logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

part 21

Aku berbaring di atas bale kamar ku setelah pamit pada Sandi hendak tidur tadi. Rasa lelah ini tak seperti biasanya. Perkataan ibuk hari ini berhasil menguras tenaga pikiran ku.
'Apa benar ibuk akan bahagia jika aku benar-benar pergi? Jika memang iya, aku akan pergi dari rumah ini' batin ku bergejolak.
Aku berdiri dan menuju ke lemari pakaian ku. Ku lihat kaleng biskuit di sana. Ku ambil lalu ku buka perlahan agar tak menimbulkan suara. Ini adalah celengan ku dari bekerja di bik marti'ah. Aku memang selalu menyimpan uang ku terpisah-pisah.
Aku kemudian berjongkok dan mengambil kaleng biskuit yang satunya lagi. Kalo yang di bawah tempat tidur adalah uang dari bu Joko. Ku ambil kaleng itu dan ku buka pelan juga.
Aku mengumpulkan uang-uang itu dan menghitung jumlahnya.
"Alhamdulillah. Sejuta dua ratus ribu. Cukup untuk bekal ku ke kota mencari pekerjaan."bisik ku pelan.
Aku menjadikan satu uang itu dan memasukan nya ke dalam dompet usang. Kuambil tas sekolah pemberian bu Joko dulu yang tak berani ku pakai. Aku takut ibu marah padaku. Kini ku ambil 3 setel baju dan ku masukan ke dalam tas itu. Tak lupa juga ku ambil 2 jaket pemberian ayah. Setelah itu, ku taruh tas itu kembali ke tempatnya semula.
Ku rebahkan tubuh ini ke kasur kapuk di atas bale kamar ku. Mata ku belum juga mengantuk. Ternyata memang tak mudah menghilangkan sakit nya dalam hati. Terlebih lagi, ibu yang mengucapkan nya.
Tak dapat tidur aku di buatnya. Berkali-kali merubah posisi tidur namun tak juga terpejam.
'Lalu aku akan ke mana? Di kota aku tak mengenal siapapun. Apa iya aku akan menyusul ayah? Ach ! Kalo menyusul ayah, ngga mungkin aku akan di biarkan bekerja. Ayah pasti memulangkan ku. Ibuk akan bakal tambah marah karena aku kembali lagi ke rumah ini. Lalu aku akan ke mana? Aha...... Bu Joko. Ya, bu Joko. Aku akan menemui beliau untuk meminta pekerjaan. Beliau orang kaya. Usaha nya juga dimana-mana.'batin ku berdialog.
Aku berdiri dan mengambil sebuah buku di dalam laci meja. Ku buka lembar demi lembar yang ada di dalam buku itu.
'Aduch! Nomor telponya ilang lagi. Terus gimana aku bisa ketemu beliau. Ouw iya. Aku kan tau ruko nya yang ada di kecamatan sebelah itu. Aku ke sana aja minta sama pegawai nya. Ngga mungkin mereka ngga punya nomor nya. Ya. Aku akan menuju ke sana besok,'batin ku.
Aku pun menutup mata karena sudah mulai menguap. Ku siapkan badan ku untuk besok pergi ke kecamatan sebelah.
◇◇◇◇
Suara adzan subub berkumandang. Sengaja aku bangun setengah jam sebelum adzan terdengar. Kulalkukan sholat sunah tahajud setelahnya ku gunakan untuk berdzikir di kamar. Setelah sholat subuh pun, aku lanjutkan untuk berdzikir kembali.
Sengaja hari ini aku tak keluar kamar. Ini hari minggu. Ibu akan pergi entah kemana untuk bekerja. Aku berencana keluar kamar setelah beliau pergi dari rumah.
Saat ibuk sudah keluar, aku berjalan menuju dapur. Ku lihat Sandi sedang sarapan.
"San,"sapa ku.
"Eh mbak. Ayo sarapan mbak!"ajaknya dengan mulut penuh belepotan.
"Kamu ini, ngomong jangan sambil ngunyah. Muncrat semua,"ucap ku sambil tertawa kecil.
Sandi hanya tersenyum kemudian melanjutkan makan. Aku duduk di sampingnya. Ku raih segelas air yang baru ku tuang dari teko. Setelahnya, air itu sudah tandas ku minum.
"Dek. Mbak mau cerita. Tapi kamu jangan marah ya!"ucapku ragu.
"Mbak mau cerita apa?"tanya Sandi heran.
"Hari ini mbag mau ke kecamatan sebelah ke butiknya bu Joko,"ucap ku.
Sandi manggut-manggut mengerti dan melanjutkan menyuap nasi nya. Sebenarnya ingin ku ceritakan tujuan ku kemarin. Tapi tak jadi karena aku takut dia akan melarang ku. Akhirnya aku tak jadi meneruskan ucapan ku.
Aku sudah mandi dan sudah siap akan pergi ketika Sandi selesai juga dengan kegiatanya.
"Dek. Mbak berangkat dulu ya! Nanti kalo ibuk nanya, tolong bilang mbak ke rumah Dina,"pamitku padanya di depan tv.
"Iya. Mbak berangkat sama siapa?"tanya nya.
"Rencana siech sama Dina kalo dia ngga sibuk. Tapi kalo dia sibuk, ya mbak berangkat sendiri"ucap ku.
"Jangan lah mbak kalo sendiri. Apa aku ikut mbak aja?"katanya lagi dengan nada cemas.
"Ngga perlu lah dek. Lagian mbak pasti bisa jaga diri kok. Do'akan yang baik-baik,"ucap ku di sertai senyum.
"Yawes. Penting tetep ati-ati ya mbak. Kalo emang mbak ngga berani sendirian, pulang aja! Nanti Sandi temani mbak ke ruko bu Joko,"ucapnya.
Aku jawab dengan anggukan kepala. Akupun melangkah keluar setelah mengucap salam dan di jawabnya. Tujuan utama ku adalah jalan raya tempat biasa orang menunggu angkot. Sengaja aku berjalan kaki agar tak bingung meletakan sepeda ku di mana.
Aku sampai dan tak lama setelahnya, ada angkot yang ku tunggu. Aku berteriak untuk menghentikan angkot itu dan setelahnya sedikit berlari untuk mendekat supaya tak tertinggal. Aku memilih duduk di samping sopir agar aku tak kelewat dari tempat tujuan ku.
"Mau ke mana ndok?" tanya sopir itu yang usianya lebih tua dari ayah ku.
"Mau ke shabira shop pak,"jawab ku.
"Oalah. Jauh banget. Sendirian lagi. Hati-hati lho ndok!"nasihat sopir itu lagi.
"Nggeh pak. Insya Allah,"ucap ku sopan.
Angkot berjalan meninggalkan tempat aku memberhentikan nya tadi. Di sini angkot memang tak banyak. Sedangkan angkot menuju ke terminal adalah satu-satunya angkot yang keluar dari kecamatan kami.
Angkot itulah yang akan membawa ku ke tempat ruko bu Joko. Sebenarnya, aku harus berjalan kaki cukup jauh jika naik angkot ini. Pilihan lainya, aku harus oper angkot supaya bisa turun tepat di depan ruko bu Joko.
Aku memang belum pernah ke sana sebelumnya. Tapi aku pernah bertanya pada ibu nya Dina soal ini. Saat aku dan Dina harus ke sekitar ruko bu Joko untuk membeli peralatan makarya sekolah. Dan di putuskan bahwa Dina dan ibu nya lah yang berangkat tanpa ku.
Angkot sesekali berhenti menaikan penumpang yang sudah menunggu sepanjang jalan yang kami lewati. Jalanan tempat ku memang sudah beraspal walaupun bukan jalanan kota. Itulah sebabnya juga angkot ini tak memiliki kendala berarti ketika harus membawa penumpang melebihi kapasitasnya.
"Nanti ngga usah turun oper ndok! Bapak antar sampai depan ruko yang kamu tuju,"kata pak sopir sambil terus memperhatikan jalan.
"Mboten usah pak. Ngrepotaken. Biar saya oper angkot saja,"ucap ku santun.
"Ojo nolak rejeki ndok. Lumayan ongkos e gawe tuku es pas mengko muleh. Bapak ngga tega. Takut kamu ketemu orang jahat,"ucap bapak itu lagi.
"Nggeh pun pak. Matur nuwun sak derenge,"
"Podo-podo ndok. Kamu ngengetin bapak sama anak bapak di rumah. Usianya sama dengan mu. Makanya bapak ngga tega,"ucap beliau lagi sambil sesekali menatap ku dengan tatapan iba.
Aku hanya diam tak menyahut. Hingga sampai pada perempatan di mana seharusnya aku turun. Penumpang di belakang hanya tinggal 5 orang saja.
Benar saja. Bapak itu membuktikan kebenaran ucapan nya. Beliau mengantar ku sampai ruko bu Joko. Tepat di depan ruko megah itu.
"Lhoh pak. Kok lewat sini?"tanya seorang ibu-ibu penumpang.
"Mohon maaf semua nya nggeh. Mau antar anak saya dulu. Kita akan lewat jalan alternatif ke terminalnya," jelas bapak iti yang di sambut anggukan para penumpang.
◇◇◇◇
Aku turun tepat di depan ruko bu Joko. Setelah mengucapkan terima kasih dan membayar, aku menjauh sedikit agar angkot itu bisa pergi tanpa menabrak ku. Aku berbalik dan memandangi ruko megah itu. Bangunan tinggi 3 lantai yang sangat besar dan cantik dengan desain mewah.
Pintu nya yang mampu membuka dan menutup sendiri. Baju-baju pada manekin yang sangat indah di pandang mata. Bahkan ada satpam yang berada di pintu yang menyapa dengan ramah.
Aku menelusuri pandangan pada tempat parkirnya. Tak ku dapati mobil merah berstiker bunga mawar di kacang belakangnya, menandakan bahwa bu Joko sedang tak berada di sini.
Ku tarik nafas dan membuangnya kasar melalui mulut untuk menghilangkan rasa gugup ku. Aku berjalan mantap masuknke dalam ruko itu.
Ku telusuri deretan demi deretan hingga sebuah panggilan menyadarkan ku dari kekaguman pada baju di sekitar.
"Tania,"
"Mbak Ambar,"ucap ku menyebut nama orang yang memanggil ku.
'Masya Allah. Kenapa aku bisa lupa kalo mbak Ambar bekerja di sini. Jadi aku bisa tanya alamat bu Joko ngga jauh-jauh. Ach sudahlah! Kepalang tanggung juga' batin ku saat itu.
"Ngapain kamu di sini? Sama siapa?"tanya nya sambil menengok ke kanan dan kiri.
"Sendiri mbak. Aku... aku..."kata ku yang tiba-tiba di serang rasa gugup.
Mbak Ambar yang melihat ku gugup segera menarik tangan ku. Dia menarik ku masuk ke sebuah ruangan yang ku yakini itu adalah gudang. Karena ku lihat banyak sekali kardus juga baju di rak bertumpuk. Aku di suruh duduk di atas kardus sementara mbak Ambar keluar dan masuk membawa botol minum.
"Nich minum dulu! Abis itu cerita,"katanya masih sama, ketus padaku.
"Aku ingin minta alamat tinggal bu Joko mbak,"ucapku pelan.
"Buat apa? Bukanya bu Joko selalu menemui mu tiap 2 minggu sekali memberi perlengkapan mu?"tanya mbak Ambar.
Aku yang mendengar nya langsung memandang lekat wajah ayu itu dengan perasaan bingung.
'Bagaimana mbak Ambar bisa tau?' batin ku.
Mbak Ambar duduk di samping ku dan menghela nafas nya sesaat sebelum berbicara dengan ku.
"Kamu pasti bertanya-tanya bagaimana aku bisa tau. Jadi, semua perlengkapan mu itu, selalu aku yang beli dan pilih. Bu Joko ngga yakin dengan apa kesukaan mu sampai beliau minta mbak yang belikan. Sekarang kamu yang cerita. Buat apa kamu minta alamat bu Joko?"tanya nya santai.
"Buat.... buat...."ucap ku kembali gagap.
"Tan. Mbak ini ketus sama kamu bukan karena mbak benci sama kamu. Mbak cuman kesel kamu di perbudak ibu mu tapi kamu diem aja ngga ngelawan. Jadi sekarang cerita sama mbak. Sebenernya ada apa?"ucap mbak Ambar sambil memandang ku lekat.
Aku tak mampu menahan sesak di dada ku lagi. Air mata ku tiba-tiba turun dengan deras.
"Aku mau tanya sama bu Joko mbak. Apakah tawaran beliau untuk menjadi anak angkatnya masih berlaku. Aku ingin menerimanya mbak. Aku udah ngga tahan,"ucap ku dengan air mata.
"Sabar Tan. Emangnya ada apa kok sampek kamu punya pikiran seperti itu?"tanya mbak Ambar sambil membawa ku dalam pelukan nya.
Ku ceritakan tentang ucapan ibu dan pengusirannya padaku. Bahkan tentang makiannya setiap hari terhadap ku. Di tambah dengan ibuk menyalahkan ku tentang semua hal buruk yang terjadi di hidupnya. Mbak Ambar hanya diam mendengarkan hingga aku selesai bercerita dan meluapkan segala yang menyesak kan di dada ini.
"Sabar ya, dek! Mbak tau itu sakit. Sekarang kamu tenang. Mbak akan telpon bu Joko supaya beliau bisa kirim sopirnya untuk bawa kamu ke rumahnya," ucapnya menenangkan ku.
Aku mengangguk mengiyakan ucapan mbak Ambar. Mbak Ambar keluar untuk menelfon bu Joko. Beberapa saat kemudian, mbak Ambar kembali.
"Bu Joko belum pulang dek. Sopirnya ngga ada. Tapi mbak dapat alamat rumahnya. Ini kamu bawa,"ucap mbak Ambar sambil menyerahkan secarik kertas dan ku terima.
"Makasih ya mbak. Tapi, tolong jangan kasih tau siapa pun soal ini ya mbak. Aku mohon,"ucapku lagi.
"Iya. Mbak akan jaga rahasia ini. Lagian, mbak bisa kerja di sini dan kenal bu Joko juga karna kamu kan, dek. Udah jangan sedih lagi! Sekarang kamu mau kemana?" tanya mbak Ambar.
"Aku mau langsung pulang mbak. Takut ibuk keburu pulang juga soalnya. Aku tadi ngga pamit,"ucap ku.
"Mbak antar ya. Jangan pulang sendirian!"
"Ngga usah mbak. Mbak kan masih kerja juga. Nanti di marahin sama atasanya,"ucap ku.
"Tenang aja dek! Mbak tadi udah izin bilang nganterin peegawai bu Joko kok. Lagian 2 jam lagi shift mbak habis. Apa kamu mau nunggu sampek shift mbak habis dulu?"
Aku diam memikirkan nya sejenak. Ku pikir, tak ada salahnya menunggu mbak Ambar selesai dengan shiftnya. Apalagi, siang begini juga pasti ramai di tempat seperti kota ini.
"Aku nunggu mbak selesai shift ajalah mbak. Sambil beli buku di sebelah,"ucap ku kemudian.
"Ok. Nanti kalo sudah selesai beli bukunya, kamu langsung tunggu mbak di samping kasir depan aja ya. Mbak bakalan nitipin kamu sama mbak kasir biar di arahin ke ruang karyawan di belakang."pesan nya padaku yang ku jawab dengan anggukan.
◇◇◇◇◇
Aku sudah berada dalam sebuah toko buku di samping ruko milik bu Joko. Setelah lelah berkeliling, aku pun duduk sejenak di depan toko itu. Kemudian ku lanjutkan kembali ke ruko bu Joko. Sampai di sana, aku di antar pak satpam ke ruang karyawan.
Ruangan ini sangat luas. Bahkan lebih luas dari kamar ku di rumah. Ada banyak alamari besi berkunci. Ada tempat duduk juga cermin besar. Besar sekali melebihi milik ibu di lemari nya. Kemudian ada meja dan kursi di pojok yang ku perkirakan milik satpam.
Tak ada orang sama sekali di sana. Aku duduk di kursi panjang sambil ku keluarkan buku yang baru ku beli. Buku tentang pelajaran masuk ke sekolah menengah atas. Mulai dari soal kimia, bahasa, biologi dan masih banyak lagi. Aku membaca mulai dari kimia dulu.
Aku tertidur di kursi panjang itu dalam kondisi duduk bersandar. Mbak Ambar menepuk bahuku pelan untuk membangun kan.
"Mbak sudah selesai?"ucap ku sambil mengucek mata.
"Iya sudah. Ayo kita pulang! Kamu pasti capek nunggu"ucap mbak Ambar.
Mbak Ambar menggandeng tangan ku dan membawa ku ke tempat motor nya di parkir. Setelah sampai, dia menyerahkan helm padaku.
"Mbak dapat helm dari mana?"tanya ku yang heran mengetahui bahwa mbak Ambar membawa 2 helm.
"Dari temen ku tadi. Kan kamu nggak bawa helm ke sini nya. Kalo ngga pakek, kita bisa kena tilang polisi di jalan."
"Oh.."ucap ku tanda mengerti.
◇◇◇◇
Jalanan sangat ramai saat mbak Ambar dan aku menuju rumah. Hari begitu panas membuat aku dan mbak Ambar berhenti di sebuah warung untuk membeli minuman.
Kami duduk berhadapan. Aku hanya diam sedangkan mbak Ambar terlihat sedang berbalas pesan dengan seseorang. Mungkin orang spesial karena selalu tersungging senyum saat pesan terkirim. Es yang kami pesan pun sampai.
"Dek. Kalo kamu mau jadi anaknya bu Joko, terus bapak mu gimana?"tanya mbak Ambar.
"Ada Sandi mbak. Aku yakin Sandi bisa menggantikan posisi ku nanti."sahut ku.
"Baiklah. Ayo di minum es nya. Jarang-jarang lho di traktir mbak,"ucap mbak Ambar sambil tertawa.
Aku hanya membalas dengan kekehan kecil dan segera ku santap es campur itu. Nikmat sekali suasana seperti ini. Tanpa bentakan dan hinaan. Bahkan cenderung penuh kasih sayang.
Setelahnya, kami melanjutkan perjalanan pulang. Baru ku tau juga ternyata mbak Ambar mengambil setengah hari kerja karena akan mengajak bik Marti'ah ke kampubg sebelah untuk menjenguk saudaranya yang sedang sakit.
Aku minta mbak Ambar menurunkan ku di persimpangan jalan saja. Aku tak ingin ibuk tau aku keluar dari kampung sendirian. Dengan langkah gontai aku pulang ke rumah.
Aku masuk ke dalam kamar setelah mengucap salam dan di jawab Sandi dari belakang. Sepertinya ibuk belum juga pulang dari tadi. Sandi muncul dan mengetuk pintu kamar ku. Ku buka dan ku dapati Sandi membawa sepiring bolu untuk ku.
"Darimana dek?"tanya ku heran.
"Tadi mbak Eka ke sini. Nyariin pean mbak. Ibuk yang nemenin di depan. Taunya ngasih bolu buatan mama nya kayak biasa,"jelas nya padaku.
"Ouw. Terus ibuk ke mana?"tanya ku lagi.
"Ngga tau. Keluar lagi tadi belum balik lagi. Ini aku ngambilin buat mbak. Bawa ke kamar gih! Aku ngerti mbak ngga mau ketemu ibuk dulu saat ini,"ucapnya lagi.
Aku tersenyum haru mendengar ucapan adik ku itu. Sungguh, betapa beruntungnya aku saat ini masih memiliki dia.
Aku membawa roti itu setelah mengucapkan terima kasih pada adik ku itu.
♤♤♤♤♤♤

Komento sa Aklat (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    15d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata