logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sebelum Mentari Tiba

Karena janjinya untuk menungguku di taman sekolah membuatku terbangun disepertiga malam. Tepat pukul 03.00 WIB. Aku tak sabar untuk segera menemuinya. Namun, apa yang harus aku lakukan di pagi hari buta ini? Selain menikmati degup jantung yang tak tahu malu hanya ingin segera menemuinya. Manusia yang selalu mendekati sempurna.
Dua jam kemudian aku sudah mengenakan seragam sekolah. Mengaca di depan cermin dinding yang cukup besar, dan tersenyum tak sabar menemuinya.
Cantik, batinku hanya saja tubuhku ini pendek.
Sesuai apa yang dia katakan semalam. Dia akan tiba sebelum matahari terbit, dan inilah waktunya aku untuk melangkah, mencari dimana dia berada.
Benar apa yang dia katakan. Selama ini dia tidak pernah bohong kepadaku. Dia yang selalu menepati janji kecilnya.
Kuayunkan kakiku menuju ke tempat dia berada. Dia yang sudah duduk di bangku taman sebelum matahari terbit.
"Sudah lama nunggunya?" tanyaku untuk menyapanya.
Dia beralih tersenyum manis menatapku, "Mungkin setengah jam," jawabnya.
"Hah, serius?" tanyaku masih belum percaya.
"Kapan saya pernah bohong, Ana?" tanyanya balik kepadaku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku, "Emmmm, kapan ya?" ucapku pura-pura mengingat detik dimana Andi pernah berkata dusta. Meskipun itu hampir mustahil, "Tidak pernah sih," tambahku.
"Belum pernah bukannya tidak," serunya.
"Apa bedanya?" tanyaku sambil menata diri duduk di sebelahnya.
''Kalau tidak itu artinya selamanya saya tidak akan berkata dusta padamu. Tapi, kalau belum itu artinya saya akan berkata dusta kepadamu, meskipun bukan sekarang," jawabnya yang selalu pandai berkata.
"O, gitu," ucapku lirih sambil menganggukkan kepalaku, "So, how to make cover, Andi," tanyaku yang membuat dia tersenyum menatapku. Tatapan matanya yang selalu membuat jantungku bergetar hebat dan mataku hampir tidak berkedip saat melihat tatapannya.
"Duduklah saya akan bicara panjang!"
"Saya sudah duduk, And." Aku duduk di samping Andi, dan siap mendengarkan apa pun yang akan dia katakan.
"Ana, entah kenapa kamu selalu merepotkan saya," ujar Andi yang merubah raut wajahku menjadi ragu. Namun, dia justru tersenyum usil denganku. Sebuah senyuman yang membuatnya semakin sempurna di mataku.
"Maaf," aku menundukan kepalaku meskipun aku tahu dia sedang tersenyum lebar melihat tingkahku. Senyuman yang membuat jantungku sedang berdisko.
"Tapi saya senang jika saya bisa membantu," Andi semakin tersenyum lebar dan menatapku dengan sangat indah.
"Terimakasih sebelumnya," ujarku saat membalas senyumannya.
Dia masih menatapku dengan senyuman elegannya. Andi, bisa duduk berdua denganmu di bawah satu bintang fajar saja sudah menjadi kenangan terindah yang harus abadikan melalui denyut nadiku.
"Saya bukan orang yang suka novel, atau karya sastra sejenisnya. Namun, untuk ilustrasi saya sedikit mengerti Untuk sampul Novel biasanya cukup simpel tidak perlu gambar manusia. Kebanyakan dari mereka menggunakan tulisan indah atau kaligrafi sebagai sampul mereka. Jika, memang ingin menggunakan tokoh novel sebagai sampul tidak apa-apa. Namun, setahu saya jenis novel yang menggunakan tokoh novel sebagai cover berasal dari jenis novel jejepangan sebut saja anime. Jika ingin menarik perhatian pembaca penggunaan adegan atau sedikit spoiler dari cerita sebagai sampul. Saya rasa lebih efektif ketimbang yang hanya kaligrafi, dan bentuk abstrak. Ya, kalau pembuatan sampul dibuat oleh sendiri tidaklah masalah dalam biaya. Namun, beresiko jika memang skill ilustrasinya kurang yang dapat menghilangkan daya tarik novel jika sampulnya saja sudah kurang mengena atau jika ingin cari amannya silahkan cari jasa profesional yang berpengalaman dengan tanggungan biaya tertentu," ucapnya dengan senandung lembut yang selalu menyejukkan hatiku.
Aku masih mendengarkannya yang bicara panjang kali lebar itu, dan aku semakin jatuh cinta dengannya. Tutur katanya yang lembut dan indah untuk didengar membuat semua kaum hawa jatuh hati kepadanya termasuk aku yang sudah lama jatuh hati kepadanya meskipun tanpa dia ketahui.
"Baiklah saya akan mencobanya," dia beralih menatapku dan aku memberikan senyuman semampuku.
Matahari mulai memamerkan sinarnya. Menjatuhkan sinar terangnya di muka tampan mahluk yang ada di sampingku ini. Perfect.
"Terimakasih untuk sarannya. Terimakasih sudah mau datang sesuai janji. Terimakasih sudah membuat perempuan sepertiku ini merasa bahagia. Saya pergi dulu," pamitku padanya. Tanpa dia menjawab aku melangkah pergi dari hadapannya.
Senang itu sudah pasti karena hanya dia yang selalu membuatku bahagia. Hanya dia pria yang pernah kukenali lebih dalam.
* * *
Mentari telah berganti tersenyum riang menyambut diriku, ketika pagi hari tiba disitulah lelah datang tanpa iba. Hari-hari di sekolah masih sama hanya terlihat indah ketika ada Andi.
Aku melangkah menyusuri koridor sekolah, dan tidak sengaja aku melihatnya duduk di bangku taman dengan ditemani banyak kaum hawa yang mengaguminya.
Hati kecilku ingin mengahampirinya. Namun, apalah daya sang kerdil ini? sudah cukup melihatnya dari jauh saja aku bisa bahagia.
Sebenarnya aku bisa saja datang menghampirinya kapan pun aku mau, tapi aku takut membuatnya malu saat berdua dengan manusia kerdil sepertiku ini.
Aku melanjutkan langkah kakiku menuju kelasku, dan di sana aku sudah ditunggu Septiana atau aku biasa memanggilnya Cecep gadis mahir psikolog hampir semua tebakannya benar. Asal kautahu sebuah fakta, bahwa dia agak sensitif. Satu lagi sahabatku dari kecil dia bernama Putri, cantik berkulit putih, dan berambut pirang seperti orang Korea.
Aku bahagia ditengah badai yang selalu menghampiriku, tapi aku punya mereka berdua yang selalu menguatkanku.
"Anaaaa, udah dari tadi kita nunggu kamu," teriak Putri dari dalam kelas. Namun, aku hanya membalasnya dengan senyuman.
"Hmm pasti ada maunya,kan?" ujarku.
"Oh, sudah pasti kita mau nyontek PR bahasa Inggris," ujar Cecep tanpa basa basi. Seperti itulah sifatnya asal ceplos, dan nggak suka basa-basi alias langsung to the point aja.
"Well," aku bergegas mengeluarkan buku PRku, dan menyerahkannya kepada mereka berdua.
"Uwwwwu, Thanks Anaaa sayangg," ujar putri yang membuatku agak enek.
"Aku ke toilet bentar ya," ujarku lalu melangkah pergi tanpa mendapat persetujuan dari mereka. Kakiku terus melangkah tanpa henti, dan sang angin tak henti mempermainkan rambutku. Kurasa aku lebih percaya diri karena aku sudah kelas XII dari pada waktu pertama kali aku datang ke sekolah ini. Dan waktu pertama kali aku bertemu dengan Andi di tengah derasnya hujan

Komento sa Aklat (378)

  • avatar
    ManRahman

    Adbid djsbf sjsb

    11h

      0
  • avatar
    linom

    yatim

    13h

      0
  • avatar
    zulfadhliemuhammad

    jalan cerita yang samgat baik , tersusun mudah difahami dan sangat menyeronokkan

    13h

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata