logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sedekat Langit dan Bumi Yang Menyatu Damai Bila Hujan Turun.

Sang fajar merayuku berbisik hangat penuh semangat. Masa putih abu adalah masa yang paling indah apalagi anak seperti aku ini yang sangat bebas karena aku jauh dari pantauan keluarga.
Dering teleponku berbunyi di pagi hari yang buta ini. Ah, sungguh kesal rasanya, tapi apa boleh buat karena jika aku tidak mengangkatnya dia akan memecahkan gendang telingaku.
"Sudah bangun apa belum? Kakak rindu," petasan dari mulut Kak Piki masuk ke gendang  telingaku.
"Aku juga, kak," balasku dengan suara khas bangun tidur. Aku masih berusaha membuka paksa mataku, mengedipkan berkali-kali, dan menatap langit-langit dinding.
"Buruan mandi, dan sekolah yang bener!" teriak kak Piki melalui telepon.
"Baik bos," ujarku lalu ia menutup teleponnya.
"Nelpon dipagi buta ini hanya untuk membangunkanku? Menyebalkan," omelku ketika telepon sudah terputus.
Dia adalah Kakak satu-satunya yang sangat perhatian denganku. Kak Piki berbeda dengan fisikku, ia mempunyai warisan genetik dari ibuku yang tinggi dan sempurna. Saat ini dia ada di Banten sedang berjuang meraih cita-citanya menjadi seorang polisi. Aku tidak mau kalah semangat darinya aku selalu berangkat sekolah lebih awal meskipun aku tinggal di asrama sekolah.
Aku berjalan melamun memikirkan apa yang harus aku lakukan setelah lulus nanti. Aku tidak ingin merepotkan ayahku lagi, bagiku sudah bisa sekolah di SMA ini saja aku bersyukur, dan merasa sangat beruntung. Namun, ujian sudah di depan mata tapi aku tidak tahu bagaimana hidupku nanti.
"Ana?" aku menoleh ke arah sumber suara indah itu dan aku melihat Andi yang berjalan ke arahku mengenakan jaket berwarna abu. Jaket yang selalu ia kenakan yang membuat dirinya selalu sempurna di mataku.
"Ya."
"Bisakah kamu menemani saya ke rooftop?"
"Dengan senang hati." Aku berjalan di sampingnya terlihat seperti anak SD yang berjalan dengan kakaknya. Langkahku terhenti menabarak Andi yang tiba-tiba saja berhenti. Kini ia menatapku dan mengusap rambutku tersenyum manis untukku.
"Lihatlah Ana ini tempat favorit saya selama saya sekolah di sini," Andi mengatakan padaku, dan matanya melihat seluruh sudut ruang dan tersenyum.
"Wow di sini indah sekali terlihat jelas taman sekolah yang indah itu," ujarku sangat terkejut ketika melihat pemandangan dari atas.
"Kamu baru pertama kali ke sini?" tanya Andi yang berjalan dan berdiri di sampingku.
"Iya. Terimakasih kamu sudah membawa saya ke sini," ujarku penuh kegirangan.
"Saya lihat dari tadi kamu melamun apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Andi yang membuat aku harus membalikan badan dan bersandar dibatas pagar, lalu aku menghembuskan napas dengan kasar dan mulai bercerita.
"Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan setelah hari kelulusan nanti," jawabku tanpa menatap wajahnya.
"Bukannya kamu ingin menjadi penulis yang hebat?" tanya Andi dengan menaikan satu alisnya, kini aku mulai menatapnya dan tersenyum.
"Tidak juga. Alasan saya menjadi penulis agar orang mengenal saya melalui karya saya bukan diri saya. Jika suatu hari nanti saya meninggalkan dunia saya akan meninggalkan jejak melalui karya saya. Kalau kamu lulus nanti mau lanjut dimana?" tanyaku menatap lurus tanpa tujuan karena aku tidak sanggup menatap wajah Andi lebih dari tiga puluh detik. Kini ia terdiam seolah-olah dia belum tahu apa tujuannya setelah hari kelulusan nanti.
"Time will tell you," ujar Andi yang membuatku beralih menatapnya dengan mengangkat wajahku.
"Orang seperti kamu sudah pasti mempunyai masa depan yang cerah," ujarku. Aku kini masih menatapnya hingga dia menatapku. Aku melihat dia mengangkat satu alisnya dan tersenyum untukku. Apa artinya senyuman itu? Mungkin saja dia meragukan apa yang baru saja aku katakan.
"Tidak ada yang tahu jalan Tuhan cukup ikuti saja alurnya," ujarnya saat ia menatapku. Lagi-lagi aku menatap matanya cukup lama. Aku senang melihat matanya yang mulai menyipit karena terpapar mentari. Ya, apa pun yang ia katakan itu selalu benar, dan membuatku terdiam seribu kata.
"Andi?" panggilku hingga memecahkan lamunannya.
"Ya?" jawabnya beralih menatapku.
"Bisakah kamu membantu saya?"
"Selagi saya mampu. Saya akan melakukannya untuk kamu, Ana."
"Bisakah kamu membuatkan saya sampul buku?" tanyaku yang membuatnya terkekeh kecil.
"Hanya itu?" tanyanya sambil mengangkat kedua alisnya.
"I_iya," jawabku ragu.
"Kalau boleh tahu apa judul, dan genrenya? Emm, tokoh utamanya male atau female?" Dia bertanya begitu saja sudah membuatku bahagia. Ditambah lagi dia mau membuatkanku sampul ceritaku. Andi, aku ingin menulis semua kenangan kita dalam bentuk novel. Menulis sebagian indahnya obrolan kita lewat WhatsApp.
"Genre Romance," jawabku. Aku masih memikirkan nama tokoh pria utama, namun lagi-lagi nama pria yang ada di otakku hanya ada satu yaitu Andi.
"Tokoh pria atau perempuan?" tanya Andi.
"Andi dan Ana," seruku dengan cepat. Oh, no aku terlalu jujur menyebut namanya. Ketahuan gak ya? Pikirku.
"Judulnya?" tanyanya lagi. Syukurlah dia tidak mempersalahkan tentang nama tokoh utamanya.
"Emmm, Andi emang tidak masalah jika aku memakai nama kamu?" tanyaku dengan ragu.
"Sangat tidak. Lagi pula itu malah bagus karena artinya Andi sangat berarti dalam hidup Ana," ucapnya membuat jantungku menari-nari bahagia. Ingin rasanya menceritakan kebahagiaanku ini ketika ada di sampingnya, tapi aku masih terlalu naif untuk mengakui di depan semua orang.
"Sangat berarti, ucapku,"membuat dirinya mengusap manja keningku,
"Sedekat langit, dan bumi. Itulah aku, dan Andi," tambahku.
"Maksudnya? Bukankah selama ini kita sangat dekat?"
"Ya, memang. Tapi, ketika dilihat semua orang Andi bagaikan langit, dan saya bagaikan bumi. Sangat jauh karena dijauhkan oleh perbedaan. Namun, ketika hujan turun langit, dan bumi bersatu damai dalam setiap tetes airnya."
"Keren. Entah kenapa kamu selalu membuatku nyaman. Terus judulnya apa?" tanya Andi.
"Takdir Tuhan."
"Coba jelaskan kenapa memilih judul itu?"
"Karena Tuhan telah menakdirkan Andi menjadi bagian dari sepenggal hidupku. Karena Tuhan telah membuat perbedaan aku, dan Andi menjadi indah.''
Andi lagi-lagi mengembangkan senyumnya, dan saat ini dia sudah hampir sempurna.

Komento sa Aklat (378)

  • avatar
    ManRahman

    Adbid djsbf sjsb

    11h

      0
  • avatar
    linom

    yatim

    13h

      0
  • avatar
    zulfadhliemuhammad

    jalan cerita yang samgat baik , tersusun mudah difahami dan sangat menyeronokkan

    13h

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata