guru tertuju padaku.
"Aku ngga sempet sarapan tadi pagi"jawab ku dengan bisik-bisik pula.
Akhirnya kelas kembali tenang. Semua anakbpun mulai diam dan fokus mengerjakan tugas dari bu guru. Tiba-tiba, aku merasakan ada tepukan di punggung ku. Ternyata Eka menyodorkan kotak bekal nya padaku.
Dengan gerakan bibir dia menyuruhku memakan bekalnya. Aku menjawab nanti saja dengan hanya gerakan bibir saja. Jadilah ku tahan lapar ku hingga les pagi selesai.
Les pagi selesai jam setengah 7 pagi. Masih ada waktu setengah jam untuk ku mencari pengganjal perut.
Saat akan menuju kantin, Eka memanggil ku dari bangku nya. Aku dan Dina pun akhirnya mendekat setelah hampir keluar dari pintu kelas.
"Kalian mau ke mana?"tanya nya.
"Mau ke kantin. Cari sarapan buat Tania sekalian jajan"jawab Dina tanpa ku suruh.
"Ngga usah. Kebetulan tadi pagi mama ku bawain bekel roti selai. Kebanyakan kalau aku abisin sendirian. Yuk sarapan bareng aja!"kata Eka sambil mengeluarkan kotak bekal nya.
"Ngga usah lah Ka. Nanti jatah mu berkurang"tolak ku halus.
"Sebelum komen, liat dulu! Segini banyak nya kalian bilang kurang?"katanya sambil menunjukan isi kotaknya.
Ku lihat ada roti selai coklat di dalam nya. Totalnya ada 5 pasang dan semua sudah di iris jadi 2 bagian.
"Tahu ngga kalian! Bekal ku ini kalau istrirahat sekolah suka ku bagi-bagi ke anak laki-laki kelas kita. Biar mamaku kira ku habis kan semua. Pikir q makin berkurang besoknya. Ternyata malah nambah aja isi nya"jelas Eka di sertai tawanya.
Aku dan Dina pun ikut tertawa sambil menggelengkan kepala. Akhirnya kami pun sarapan bekal milik Eka saja. Minum susu kocok hangat pula. Hmmm..... enaknya jadi anak orang kaya yang di sayang orang tua nya.
Pantas saja semua orang ingin jadi kaya. Ternyata jadi anak nya seenak ini. Siapa yang mampu menolak kalau begitu.
Hingga tanpa terasa bekal itu pun habis oleh kami bertiga. Bersamaan dengan bel tanda di mulai nya jam pertama. Aku bersyukur sekali hidup selalu di permudah oleh Allah. Benar kata ayah. Selama kita tidak mengeluh dan mau selalu berusaha, Allah akan selalu membantu kita. Terima kasih ya Allah!

Komento sa Aklat (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata