logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sang Penyelamat

ARINI
Pagi ini gue diantar lagi sama Uda David. Sering-sering saja masuk pagi, biar bisa hemat ongkos. Lumayan ‘kan bisa nambah tabungan. Senyuman terukir di wajah saat melangkah menuju pintu masuk gerdung. Sekitar tiga langkah mencapai pintu kaca, tiba-tiba sebuah tangan mendorong tubuh ini sehingga nyaris terjatuh jika saja keseimbangan minus.
Jantung nyaris copot karena kaget. Saat menyadari siapa pelakunya, gue langsung berteriak kencang.
“BERHENTI LO, KUNYUK!!”
Tubuh ini menegang dengan rahang mengeras. Emosi kini semakin meluap melihat cowok tengil itu dengan santai melenggang naik ke lantai atas. Sialan! Brandon sialan!
Setiap saat dibikin naik darah dengan kelakuannya. Gue pikir dia bakalan berhenti gangguin setelah tahu diri ini sudah punya pacar, ternyata enggak. Embusan napas keras keluar begitu saja dari hidung. Sambil menghentakkan kaki, gue naik ke lantai atas setelah si Kunyuk menghilang entah ke mana.
Sumpah, jadi benci sebenci bencinya sama si Kunyuk. Dia pikir dirinya siapa sampai semena-mena begini? Apa seluruh orang kaya kelakuannya kayak gitu? Ah, paling nggak ada Kak Toni dan Lova yang masih baik sama gue.
Di sekolah ini, hanya mereka berdua yang memperlihatkan kepedulian terhadap siswi dari kelas menengah seperti gue. Sisanya? Hanya bermanis muka menjelang ujian dan ulangan harian. Kesal juga sih. Rasanya nggak enak dimanfaatkan sama si Kaya, tapi apa boleh buat, demi kenyamanan selama bersekolah di sini terpaksa dituruti.
Jangan tanya lagi gimana mereka rebutan ingin satu kelompok dengan gue, ketika guru memberi tugas. Beuh, berbagai makanan dan minuman tersedia di atas meja sebagai sogokan, agar mau bantuin mereka. Ada juga yang langsung tarik gue ke kantin ingin mentraktir makan siang.
Hari ini berlalu dengan cukup baik, meski hati masih gondok dengan kelakuan si Kunyuk tadi pagi. Ketika pergantian jam pelajaran, tiba-tiba kebelet pipis. Nggak tahan lagi, gue langsung berdiri ingin beranjak ke toilet.
“Mau ke mana, Rin?” tanya Lova sebelum gue keluar dari kelas.
“Biasa, toilet. Udah kebelet nih,” jawab gue menoleh sekilas kepadanya.
“Ikut.”
Lova kini bergelayut manja merangkul lengan ini.
“Eh, lo kudu hati-hati sama geng Chibie, Rin. Bahaya tuh mereka. Jangan cari gara-gara deh,” nasihat Lova entah keberapa kalinya sejak kemarin.
“Iya, Bawel. Dari kemarin ngomongnya itu mulu ih,” cibir gue disambut gelak tawanya.
“Habis ngeri bayangin kalau lo sampai di-bully sama mereka. Nggak ada yang bakal tolongin kalau sampai kejadian.”
“Lo juga gitu dong?”
Lova menggeleng cepat sambil menggoyangkan tangannya ke kiri dan kanan, lantas menyelipkan rambut sebahunya di belakang telinga. Dia mendekatkan bibir ke telinga dan berbisik, “Gue memang nggak akan tolongin lo secara langsung, tapi pasti cari bantuan.”
“Baik banget sih lo jadi teman.”
“Iya dong. Masa gue biarin lo kesusahan.” Lova menaik-naikkan alis tebalnya.
Kami kemudian tertawa sambil memasuki toilet, setelahnya masuk ke bilik berbeda. Lega rasanya setelah melepaskan yang tadi mengganjal. Gue berdiri lagi dari kloset dan membuka kunci pintu. Loh, ini pintu kenapa jadi nggak bisa buka?
“Lova?” panggil gue.
“Kenapa, Rin?” sahut Lova dari bilik paling ujung. Kalau nggak salah dia masuk ke bilik yang dekat dinding tadi.
“Pintu bilik tempat gue kok nggak bisa dibuka ya?”
“Masa sih?”
Nggak lama terdengar pintu bilik terbuka, mungkin itu yang ditempati Lova.
“Tolong lihatin dong, Lov,” pinta gue.
Lova nggak nyahut lagi setelah itu.
“Lova? Lo masih di luar, ‘kan?”
Hening. Suara Lova nggak terdengar lagi. Perasaan jadi nggak enak. Nggak mungkin dia ninggalin gue sendirian terkunci di dalam sini.
“Lova?” panggil gue lagi mulai panik sambil menggedor pintu.
Tiba-tiba tubuh ini sudah basah dengan air. Siapa yang punya kerjaan nih? Spontan gue mendongakkan kepala ke atas dan melihat salah satu anggota geng Chibie yang samperin ke kelas kemarin. Dia tertawa diiringi yang lainnya. Dada seakan bergelora sekarang. Keseeel.
Gue jadi paham kenapa Lova nggak nyahut dari tadi. Pasti sekarang pergi cari bantuan, seperti apa yang dikatakannya sebelum kami tiba di sini.
“Gue udah kasih peringatan sama lo, jangan deketin Brandon. Eh, masih aja deketin dia,” tutur suara cempreng disambut tawa yang lain.
“Apapun yang terjadi, jangan lawan mereka, Rin,” kata Lova kemarin terngiang.
Oke, Ri. Tenang, jangan sampai terpancing dengan kelakuan mereka. Ini air juga bukan air kotor. Rileks, batin gue menyabarkan diri.
Gue harus menelepon seseorang sekarang. Tangan bergerak merogoh saku. Ponsel mana, ponsel? Seketika panik melanda saat ingat handphone ada di dalam tas. Asli hari ini apes. Pagi tadi digangguin si Kunyuk, sekarang digangguin si Chibie. Kalian orang kaya kenapa sih selalu nge-bully orang biasa kayak gue?
Jadi ingat Shan Chai di serial yang pernah booming lima tahun lalu. Dia diperlakukan kayak gini juga gara-gara ngelawan Dao Ming Si. Apa mereka kayak gini ke gue gara-gara ngelawan sama si Kunyuk? Ah, pengin maki-maki cowok dekil itu jadinya.
Kedua tangan kini saling berpagutan sambil mengusap lengan, karena tubuh mulai kedinginan. Toilet terasa dingin sehingga badan perlahan menggigil. Gue nggak suka terlihat lemah begini, Apalagi ketika kedinginan.
Please, Lov. Cari bantuan agar gue bisa keluar dari sini, rintih hati ini.
“Kalian ngapain di sini?” Tiba-tiba terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga. Suara nggak terlalu berat dan paling enggan didengar sekarang.
Seluruh cewek yang entah berapa orang di luar sana serentak terdiam mendengarnya. Suasana hening beberapa saat, gue nggak tahu apa yang sedang terjadi. Nggak lama terdengar pintu dibuka dari luar. Sepasang tangan langsung memasangkan jaket di tubuh yang sekarang menggigil. Sang Penyelamat akhirnya datang juga.
Tanpa sadar, kaki melangkah mengikuti arah ke mana orang ini membawa gue. Pandangan sempat melihat ke arah Lova yang menunjukkan raut lega. Yakin banget, pasti dia yang meminta pertolongan. Di luar toilet ternyata banyak siswi yang berdiri melihat ke arah kami berdua.
“Apa yang terjadi, Bran?” tanya seorang siswa yang gue nggak kenal.
Sesaat diri ini tersentak, ketika menyadari orang yang nolongin gue adalah si Kunyuk. Perlahan kepala bergerak melihat ke arahnya yang masih merangkul bahu ini meninggalkan keramaian. Mata berkedip pelan dengan bibir sedikit menganga. Ngapain dia nolongin gue lagi sekarang? Ini nggak mimpi, ‘kan?
Si Kunyuk diam saja, tanpa merespons pertanyaan siswa tadi. Kakinya terus melangkah menaiki tangga. Gue kayak orang bego pakai ikut-ikutan dia segala. Gimana kalau dia culik terus sekap gue? Seketika diri ini bergidik membayangkannya.
Tak lama, pintu terbuka dan terlihat cahaya terang matahari pukul 10.00 yang bagus untuk berjemur. Ternyata dia membawa gue ke atap gedung sekolah. Si Kunyuk menarik lagi jaket tadi.
“Buka baju lo sekarang,” suruhnya membuat mata ini membulat seketika.
What?
Bersambung....

Komento sa Aklat (646)

  • avatar
    AtepkingkiHabib

    bagus

    09/08

      0
  • avatar
    KholilullahFauzan

    semoga dapet akun

    27/06

      0
  • avatar
    ChannelMelisa

    i love you

    21/06

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata