logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Dicuri

Kepulangan Eve disambut banyak orang termasuk keluarga Mr. Waston, Denuca dan Axelio. Namun, sejak Eve duduk dia tampak murung karena di saat semua orang datang kedatangan seseorang yang ditunggunya tidak tampak sama sekali.
Dia tahu, bukan salah pria itu jika sekarang tidak muncul karena beberapa kali dia datang menjenguk Eve. Namun, sikapnya acuh tak acuh. Akan tetapi, dia memang sangat kecewa. Marah akan kematian bibi dan sepupunya.
“Eve, apa kamu tidak suka sama jamuannya, Sayang?” tanya Liora saat melihat Eve hanya diam mengaduk makanannya.
Eve tersentak dan menyunggingkan senyum paksa. “Enak, kok, Nyonya,” ujarnya.
Dia memaksakan diri untuk makan karena tidak mau menjadi pusat perhatian. Walau dalam makan dia tetap bertanya dalam hati keberadaan si tuan rumah. Ada rindu yang terbesit yang dia sendiri tidak pahami.
“Apa aku keterlaluan?” batinnya.
Eve tidak menyadari jika dari kejauhan seorang pria melihatnya dan berbalik badan pergi. Baginya melihat wanita kesayangannya itu sudah pulih dan duduk makan membuat perasaannya lega.
Walau sebenarnya dia masih ingin di sana melihatnya lebih lama. Akan tetapi, keadaan seolah memaksa dia untuk berbalik arah dan melepas rindu sedetik.
***
Di bawah nabastala dengan sepoi-sepoi angin sore yang menyejukkan. Di situlah Eve duduk seorang di taman dengan buku pelajaran di tangannya. Buku itu hanya terbuka di atas pangkuannya seolah dibuka untuk menonton Eve yang sedang menatap ke depan dengan tatapan kosong.
Wanita itu memutuskan keluar kamar dan berakhir di taman untuk mengusir perasaan resah di hatinya. Walau Bibi Harmonia dan yang lain sudah memintanya untuk istirahat, tetapi matanya tidak bisa diajak kompromi.
Sampai ekor matanya menangkap siluet bayangan seorang. Dia perlahan menoleh dan terpaku melihat pria berjas hitam dengan kemeja hitam di dalamnya.
Wajah itu, wajah tampan yang kini tampak sayu dan memiliki kantung mata yang terlihat jelas. Kondisinya seperti ini seolah menjelaskan keadaanya tanpa harus mengatakan.
“Uncle Je,” lirih Eve.
Bibir pria itu terbuka, tetapi tertutup rapat kembali seolah tidak tahu harus memulai dari mana sampai dia duduk di samping Eve.
Eve menoleh melihat pria yang duduk di sampingnya sedang menatap lurus ke depan. Jika boleh jujur, Eve merasakan teramat rindu saat aroma parfum dari Jevras menyeruak memasuki indra penciumnya.
Bahkan rasanya rindu itu mulai menggebu-gebu tetapi sisi hitam dalam dirinya selalu berteriak seolah menyuruhnya untuk sadar diri bahwa pria di sampingnya adalah pembunuh keluarganya.
“Maaf sudah lancang menghampirimu,” ujar Jevras menoleh melihat Eve sehingga kedua atensi mereka saling bersitatap.
Eve merasa lidahnya kelu. Hatinya pilu. Begitu dia mendengar kalimat pertama yang keluar dari bibir Jevras. Dia menunduk dan meneteskan air mata bimbang.
Antara benci dan cinta atau ini hanya sebuah perasaan kecewa? Dia tidak tahu. Namun, dia tidak bisa melihat pria di sampingnya ini terus-menerus minta maaf.
“Saya jahat banget sama kamu. Saya selalu membuat kamu menangis,” ujar Jevras dengan nada getir.
Eve mengangkat wajahnya dan melihat betapa sorot mata pria itu terlihat terluka. Dengan cepat Eve mengusap air matanya. Dia benci melihat tatapan itu. Lebih benci dari saat tahu bibi dan sepupunya mati.
“Uncle, bisakah kita untuk tidak membahasnya saat ini?” tanya Eve.
“Baiklah. Akan tetapi, kamu tidak keberatan, ‘kan, saya duduk di sini?” tanya Jevras. “Lima menit pun tidak apa-apa,” lanjutnya membuat Eve mengangguk.
Mereka sama-sama diam. Terhanyut dengan pemikiran sendiri sampai Jevras mencoba memberanikan diri mengajak Eve keluar nanti malam.
“Saya dengar di sini ada semacam pertunjukan di taman. Entah, yang aku dengar hanya banyak keseruan di sana. Mungkin semacam pasar malam,” ujar Jevras.
“Oh, ya?” tanya Eve berusaha untuk terlihat antusiasi.
“Iya, kamu mau ikut dengan saya?” tanya Jevras.
“Mau, Uncle.” Eve menutup bukunya dan berdiri. “Kalau begitu Eve masuk dulu dan mau mandi karena sudah sore banget, ‘kan. Sekalian siap-siap,” ujarnya.
Jevras mengangguk. Dia membiarkan Eve pergi dan sedikit ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman saat melihat punggung Eve sampai menghilang.
Eve mau menerima ajakan keluarnya sudah membuatnya senang karena Jevras kini sadar bahwa dia mencintai Eve dan siap untuk jujur kepada Shopia bahwa dia tidak bisa melanjutkan pertunangan mereka.
Jevras sudah memikirkannya secara matang-matang. Lagi pula dia tidak akan meninggalkan Shopia tanpa memberi sesuatu kepada wanita itu karena bagi Jevras wanita itu juga sudah memberikan banyak pelajaran dalam hidupnya.
Malam ini dia akan jujur kepada Eve tentang perasaannya. Entah, wanita itu mau menerimanya atau tidak, yang penting dia sudah jujur akan perasannya.
***
“Wahhhh! Bagus banget!” pekik Eve saat dia tiba di taman bersama Jevras.
“Kamu mau coba satu permainannya?” tanya Jevras.
“Eumm ... mau lihat-lihat saja dulu, Uncle. Eve menyengir membuat Jevras reflek mengacak rambutnya.
Pria itu tidak menyadari ekspresi Eve berubah dan memang Jevras sepertinya mau terang-terangan sikapnya dengan Eve. Dia bahkan menggenggam tangan Eve untuk mengajak wanita itu keliling mencuci mata.
“Kalau kamu ingin beli sesuatu bilang, ya,” ujar Jevras.
Eve hanya mengangguk dan sebentar-sebentar menatap tangannya yang berada di genggaman Jevras. Dia takut tangannya berkeringat karena saat ini jantungnya memompa dengan gila.
“Uncle, Eve mau duduk. Capek,” ujar Eve saat merasakan betisnya mulai pegal.
“Kita duduk di sana,” ajak Jevras.
Saat duduk Eve merasa lega setidaknya tangannya kini leluasa. Bukan dia tidak suka digenggam, tetapi itu membuat dia seperti orang yang tidak tahu harus berbuat apa.
Namun, sialnya sekarang dia merasa pipinya terbakar saat melihat Jevras yang duduk di depannya menatapnya secara intens setelah memesan makanan untuk mereka.
Pria itu juga tampak gagah dengan balutan yang, oh, sialnya membuat pikiran Eve mengeluarkan pikiran-pikiran yang terlalu memuja pria itu.
“Bagaimana bisa Uncle Je seorang mafia sedangkan wajahnya tampak seperti Dewa Yunani yang baik. Astaga!” rutuk Eve dalam hati.
“Permisi, silakan dinikmati,” ujar pelayan di sana.
Eve dan Jevras memutuskan untuk makan sebelum kembali keliling dan bersiap pulang.
“Wah! Lucu banget, sih, bonekanya!” pekik Eve saat mereka sudah siap masuk ke dalam mobil.
Eve melihat di seberang sana penjual boneka ukuran jumbo begitu lucu di matanya, Jevras yang mendengarnya mengurungkan niat masuk ke dalam mobil.
“Tunggu, saya belikan.”
Eve gelagapan mendengar perkataan Jevras.
“Tidak perlu, Uncle,” ujar Eve menahan tangan Jevras.
Dia menatap tangannya yang kini memegang tangan Jevras, perasannya tiba-tiba sedih. Seolah genggaman tangannya kali ini memberinya sinyal aneh.
“Kita pulang saja, Uncle. Lagian Eve sudah mendapat banyak boneka hari ini dari Nyonya Liora, juga dari Kak Alana,” larangnya.
“Tidak apa-apa. Saya belum memberimu hadiah. Anggap saja itu hadiah dari saya,” ujar Jevras seraya memberi Eve senyuman.
“Sudah, Uncle. Uncle, ‘kan, mau ajak Eve ke kedai es krim sebelum pulang. Itu sudah membuat Eve senang.” Eve masih mencoba menahan Jevras. “Lagi pula nanti kedainya tutup. Ini sudah jam 10:00, lho, Uncle,” ujar Eve.
“Enggak butuh berapa menit beli bonekanya. Sebentar.” Jevras ngotot ingin membelikan Eve dan melepas tangannya. Namun, sebelumnya dia melihat wajah sedih Eve sehingga memeluk erat wanitanya.
Dia pun tidak tahu kenapa bisa seberani itu. Namun, nalurinya mengatakan untuk mendekap wanitanya itu.
“Jangan dipikirkan,” bisik Jevras lembut.
Dia melepas pelukannya membuat Eve tersenyum tipis. Dia mencoba berpikir positif dan melihat Jevras menyeberang.
Sesampai di sana Jevras membeli boneka yang disukai Eve itu. Setelah membayar pria itu mengangkatnya membuat Eve tersenyum lebar.
Namun, beberapa detik kemudian boneka itu jatuh dari genggaman Jevras bersamaan sudut bibirnya luntur tatkala melihat segerombolan pria menghampiri Eve dan membawanya pergi.
“Berhenti! Sial!” umpat Jevras.
Dia menyeberangi jalanan dan tidak peduli beberapa kali hampir tertabrak. Dia masuk ke dalam mobilnya dan mengejar walau kini dia harus merasakan kesal karena jalanan tidak berpihak padanya.
“Eve!” teriaknya frustrasi.
Eve dicuri dan perasaannya belum sempat dia ungkap. Setetes air matanya jatuh. Dia rapuh saat wanitanya hilang.
“Akan saya bunuh kalian!” teriaknya marah.
Jevras segera mengirim pesan suara di monitor Black Hold agar didengar secara keseluruhan jika ada keadaan mendesa.
“Kalian bawa anggota ke jalan G*** dan periksa mobil BMW berwarna hitam.”
****
“Ayo, kita mendapatkan perintah dari Tuan Muda Jevras! Segera kalian persiapkan diri!” teriak salah satu dari mereka.
Dengan sigap mereka mengambil pistol dan berjejer bersiap keluar membuat suasana markas menjadi ricuh.
Axelio dan Denuca yang saat itu mengobrol tersentak. Lalu, bersiap keluar juga.
Namun, saat mereka sudah bersiap keluar dari pintu utama seorang wanita mengenakan blazer hitam dengan rambut yang gerai. Bibir yang dipolesi lipstik merah berdiri di sana dengan kedua tangan menyilang di depan dada.
Tap ... tap ... tap ....
Suara hig helsnya membuat pergerakan mereka semua berhenti apalagi melihat senyum menyeringai dari nyonya bos mereka.
“Aku peringatkan kalian untuk tidak melangkahkan kaki keluar dari ini.” Dia memutar tubuhnya menatap Denuca dan Axelio yang kini diam mematung juga.
“Tapi, Nyonya. Tuan Muda Jevras sedang—“
“Saya tahu. Saya dalang dari masalahnya saat ini,” terangnya berterus terang membuat mereka syok.
“Membantu Jevras berarti menantang saya,” kata Liora sambil melangkah duduk di sofa dengan bertongkat lutut.
“Kalian bungkam soal ini. Jevras sudah berani mengusik hidup keluarga saya dan pantas mendapatkan balasan,” ujarnya membuat mereka semua diam.
“Kembalilah. Jika dia bertanya bilang saja kalian kehilangan jejak.”
Mereka terpaksa kembali ke tempat masing-masing, tetapi tidak dengan Denuca dan Axelio. Mereka kesal, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
“Ada yang ingin kalian sampaikan?” tanya Liora dengan menaikkan sebelah alisnya.
“Tidak ada, Nyonya,” ujar Axelio. Lalu menunduk hormat pergi dari sana bersama Denuca.
Bibir Liora menyeringai tajam.
“Rasakan penderitaan yang harus kamu bayar Jevras dan wanita sialan itu, Shopia. Bersiaplah bertemu ajalmu,” batinnya.
***
Bersambung ....
Bagaimana, ini, Eve dicuri saat Jevras ingin bilang cinta sama dia. Aduhh ... aduh ... hehehe. Maaf banget, ya, lama update. Ini karena banyak banget kegiatan Tata. Mumpung waktu libur insya Allah bakal sering up.

Komento sa Aklat (436)

  • avatar
    SusantoDinar

    pinjam uang dana

    3d

      0
  • avatar
    LawatiSusi

    membaca sekilas sudah seru

    3d

      0
  • avatar
    FirdausMuhammad

    cerita yang sangat menarik dan saya amat menyukainya

    6d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata