logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Percayalah

Genggamlah air seerat yang kau mau. Kau tidak akan mendapatkan apa – apa. Namun jika kau mau menggenggam niat untuk melepaskan air itu agar tetap mengalir, percayalah Tuhan akan senantiasa memuliakan tindakanmu dan memberikan sesuatu yang sangat indah kepadamu. Percayalah.
***
Sudah 3 hari Ares tak masuk sekolah. Tanpa surat ijin dan tanpa kabar apapun. Bahkan Chat dan panggilan dari Ve saja tidak digubrisnya. Atau paling tidak harusnya Ares membaca chat dari Ve untuk sekedar menghilangkan rasa khawatir Ve padanya. Anak itu.. Selalu saja begini.
Ares memang begitu. Seenaknya sendiri. Selama tidak merugikan dan menyakiti orang lain tidak masalah. Begitu prinsipnya.
“Pandu..!”. Ve berteriak dari koridor. Kemudian berlari untuk menghampiri seseorang yang berada di depannya.
“Iya.. Kenapa?”.
“Tau Ares dimana? Dia dihubungin susah”.
“Nggak usah dicari. Dia pasti balik lagi kok”.
“Emang kemana sih. Jawab dong”. Desak Ve pada Pandu.
“Ada. Masih idup kok. Tenang”. Pandu malah cengengesan.
“Dih apa sih. Tampol nih”. Ve agak sinis. Mengisyaratkan bahwa dirinya tengah serius.
“Udah tunggu aja. Nanti juga orangnya muncul lagi kok. Dia punya alesan”.
“Iya kenapa? Jelasin”.
“Nanti dia sendiri yang jelasin”. Pandu melenggang pergi. Membiarkan Ve yang tengah membatu sendirian.
Itu kalimat aneh yang diucapkan Pandu sebelum pergi. Sesantai itu. Setenang itu. Memangnya tau apa dia? Pandu itu hanya ketua kelas yang merangkap sebagai teman mainnya Ares saja. Oke, mungkin Ve salah memilih orang untuk bertanya.
***
Demi apapun itu, Ve berjanji akan marah besar pada Ares kalau dia berhasil menemukannya nanti. Memangnya dia ini siapa? Berani sekali membuat Ve khawatir. Berani sekali membuat Ve rela panas – panasan mencari dirinya bahkan sebelum sempat pulang dan ganti baju. Manusia satu itu.. Ve akan membunuhnya nanti.
Lagian kenapa sih harus kabur kaburan segala. Toh mereka sudah sama – sama dewasa. Hal besar apa yang bisa ngebuat Ares jadi pecundang gini? Ares bukan tipe orang seperti itu sebelumnya. Ve jadi makin kesal memikirkannya. Otaknya seketika dipenuhi dengan bayang – bayang Ares.
Bukan tanpa alasan Ve khawatir pada Ares. Dulu waktu Ares pertama kali pindah ke Bandung dan menjadi tetangga Ve, Tante Diana menitipkan Ares padanya. Beliau takut kalau Ares salah memilih pergaulan. Dan sejak saat itu Ve memutuskan untuk menganggap Ares sebagai adiknya sendiri.
Lagipula kenapa sih Tante Diana harus nitipin Ares. Kayak anak kecil aja. Tapi mau gimana lagi. Ve sudah terlanjur menyanggupi. Jadi harus tetap bertanggung jawab dengan janjinya kan?. Bagaimanapun juga amanah itu tetap harus dijalankan. Meskipun Ve sendiri jadi kebingungan sendiri dibuatnya.
Ve sudah merasa se intens itu dengan Ares. Ve juga ikut andil di kehidupan Ares. Ve punya sebagian kecil tanggung jawab yang harus dia tepati pada Tante Diana. Tapi sepertinya Ares tidak peduli. Dan sekarang ini, Ve benar – benar kecewa pada Ares. Sebenarnya Ares menganggap Ve ini apa? Bisa – bisanya dia melakukan hal gila seperti ini. Bahkan Ares tega membuat Ve kelabakan jika ditanya oleh tante Diana. Mau tidak mau Ve harus berbohong biar Tante Diana nggak khawatir.
“Silahkan minumannya. Selamat menikmati”.
“Terima...”. Ve terdiam ketika dia menoleh. Mendapati wajah seorang Ares yang baru saja mengantarkan minumannya.
“Ares.. Kamu ngapain disini? Kenapa nggak masuk sekolah?”.
“Udahlah kamu pulang aja. Ini urusan aku”. Ares membalikkan badannya. Dan saat itu Ve menahan tangannya untuk pergi.
“Duduk”. Ucap Ve ketus.
“Aku bilang duduk”. Kali ini Ve bersuara dengan intonasi yang agak meninggi. Sementara Ares hanya tertunduk dan mengikuti perintah Ve.
“Sekarang jelasin ke aku”.
“Keluarga aku bangkrut”.
“Aku tau”.
“Papa dililit hutang dan Tania harus cuci darah”.
“Terus kenapa nggak sekolah?”.
“Ve..”. Lirih Ares. Matanya menerawang ke langit – langit kemudian menghela nafas panjang. Jelas sekali bahwa Ares tengah menahan tangisnya.
“Lari dari sekolah bukan jalan keluar Ares. Pokoknya besok kamu harus balik ke sekolah”.
“Aku nggak mau”.
“Ares!”.
“Aku nggak akan pernah kembali ke sekolah”.
Plaakkk! Tangan Ve yang ringan langsung terayun bebas. Mendarat di pipi Ares yang bersih. Meninggalkan bekas kemerahan yang lumayan panjang.
“Ve.. dengerin aku. Aku nggak bisa egois. Adik aku butuh uang buat cuci darah. Aku nggak mau kehilangan Tania. Papa sedang berusaha menutup semua hutang. Dan mama.. Bahkan semua perhiasan beliau sudah dijual untuk kami bertahan hidup...”.
“Ares...”.
“Aku sudah mengambil uang dari yayasan untuk pendidikanku. Uang itu akan aku gunakan untuk cuci darah Tania. Dan aku akan berhenti dari sekolah. Aku akan bekerja. Aku sudah mendapatkan 3 pekerjaan sekaligus. Pagi hari aku akan mengantarkan susu dan koran, siang hari membantu restoran, dan malam hari menyanyi di cafe. Itu lebih berguna untuk keluargaku”.
“Ares.. Tidak semua hal sesederhana yang kamu pikirkan. Dengar. Kau harus menyelesaikan pendidikanmu. Dan jadilah orang hebat. Keluargamu akan sangat terbantu dengan itu”.
“Berapa lama? Sekolah hanya membuang waktuku. Aku akan kehilangan keluargaku saat aku mendapatkan kesuksesan itu. Aku tidak mau”. Tanpa sadar, Ares terisak.
“Lalu gimana sama perasaan mama kamu?”.
“Udah lah. Itu urusanku”.
“Urusanku juga”. Intonasi Ve agak meninggi.
“Ve. Nggak semua orang di dunia ini beruntung. Ada yang udah berusaha mati matian tapi tetep dikalahkan dengan kegagalan. Termasuk aku. Pendidikan emang penting. Tapi yang aku butuh sekarang bukan itu. Aku butuh uang. Aku mau bantu nyelametin keluargaku”.
“Ares..”. Ve mulai terenyuh. Matanya jadi ikut sembab karena merasa tertampar dengan penjelasan Ares.
“Aku tak akan pernah bisa melakukannya. Meskipun aku ingin, aku tetap tidak bisa. Aku harus membuang egoku. Kau pikir aku tidak mau sekolah? Ha?! Aku sangat menginginkanya. Tapi mau bagaimana lagi? Aku anak yang paling tua. Aku harus membantu orang tuaku. Biarkan aku mengorbankan masa mudaku demi kebahagiaan keluargaku”. Ares benar – benar menangis sekarang. Beban yang ditanggungnya sangat berat.
Ve terdiam. Kata – kata Ares seperti menamparnya dua kali. Kini Ve paham. Ares memang punya alasan. Bukan sengaja lari dan menjadi pecundang seperti yang dipikirkan Ve sebelumnya.
Orang besar yang sesungguhnya adalah mereka yang tidak pernah menyebut bahwa dirinya besar. Orang yang rela mengorbankan sesuatu yang sangat berharga demi membantu orang lain yang sangat dicintainya. Itulah orang besar yang sesungguhnya.
Orang besar tidak melulu mereka yang ber-IQ tinggi. Ilmu yang mereka dapat tidak harus selalu dari sekolah. Karena ilmu berasal dari manapun. Dan sehebat apapun ilmu itu, ilmu yang paling berharga adalah dari pelajaran hidup. Karena dia mampu membuatmu sekuat baja..
End

Komento sa Aklat (62)

  • avatar
    AhmadHisyam

    apakah bisa menghasilkan diamond

    5d

      0
  • avatar
    syafiqAiman

    good

    06/07

      0
  • avatar
    Aris Radex

    Sangat menyukai

    01/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata