logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Laris

Setelah merapihkan buku kedalam tas. Gadis kecil itu masih memikirkan ucapan Bu Guru, karena baru kali ini ia mendapat nilai 0. Tubuhnya membeku digerbang sekolah, tapi ia tidak menghiraukannya. Gadis kecil itu terus berjalan, butuh sepuluh langkah kaki lagi untuk bisa sampai ke rumahnya.
"Assalamualaikum, Bun." ucapnya sembari melepaskan sepatu dan kaos kaki ketempat asalnya.
"Waalaikumussalam, eh anak Bunda. Sini Bunda bantu kamu gantungin seragam," balas Bu Misa karena jika Artium yang menggantung seragam, tidak perlu ditebak pun pasti akan kusut.
"Artium besok ga akan sekolah ya bund, Artium pusing." lirih gadis kecil itu memegang kepalanya yang sama sekali tidak pusing.
Bu Misa yang sudah tahu kejadiannya, tidak mempertanyakan kembali kepada gadis kecil itu.
"Iya, Nak. Tidak apa apa, sana makan dulu." ucap Bu Misa sembari mengambil pakaian Artium.
"Iya Bun," balasnya lalu pergi ke dapur mengambil nasi dan tempe goreng yang sudah disediakan Ibunya.
"Kamu beneran gaakan sekolah Ar?" tanya Bu Misa kepada gadis kecil itu.
"Iya Bun, Aku pusing disekolah. Kalo disini kan enak cuman diem sambil nonton" ucap gadis kecil itu, padahal ia tidak mau dijajah terus menerus oleh Regina.
"Tadinya bunda mau bikin manisan buat kamu bawa jualan di lapangan, besok pelajaran olahraga kan?" tutur Bu Misa sembari memberi gelas berisi air putih hangat untuk gadis kecil itu.
"Bun. Aku besok sekolah, gajadi sakit udah sehat." ucap gadis kecil itu kepada ibunya.
"beneran nih? nanti pingsan di lapangan lagi, mana ada yang mau bantuin kamu Ar." ucap Bu Misa meledek putrinya.
"Ih engga ko, Manisan nya berapaan Bun?" tanya gadis kecil itu.
"Seribu Satu, nanti bisa disimpen disini sama uangnya." menaruh dompet ke wadah es batu, memperagakan cara berjualan nanti.
Rumah Nek Buyut baru saja selesai direnovasi. Bu Misa membereskan perabotan diruang tamu. Adik Pak Liam datang bersama tunangannya untuk melihat rumah yang sudah direnovasi kembali oleh Pak Liam dan Bu Misa. Adik Pak Liam, Om Nurdin.
"Eh kak Mis, masih inget uang buat bell batu bata? Saya pernah meminjamkan uang kan ke kalian, itu uang buat beli mas kawin, tadinya mau saya beliin mas kawin, cuman kasian liat kalian kehabisan bahan buat renovasi." ucap Om Nurdin.
"Berapa Din? biar langsung saya kasih, mumpung uang nya masih tersisa." ucap Bu Misa.
"Gak banyak kok cuman tiga juta." cetus Om Nurdin terkekeh.
Bu Misa mengambil uang di kamar, ia mengambil uang tiga juta itu di dompet. Lalu memberikannya kepada Om Danu.
Besoknya, Artium merapihkan baju olahraganya dan membeli nasi kuning ke Bi Neneng, untuk sarapan dilapang lalu pergi membawa manisan itu.
"Bawa apa Ar?" tanya Gibran kepada gadis kecil itu.
"Manisan. Bunda yang bikin, aku cuman ngejualin." ucapnya sembari satu tangan memegang nasi kuning yang sudah ia beli untuk dimakan nanti.
"Sini aku bantuin bawanya, kayanya berat." tanya Gibran memindahkan manisan itu dari tangan Artium ke tangannya.
"Iya, nanti simpen disisi lapang Gib." balas Artium berteriak karena Gibran sudah didepan memandu yang lain.
Sesampainya di lapangan, semua murid diberi arahan untuk pemanasan supaya tidak terjadi apa-apa saat lari.
"Ar, ini dari Bundamu. Kamu lupa bawa semur jengkol buat makan, eh nanti bagi bagi ya." ucap Gibran lalu kembali lari.
"Makasih ya Gib," ucap gadis kecil itu.
Gadis kecil itu melihat Jeger kelasnya, memakan manisan dagangan ibunya. Sedangkan Gibran tidak ada disitu.
"Gin, kamu beli manisan bunda ku kenapa belum ngasih uangnya?" tanya gadis kecil itu heran.
"Oh. Tadi ada yang beli cuman gajadi, kamu masih lari lagi. Jadi yaudah aku makan daripada mubazir." cetus regina sembari mengunyah manisan itu.
"Tapi kan bisa di simpen lagi ke tempat asalnya. Ga perlu dimakan, itu kan dagangan Bundaku." ucap gadis kecil itu sembari merapihkan dagangan dan melihat dompet yang belum terisi uang selembar pun.
"Cuman Dua doang, ga bikin kamu rugi ko Ar. Bunda mu aja pasti ngebolehin," cetus regina membela diri.
"Ya tapikan, seenggaknya kamu bilang dulu! kalo kaya gini aku gantiin uang nya gimana ke Bunda, Bundaku dagang kaya gini nyari uang, bukan ngasih makanan." lirih gadis kecil itu memegang lututnya se-segukan.
"Cuman gitu doang, cengeng banget sih. Berapa hah butuh berapa Bunda mu uangnya?" cetus Regina sembari membuka sleting dompetnya.
"Tuh, aku bayar." melayangkan Dua lembar 1000an.
Mendadak, semua mata tertuju kepada Regina dan gadis kecil itu yang sedang berdebat mempermasalahkan manisan yang dimakan tapi belum dibayar. Dengan tatapan sinis yang diberikan teman temanya, membuat Gadis kecil itu merasa tak nyaman, karena semua memihak kepada Regina yang salah.
Disisi lain Gibran langsung memindahkan tempat manisan itu 1 meter dari Regina dan yang lainnya.
"Ayo Ar. Jangan temenan sama mereka, mereka licik." mengambil tangan Artium membawanya pergi kearah tempat manisan itu disimpan.
"Kenapa, mereka ngeliat aku sinis gitu Gib? emangnya aku salah minta uang ke Regina karena dia ngambil Manisan tanpa bilang dulu?" ucap gadis kecil itu se-segukan.
"Mereka kaya gitu karena takut dimusuhin si Gina." cetusnya.
Gibran membuka bungkus nasi dan semur jengkol masakan Bu Misa. Lalu membagi dua semur jengkol itu dengan Artium.
"Nih Ar, kamu gaakan nambah nasinya pake yang dikasih Bundamu?" tanya Gibran sembari menyodorkan nasi putih kepada gadis kecil itu.
"Engga Gib, takut ga kenyang, mending buat kamu aja nasinya semua," tutur gadis kecil itu.
Tak menunggu waktu lama Gibran menyetujuinya. Mereka melahap makanan itu sampai habis, yang tersisa hanya bungkusan kertas nasi dalam keresek hitam dan dua air gelas.
"Ih semur jengkol, kampungan banget hahaha" cetus Regina sembari memperlihatkan kepada gengnya plastik bekas semur jengkol itu.
"Jangan ditemenin geng, kamseupay banget." ucap Irma memalingkan badan menjauh dari Gibran dan Gadis Kecil itu.
Gibran tak menghiraukan ucapan Regina dan gengnya, ia hanya membawa beberapa manisan untuk ditawarkan ke sekolah lain yang sedang berolahraga dilapang yang sama, alhasil banyak dari mereka yang membeli manisan itu.
"Aku beli 2 manisan Ar," ucap seorang pria yang mengantri disana.
"Aku satu," ucap seorang wanita yang lebih dulu mengasongkan uangnya.
"Aku, aku mauu, 5 aja." ucap seorang wanita yang menjadi tempat titipan gengnya.
Tak disangka, manisan itu laku terjual. Uang nya pun pas dengan harga manisan.
"Lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas, sembilan belas, dua puluh, dua. satu, dua dua, dua tiga, dua empat, dua lima, Alhamdulillah laris semua Gib." tutur gadis kecil itu menaruh uang ke dompet lalu dimasukan ke wadah manisan.
"Siapa dulu dong yang nawarin manisannya?" ucap Gibran ingin dipuji.
"Iya, Makasi ya Gib. Kalo kaya gini tiap hari mah Bunda pasti seneng," ucap gadis kecil itu.
"Iya Ar, sama sama santai aja, yaudah ayo pulang ke kelas lagi, semua udah pada jalan tuh." tuturnya Gibran menunjuk geng Regina yang berjalan ke sisi lapangan.
"Iya Gib." jawab gadis kecil itu, sembari membawa tempat manisan.
Sesampainya di kelas, gadis kecil itu menjadi bahan topik perbincangan geng Regina karena masalah tadi. Ia dimusuhi oleh satu kelasnya kecuali teman teman cowok.
"Eh... eh diem orangnya Dateng." balas Una berteriak didepan pintu kelas.
Gadis kecil itu terheran-heran melihat sikap semua teman di kelasnya. Khususnya perempuan, ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Menatap jam kapan waktunya pulang.
Carilah tempat dimana kamu bisa dihargai,
bukan sekedar dibutuhkan.
-Isikerang-

Komento sa Aklat (139)

  • avatar
    NurNur mujizatin

    baguss👍🏻👍🏻

    18d

      0
  • avatar
    RiadyAgung

    Good

    24d

      0
  • avatar
    IshaqMaulana

    bagus video nya

    15/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata