logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Artiuma

Artiuma Maudya Tarumanaggara, itulah nama anak kesayangan Bu Misa dan Pak Liam. Artium berbeda dari yang lain. Sejak dibangku 1 Sekolah Dasar, ia lebih menyukai berada di bangku paling depan dekat dengan Bor sekolah. Karena penglihatannya yang saat itu samar-samar. Hari itu adalah awal dimana ia belajar menjadi seorang murid yang aktif, walaupun memiliki kekurangan dalam hal menghitung, ia selalu mendapatkan nilai buruk, tapi Bu Misa tidak pernah mempermasalahkannya. Karena semua orang memiliki keahlian yang berbeda-beda. Mungkin bagi Artium Sekolah Dasar adalah penutup keterpurukannya, namun ternyata sekolah Dasar merupakan awal kehidupan kelam baginya.
Artium duduk di kelas 2 Sekolah Dasar, karena sikapnya yang pendiam tidak menunjukan bakat keterampilan nya, ia selalu dijadikan kacung, layaknya orang yang dijajah. Ia dimusuhi oleh teman sekelasnya dari sejak duduk dikelas 2 Sekolah Dasar sampai kelas 5 Sekolah Dasar.
Ia selalu mendapat perlakuan tak wajar dari teman-temanya. Kadang ketika bermain bola beklen, Gadis kecil itu hanya mengambil bola beklen yang dilempar mantul kemana saja.
"Ar, ambil bola nya sini, lama banget." cetus Regina.
"Cepetan woy. keburu bel masuk," ucap Tipa.
"Ar, ambilin minum dong dirumah mu. Aku haus nih, rumahmu dekatkan di depan." Regina menyuruh Artium dengan tidak tahu malu.
Regina memerintah dengan sombongnya seakan-akan ia penguasa di kelas itu, dan Artium tidak pernah membantahnya karena ia tidak ingin ada keributan. Artium bergegas pergi kerumah, meminta ijin kepada Bu Guru yang sedang mengajar.
"Keluar masuk kelas terus, kamu Jangan ke centilan. Kamu pikir Sekolah ini punya kakekmu? Keluar masuk seenaknya." tutur Bu guru dengan lantangnya memarahi Artium.
begitulah ucapan yang dilontarkan dari Bu Guru sekaligus Wali kelasnya saat itu. Lalu bagaimana respon Artium? Apakah ia sedih? Tentu saja, siapa yang mau disebut seperti itu oleh Gurunya sendiri. Apa Artium melawan? Tidak, ia kembali ke tempat duduknya dan memberi segelas air untuk Regina.
Memberi segelas air kepada Regina "Nih, lain kali jangan nyuruh pas ada Ibu yah, aku ketinggalan nulis jadinya."
"Ohh,, jadi kamu udah berani sama aku Ar?" ucap Regina sembari menyimpan gelas itu ke meja dekat Artium, dengan hentakan keras.
"Eng-engga Gin," dengan kepala menunduk karena takut, dan mengeluarkan keringat dingin  bercucuran diarea tubuhnya yang terbalut seragam putih merah.
"Anak-anak. 2 hari lagi kita akan menghadapi lomba CALISTUNG atau kepanjangan dari Membaca, Menulis, dan Berhitung. Lomba membaca akan di wakilkan oleh Artium, dan Atipa. Lomba Tulis tegak bersambung oleh Aditya, dan lomba berhitung oleh Stepi, dan Regina. Maka dari itu orang yang Ibu sebutkan tadi harus belajar terus dalam bidangnya masing-masing," ucap Bu guru sembari meletakkan kertas nama tadi ke meja.
‘’Iya Bu guru," jawaban serentak murid kelas 2 SD itu, lalu kembali melakukan aktivitas masing-masing.
Sekarang adalah hari dimana perlombaan itu dilaksanakan, Artium mendapatkan nomor urut 36 sedangkan Atipa 35. Artium membaca dengan sangat jelas, tepat, dan cepat.
"Sudah Artium, waktu kamu dalam membaca adalah 2 menit 15 detik, kamu bisa keluar dari ruangan ini, karena kami akan menilai peserta selanjutnya," ucap juri kepada gadis kecil itu.
"Oh baik bu, makasih bu," meninggalkan ruangan dengan penuh kebanggan, karena menurutnya ia cekatan dalam membaca.
Tak menunggu waktu lama, Artium segera mencari tukang Baso Ikan. Karena terlalu asik membaca membuatnya kelaparan. Saat akan pulang, Bu Guru memberikan uang untuk Stepi, Atipa, Regina dan Aditya. Sedangkan Artium tidak.
"Tipa, ko kamu bisa dikasih uang sama Bu Guru?" sembari meniup plastik berisi baso ikan dengan air yang cukup banyak.
"Kata Bu Guru, Uang ini ucapan terimakasih karena kita udah ngewakilin sekolah," tutur Atipa.
"Kok aku ngga dikasih ya Tip?" berbisik-bisik supaya tidak terdengar oleh semua orang.
"Aku ngga tau Ar, kayanya nanti pas pulang. soalnya kan kamu tadi jajan dulu," cetus Atipa  kesal, karena ditanya terus.
Sesampainya dirumah, Artium menceritakan tentang perlombaan CALISTUNG tadi kepada Bu Misa, dan ia mengatakan bahwa ia tidak diberi uang oleh Bu Guru, padahal ia sudah mewakilkan sekolah dan berusaha semaksimal mungkin,
"Bun,, Assalamualaikum aku pulang," ucap Artium sembari membuka sepatu dan kaosbkakinya diluar rumah.
"Gimana, lancar lomba baca nya?” membantu Artium membuka seragam sekolah nya, dan merapihkan rambutnya.
"Lancar bun. kayaknya aku menang, soalnya aku baca nya jelas sama cepet," meletakkan dasi dipundak ibunya.
"Alhamdulilah, anak Bunda pinter banget." sedikit mencubit pipi anaknya.
"Tapi, Aku ga dikasih uang kaya temen-temen sama Bu Guru Bund." lirih Artium dengan nada sedih.
‘’Yaudah gapapa, kan kalo kamu mau jajan bisa minta ke Bunda," ucap Bu misa memberikan semangat kepada putrinya.
Tiba -tiba Bu Guru datang dengan wajah marah dan memberikan uang kepada Artium.
Menaruh uang lalu mengepalkannya ke tangan Artium dengan kasar.
"Tuh, udh Ibu kasih lagi. Anak yang gatau diuntung, udah jelas-jelas sebelum pulang ibu kasih semuanya sama rata. Jangan keseringan bohong yah, kasian orangtua kamu bikin malu Guru aja." cetus Bu Guru lalu pergi meninggalkan Bu Misa dan Artium yang sedang melipat pakaian seragam putih merahnya.
Bu Guru pergi meninggalkan Artium dan Bu Misa di depan sekolah itu, Artium hanya bisa menahan hatinya yang sesak, karena semua Guru di SD seperti menganggap remeh dirinya, dan bahkan menuduh Artium sudah berbohong.
"Demi Allah Aku belum dikasih uang Bund, Aku gak bohong, Aku udah jujur," tutur Artium berkata jujur.
"Yaudah kamu simpen aja uangnya," ucap Bu Misa menenangkan putrinya.
"Aku baru inget mau beli Penggaris Bun," balas Artium, karena penggaris ya hilang di kelas saat ia membawa minum untuk Regina.
"Yaudah pake aja uang itu Ar." tutur Bu Misa menyuruh anaknya membeli penggaris, ia tak habis pikir mengapa gurunya memperlakukan Artium seperti itu, apakah anaknya dibenci oleh guru sekolahnya?. perasaan Bu Misa membuat ia khawatir kepada Artium.
Entah bertujuan apa tuhan memberikan ujian untuk Gadis kecil ini, selalu saja salah dimata Guru Sekolahnya, ia memang sulit dalam menghitung, tetapi dalam menghafal sangat cekatan, seharusnya Gadis Kecil itu harus diberi pengarahan dan perhatian, bukan diberi kejadian yang membuatnya Trauma dalam mengambil keputusan atau melakukan aktivitas.
Ternyata dibalik semua ini ada dalangnya, Bu Ina.
Ia memberitahu Bu Guru bahwa Artium belum dikasih uang atas apresiasi sudah mengikuti lomba.
‘’Assalamualaikum bu, ada kabar terbaru," tutur Bu Ina saat tidak sengaja berpapasan dengan Bu Guru saat berbelanja ke warung.
‘’Waalaikumussalam, eh Bu Ina ada apa tumben?" tanya Bu guru.
‘’Saya ingin menanyakan soal Artium, apa benar bu, si Artium belum diberi uang saat pulang lomba calistung?" tanya Bu Ina dengan nada takut.
‘’Sudah Bu Ina, semua sama rata," cetus Bu Guru. Setiap mendengar nama anak itu, yang terlintas dibenak semua orang hanyalah kesalahannya.
‘’Tapi, Artium sendiri yang bilang Bu, kalo dia tidak diberi uang," memperjelas maksudnya Bu Ina kepada Bu guru.
‘’Anak itu sangat memalukan sekali, ya sudah bu, nanti akan saya beri lagi dia uang," celetukan Bu Guru membuat Bu Ina membeku ditempat.
Esoknya, semua murid Sekolah Dasar sedang diberi materi pelajaran matematika dan Artium kurang memperhatikan Bu Guru, karena melihat sherly dan Ira saling melempar kertas curhatan mereka, Bu Guru memberi 5 soal perkalian untuk semua murid, Artium mengira perkalian 4 Angka itu sama seperti penjumlahan, dan sekarang pembagian nilainya, satu persatu murid kedepan mengambil kertas jawaban mereka.
‘’Regina,, ini ambil kertas kamu, Stepi, Ira, Sherly." tutur Bu guru tersenyum kepada orang yang disebutkan tadi.
‘’Artium," menyebut nama itu dengan wajah datar.
"Liat nilai kamu!" cetus Bu Guru.
Artium membuka kertas dua lembar jawabannya itu, tertera angka telur disana.
‘’Liat! Kamu dapet 0, kamu ngerti perkalian ga sih? Punya murid bodoh banget!" cetus Bu Guru yang tak menghiraukan perasaan muridnya itu, lalu Artium mematung di depan.
Deg!.
"Anak-anak jangan kayak dia ya, kalian harus memperhatikan guru ketika mengajar." ucap Bu Guru.
Semua murid yang ada dikelas mendadak hening, mereka melihat raut wajah Artium mata nya sedikit berkaca kaca. Kemudian mereka menertawakan Gadis kecil itu.
"Ahaha Bodoh!" ledek salah satu murid di kelas.
Siapa yang tidak sakit hati dikatakan seperti itu? apalagi di depan umum? Artium masih berumur 9 tahun sudah mendapatkan perlakuan seperti ini, Apa yang akan terjadi jika dia besar nanti? bagaimana dengan mental nya? Mungkinkah ia merasa Trauma akan masa kecil?.
Setelah terdengar bel menandakan pulang, Regina memberitahu Bu Misa kalo anaknya mendapat angka 0 saat pelajaran Matematika, Bu Misa tidak bisa memaksa Artium agar pintar di bidang tersebut, karena ia tau resikonya.
‘’Terimakasih ya Gin, sudah memberitahu, nanti bunda bakal negur Artium" ucap Bu Misa kepada Regina.
‘’Iya bunda sama sama, Regina pulang dulu ya," Salim kepada Bu misa dan tersenyum sinis.
Bu Misa tidak memarahi Artium sama sekali, ia menganggap hal itu belum pernah terdengar oleh Bu Misa. ia segera ke dapur karena baru ingat belum mematikan kompor setelah mendiamkan kangkung kesukaan putrinya.

Komento sa Aklat (139)

  • avatar
    NurNur mujizatin

    baguss👍🏻👍🏻

    18d

      0
  • avatar
    RiadyAgung

    Good

    24d

      0
  • avatar
    IshaqMaulana

    bagus video nya

    15/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata