logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

part 5

*
pov pak Kasno
Aku bekerja separuh waktu hari ini. Rasanya sudah tak sabar untuk pulang. Rindu sekali aku pada Tania dan juga Sandi, dan juga istriku tentunya Karti. Aku harus lembur seminggu ini karena teman seperjuangan ku tak bisa masuk kerja. Istrinya sakit struk.
Kasihan aku kalau mengingat bagaimana dia bercerita sambil menangis waktu itu. Bingung harus bagaimana dengan keadaan istrinya. Tapi mau bagaimana lagi. Hanya doa yang mampu aku berikan.
"Kang. Aku pulang dulu ya! Aku minta cuti 3 hari" ucapku pada mandor ku itu.
"Ouw iya kang. Lagian sampean sudah seminggu lebih lemburnya. Nanti biar anak lain yang gantaiin lemburnya Bambang"ucap mandor ku itu.
"Makasih kang. Aku pamit dulu. Biar ngga kesorean sampek rumah nanti"pamit ku.
"Iya. Oh iya! Ini gaji mu kang. Sudah plus lemburan. Dan lagi, aku titip punya Bambang ya! Sekalian aku nitip hasil bantuan anak-anak kemaren. Biar bisa buat tambah-tambah berobat istrinya"katanya sambil menyerahkan 3 amplop yang sudah bernama padaku.
"Alhamdulillah. Makasih kang. Nanti tak kasihkan begitu sampai rumah"ucapku.
Setelah bersalaman dengan mandorku itu, aku segera menaiki motor ku menuju mess karyawan. Aku mandi dan beristirahat sejenak. Ku lihat jam pun masih menunjukan pukul 4 pagi. Aku masih ada waktu karena minta cuti 3 hari.
Aku segera mandi dan berkemas saat ku lihat jam menunjukan pukul 7. Perjalanan menuju rumah memakan waktu 2 jam dari sini. Itupun jika tidak macet atau ada hajatan di jalan besar. Karena jika itu terjadi, biasanya harus menunggu giliran lewat atau mencari jalan alternatif lain yang lumayan jauh.
Ku lajukan motor ku dengan mantap pagi ini. Rasa senang karena sebentar lagi aku akan bertemu buah hatiku.
Aku sampai rumah pukul setengah 10. Ku lihat rumah masih sepi. Sepertinya mereka semua sedang ke rumah bu Joko untuk mencuci. Ku putuskan masuk rumah dengan kunci yang selalu ada di bawah keset. Di tempat itulah bila kami biasa menyimpan kunci.
Aku beristirahat sejenak. Kemudian ku niatkan untuk membuat kopi sendiri ke dapur. Saat kopi yang sudah ku buat siap, ku dengar suara salam yang di mana sangat ku hafal pemilik suara itu.
Ku minum kopi ku sedikit dan segera menjawab salam itu. Benar dugaan ku. Tania yang datang, namun tak ku lihat Sandi dan ibunya.
"Kapan ayah sampai?"tanya nya padaku.
"Baru saja, ndok. Kok kamu pulang sendiri? Mana ibu dan Sandi?"tanya ku kemudian.
"Ibu masih di rumah bu Joko yah. Aku di suruh ibu pulang lebih dulu"jelasnya
"Ouw begitu. Lalu apa yang kamu bawa itu?"tanya ku ketika ku lihat dia membawa sebuah tas karton.
"Ini dari bu Joko yah. Tadi pak dhe Dirman yang di titipi. Isi nya tas lho yah. Bagus sekali"jelas nya girang.
Trenyuh hati inibmendengar penjelasan putriku itu. Bagaimana tidak. Orang lain saja sangat perhatian padanya, tapi ibunya. Malah justru sebaliknya.
"Alhamdulillah. Banyak-banyak bersyukur ya, ndok. Rejeki kamu. Ibu tahu tentang ini?"ku tanyakan hal itu tentu saja.
Aku melihatnya menunduk lesu. Ku hirup udara kuat-kuat agar tak terbawa suasana hari. Dengan pelan ku usap rambutnya dan menenangkannya.
"Ya sudah ngga papa. Nanti ayah bantu jelaskan pada ibu. Sudah sana, bawa masuk kamar! Habis itu ikut ayah keluar sebentar"itulah ucapku yang membuat hatinya tenang kembali.
"Ke mana yah?"tanya nya berbinar.
"Beli bakso. Ayah lapar" sambil ku elus perut ku ini.
Di melonjak kegirangan. Ah, bahagianya! Padahal aku hanya akan membelikanya bakso. Dia segera bersiap sementara aku melanjutkan acara minum ku di dapur sambil memikirkan anak ku itu.
Betapa dia sebenarnya tidak bahagia ku tinggal bersama ibu nya saja. Tapi mau gimana, aku harus bekerja. Jika tidak, bagaimana kelangsungngan hidup kami nantinya.
'Tania. Maafkan ayah nak!'gumamku dalam hati.
◇◇◇◇
Kami segera menuju pasar saat anak ku itu sudah siap. Ku pesan kan bakso kesukaan nya dan tak lupa lontong dan kerupuk nya. Dia sangat bahagia sekali. Tak henti-hentinya ku lihat dia tersenyum bahagia. Ach, andai saja semua tak harus seperti ini. Mungkin dia tidak harus menunggu ku pulang hanya untuk merasa bahagia.
Kadang aku merasa gagal menjadk seorang ayah karena tak sanggup memberikan kebahagiaan dan hangatnya keluarga pada Tania. Tapi mau bagaimana, keadaan.
Kami makan dengan nikmat hingga anak ku itu mulai bercerita.
"Yah. Beberapa hari yang lalu, bu Joko menawari ku untuk menjadi anak angkat nya. Beliau ingin membiayai sekolah ku dan mencukupi semua kebutuhan ku" ucapnya yang membuat ku kaget.
"Lalu, apa jawaban mu ndok?"tanya ku berusaha tetap tenang.
"Aku bilang, aku ngga bisa memutuskan nya sendiri. Aku bingung" jawab nya ringan tanpa beban.
Aku pun terdiam. Berusaha mengelola hati dan pikiran agar tetap bisa berpikir tenang dan tepat. Hingga aku tak tahu harus memberi jawaban apa pada anak ku itu.
"Sudah. Makanlah! Nanti ayah yang pikirkan. Jangan beri tahu ibu mu dulu!"akhirnya hanya kalimat itu yang mampu ku ucapkan.
Kami pun kembali makan dengan tenang.
◇◇◇◇
Aku teringat akan ucapan putriku saat ku keloni dia malam ini. Bagaimana aku bisa menjelaskan bahwa menjadi anak angkat adalah menjadi milik orang lain sepenuhnya. Terkecuali perwalian nikahnya saja.
Dia begitu polos menjawab semua tanya ku. Tapi jika di pikirkan, bu Joko adalah orang yang tepat menjadi orang tua angkat Tania. Di sini tidak ada kebahagiaan untuk nya.
Ingatan ku kembali ke 10 tahun yang lalu. Di mana Karti istriku, sedang hamil tua saat itu. Kami sangat menantikan bayi itu segera lahir ke dunia. Karena sudah 4 tahun kami menantikan hadirnya seorang anak.
Aku dan Karti sedang berbaring di dipan kayu di kamar kami sambil berandai-andai.
"Mas. Nanti kalau kamu sudah punya uang, kita USG ya!"pintanya malam itu.
"Buat apa dek? Bukankah lebih menyenangkan agar jadi kejutan saja?"tanya ku.
"Aku ingin tahu dia laki-laki atau perempuan mas"jawabnya singkat.
Ku hela nafas agar lebih tenang.
"Laki atau perempuan sama aja kan dek. Dua-duanya adalah anugerah untuk kita. Bukankah kita sudah 4 tahun menunggu kehadiranya?"ucapku berusaha memberi nya pengertian.
"Tidak mas. Aku ingin anak pertama kita ini laki-laki. Semua cucu ibu ku itu perempuan. Sedangkan dari ibu mu pun ini adalah cucu pertamanya. Aku ingin dia bisa jadi kekuatan untuk semua keluarga. Laki-laki itu tangguh. Kalau perempuan belum tentu bisa jadi pegangan nantinya"itulah pendapatnya.
Aku hanya diam tak ku lanjutkan pendapatku. Karena malah akan jadi perdebatan nantinya. Ku iyakan saja permintaan nya untuk pergi USG. Ku janjikam jika nanti ada rejeki lebih.
Sejak saat itu, aku merasa obsesi nya tentang anak laki-laki terlalu berlebihan. Aku sudah berkali-kali memberikan penjelasan padanya, namun ternyata sia-sia belaka. Dia masih saja dengan pendapatnya itu. Hingga suatu hal terjadi.

Komento sa Aklat (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata