logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

part 3

Hari sudah semakin siang. Tapi Dina tak kunjung ku lihat tanda kedatangan nya. Akupun putus asa dan beranjak pulang. Di depan rumah Dina, aku bertemu Eka. Dia teman sekelas ku juga. Hanya saja memang kami tidak begitu akrab.
"Tania!"panggilnya padaku.
"Hai, Ka!"sapaku juga.
"Kamu mau cari Dina ya?"
"Iya. Tapi sepertinya hari ini dia pergi"ucapku lesu.
"Apa kamu ngga tau kalau ibu Dina masuk rumah sakit? Katanya kemarin ibunya jatuh di kamar mandi" jelas Eka padaku.
Aku terkejut mendengar penjelasan dari Eka. Kenapa aku sama sekali tidak mengetahui berita ini. Padahal rumah Dina dan rumah ku tak begitu jauh.
"Darimana kamu tau itu? Kenapa aku tidak tahu ya!"ucapku bingung.
"Ibu ku kemarin yang bilang. Ibu ku juga ikut mengantar ke rumah sakit bersama bapaknya Dina. Apa Dina tidak memberi tahu mu?"
"Aku belum bertemu Dina sejak 3 hari yang lalu. Memang biasanya Dina juga datang ke rumah ku. Tapi memang 3 hari ini kami belum bertemu"
"Pantesan kalau gitu. Sore nanti aku dan ibu ku akan menjenguk nya ke rumah sakit. Apakah kau mau ikut?"tanya Eka lagi.
"Gimana ya?"ucapku ragu.
'Sebenarnya aku ingin. Tapi apakah ibu akan mengijinkan ku' gumam ku dalam hati.
"Begini saja. Aku tunggu nanti sampai jam 4 sore ya. Kalau kamu datang sebelum jam 4, maka kita ke sana bersama. Tapi kalau tidak, aku akan pergi duluan dengan orang tua ku"ucap Eka yang melihat aku bimbang.
Aku pun akhirnya tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Setelah itu, aku pamit padanya dan segera beranjak pulang karena hari sudah muali siang.
◇◇◇◇◇
Ibu sedang tidur siang bersama Sandi saat aki sampai di rumah. Aku masuk secara perlahan ke dalam rumah agar tak mengganggu tidur mereka. Ku langkahkan kaki menuju teras belakang dapur ku.
Aku duduk di atas bale- bale sambil memikirkan, bagaimana cara aku meminta ijin pada ibu. Aku bingung. Takut.
Tak terasa jam pun menuju ke angka 2. Ibu mulai aktifitas bersih-bersih sore. Aku yang masih berada di bale-bale belakang rumah pun segera beranjak ke tempat cucian untuk mengambil cucian kering.
Ibu masih memasak air saat aku selesai dengan jemuran. Aku mendekati ibu dengan perlahan.
"Bu. Ibunya Dina masuk rumah sakit kemarin" ucap ku hati-hati.
"Ibu sudah tau" jawab ibuku ketus.
Akhirnya ku urungkan juga niat ku meminta ijin. Biarlah aku jenguk ibu nya Dina di rumah saja. Karena dari jawaban ibu, aku tau beliau pasti tidak akan mengijinkan alu untuk pergi.
Aku berlalu menuju ke ruang tamu. Mulai melipat baju kering yang tadi ku ambil dari jemuran. Ibu memasak air untuk mandi Sandi adik ku. Entah mengapa, ibu seolah tidak pernah ingin Sandi merasakan hawa dingin di perdesaan. Beda sekali dengan ku yang selalu mandi air dingin.
Saat sedang melipat baju, aku dengar langkah kaki di luar rumah. Sepertinya orang itu sedang menuju kemari. Sampai bunyi salam dan ketukan pintu ada di depan rumah ku.
"Assalamu'alaikum" ucap seorang bapak yang ku tahu itu ayah dari Dina, teman ku.
"Wa'alaikum salam" jawab ibuku dan aku serempak.
Ibu keluar menuju arah suara sedangkan aku hanya menengok lewat jendela saja. Kulihat Dina dan ayah nya di depan pintu rumah kami dengan wajah terlihat gelisah.
"Ech, pak Bambang. Monggo masuk pak!"ucap ibuku ramah.
"Terima kasih, dek Karti. Maaf. Kedatangan saya ke sini mengganggu" ucap bapak nya Dina itu, yang juga teman ayah ku.
"Mboten menopo pak Bambang. Ada perlu apa?"tanya ibuku tanpa basa-basi.
"Begini dek Karti. Kedatangan saya ke sini, mau pinjam uang sama dek Karti dan mas Kasno. Untuk biaya rumah sakit ibu nya Dina" ucap pak Bambang hati-hati.
"Pinjam uang pak?"ulang ibuku.
"Iya. Kalau memang ngga bisa pinjam, saya kasbon gaji saya yang minggu ini saja juga ngga papa sama mas Kasno. Di potong 2 hari ini saya yang ngga masuk kerja"ucap pak Bambang.
"Aduh. Gimana ya pak? Mas Kasno belum pulang. Jadi saya pun ngga bisa memberi keputusan untuk kasbon njenengan ke suami saya. Tapi kalau untuk meminjam kan uang, saya usahakan ada walaupun tidak banyak. Memangnya pak Bambang mau pinjam berapa?"tanya ibu ku ramah.
"Kalau ada 2 juta setengah, dek" ucap pak Bambang.
"Ibu ngga bisa di bawa pulang kalau belum bayar, Lik" imbuh Dina berkaca-kaca.
Aku yang mendengar dari dapur pun ikut merasa iba. Apalagi, dia adalah kawan terbaik ku. Ku lihat ibu diam sejenak. Kemudian beliau masuk ke dalam kamarnya. Tak lama ibu keluar membawa uang merah yang entah berapa jumlahnya karna di lipat.
"Maaf pak. Aku hanya mampu kasih pinjam 500 ribu. Mungkin ini jauh dari pinjaman bapak. Tapi semoga bisa jadi tambahan daripada tidak ada sama sekali" ucap ibuku pelan sambil menyerahkan uang itu pada pak Bambang.
Pak Bambang menerima uang itu dengan ucapan syukur yang ku dengar sangat jelas. Sangat jelas sekali bahwa memang dia berharap mendapatkan bantuan. Kulihat Dina pun tak kalah senang.
Kemudian mereka pun berpamitan akan pulang. Aku langsung berlari saat mereka masih berbincang pada ibu. Berpura-pura membakar sampah yang ada di halaman depan rumah. Berharap dapat berbincang sebentar dengan Dina.
Tak berapa lama, Dina dan ayahnya pun keluar dari rumah. Dina melewatiku dan menyapaku.
"Hai Tania!"sapanya.
"Hai! Ech, Din. Bisa kita bicara sebentar?"ucapku sambil memegang tangan nya.
"Ya sudah ndak papa, ndok. Bapak juga mau pulang siap-siap mau berangkat nanti sore. Kamu jangan pulang lama-lama ya!"kata pak Bambang mempersilahkan kami.
Dina pun mengangguk. Kami duduk di bale-bale halaman rumah ku yang berada di bawah pohon mangga. Ibu melihat ku dari jauh tapi tak mengatakan apapun.
"Bagaimana kabar ibu mu, Din?"tanyaku yang sudah duduk bersandingan dengan Dina.
"Ibuku kena struk, Tan. Tapi besok sudah pulang. Itulah kenapa aku dan bapak bingung mencari pinjaman uang untuk membawa ibu ku pulang. Aku dengar jika bapak ngga bisa bayar biaya rumah sakit, ibuku tidak boleh pulang. Tapi kalau terus di sana, uang biaya nya jadi makin besar. Makanya aku ikut menemani bapak cari pinjaman" ucapnya sedih.
Ku tundukan wajah ku, ikut merasakan betapa sedihnya dia pasti saat ini. Lalu ku ingat celengan biskuit di bawah dipan ku. Ku lihat ibu sedang ada di teras dapur hendak memandikan Sandi yang baru saja bangun.
"Kamu tunggu di sini dulu ya, Din!"ucapku pada Dina.
Aku segera beranjak dan berjingkat-jingkat masuk ke dalam rumah. Kulihat ibu tengah sibuk dengan adik ku di teras dapur. Aku masuk ke kamar berusaha tanpa suara. Ku ambil keresek di atas meja ruang tamu bekas ibu membeli belanjaan tadi. Kubuka celengan ku dan ku masukan semua yang ada di dalam nya. Aku tak tahu berapa jumlahnya. Yang kupikirkan hanya bantuan untuk teman ku itu.
Setelah selesai urusan ku, aku segera keluar kamar. Ku lihat ibu sedang memandikan Sandi dan bermain dengan nya. Aku kembali pada Dina yang menunggu ku.
"Din. Aku punya simpanan. Pakai lah dulu!"ucapku pada Dina.
"Tapi, Tan. Bagaimana dengan mu? Bukankah kamu juga memerlukan ini?"tanya nya ragu padaku.
"Kamu lebih butuh. Tapi tolong jangan beri tahu ibu ku ya, Din. Bilang ke bapak mu juga biar ibu dan ayah tidak tahu"ucapku memelas.
"Aku bingung, Tan. Ini uang mu. Bagaimana aku bisa mengambilnya sedangkan aku tahu bahwa kamu juga sedang membutuhkannya?"ucapnya lagi.
Tanpa basa-basi lagi, kumasukan kantong kresek itu ke dalam kantong bajunya. Akhirnya dia pun mau menerima bantuan ku dan berjanji tidak akan memberi tahu ibu dan ayah ku.
Dina menolak karena aku pernah bercerita ingin membeli sebuah sepeda agar aku tidak perlu berjalan kaki ke sekolah. Ayah memang pernah membelikan ku sepeda. Hanya saja ibu menjualnya saat itu dengan alasan untuk membeli beras. Aku pun tidak mempermasalahkan nya hingga saat ini. Walaupun aku lelah berjalan kaki.
Akupun tidak pernah menghitung berapa jumlah uang yang ada di celengan itu. Bahkan aku lup semenjak kapan celengan itu ku isi. Yang ku ingat hanya setiap bu Joko memberikan aku uang saku, aku selalu memasukan ke dalam celengan itu.
♤♤♤♤♤
Hari ini seperti biasa ibu ke rumah bu Joko. Sejak kejadian hari aku di tanya itu, aku belum bertemu dengan bu Joko. Terlebih ibu selalu menyuruh ku untuk pulang lebih dulu. Tapi, uang saku ku tetap ku terima walaupun itu di titipkan pak Dirman.
Hari ini pun sama. Aku sudah menjemur pakaian dan ibu langsung menyuruhku pulang. Padahal aku masih ingin duduk istirahat sebentar. Tapi apa boleh buat.
Aku melangkah keluar dan bertemu pak Dirman di gerbang depan, dimana memang pos satpan ada di situ. Pak Dirman memberiku sebuah tas kotak seperti belanjaan bu Joko hari itu.
"Ndok. Ini ada titipan nyonya. Katanya buat kamu"ucap pak Dirman.
"Apa ini pak dhe?"tanya ku sambil melihat isinya.
"Ini tas sekolah ndok. Buat kamu kalau sudah masuk sekolah nanti"ucap pak Dirman.
Aku senang sekali. Memang tas ku sudah jelek sekali. Bahkan sudah banyak jahitan di sana sini. Ibu bilang itu masih bisa dipakai. Jadi buat apa beli. Dan hari ini aku dapat tas. Baru lagi. Betapa bahagia nya hati ini.
"Sudah. Cepat bawa pulang. Dan ini uang saku mu juga dari nyonya" ucap pak Dirman sambil menggenggamkan uang ke tangan ku setelah sebelumnya melihat sekitar apakah ibu melihat.
Aku mengucapkan terima kasih dan langsung berlalu dari hadapan pak Dirman. Aku pulang dengan suka cita sekali. Bahkan aku sampai tersenyum- senyum sendiri. Tiba di depan rumah, aku tambah terkejut lagi.

Komento sa Aklat (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata