logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 50

"Mau ngapain?" tanya Delisha sambil menggigit kukunya. Ayden menelpon ingin berjumpa, Delisha tak bebas untuk keluar karena ia belum berani menghadapi kenyataan ini. Gadis itu menoleh ke arah anaknya yang sedang tertidur pulas. Kegiatan Baby Cheryl hanya tidur dan terus tertidur.
Gadis itu mengelus-elus pipi bayi merah itu dan tersenyum. Dulu ia menganggap ini musibah, tapi sekarang ia bersyukur Cheryl hadir di hidupnya. Delisha akan menyanyangi. Cheryl dengan sepenuh hati.
"Anak mami." Delisha masih mengelus-elus pipi itu dan kembali menciumnya, bayi satu minggu yang mengemaskan.
"Ih, Mami masih muda, tapi Mami senang Cheryl hadir di sini." Bahkan Delisha tak canggung untuk menyebut dirinya seorang ibu, dia bangga.
"Lisha!" Delisha melihat layar ponsel dan laki-laki itu masih menelpon dirinya.
"Boleh nggak aku ke rumah kamu?"
"A-aku nggak tahu. Aku belum laporan kalau aku bawa bayi ke rumah. Aku belum siap."
"Mau aku temankan bilang?" tawar Ayden. Delisha menggeleng, walau laki-laki itu tak bisa melihat dirinya.
"Nggak! Aku mau tenangkan diri, sebelum bilang ke mereka." Delisha tak yakin! Delisha tak yakin jika ia bilang tanpa merasa gugup atau merasa bersalah karena tega membohongi semua orang.
Gadis itu langsung mematikan sambungan telpon dan menyusun barang-barang kebutuhan bayi. Dia akan berperan jadi ibu sekarang, Delisha belum memikirkan untuk sekolah, karena masih fokus pada bahunya. Lagian nasibnya belum jelas, orang tuanya belum tahu fakta yang sebenarnya, Delisha sudah sangat siap jika diusir jika semuanya terbongkar sekarang.
Gadis itu masih terduduk dalam waktu yang lama, dan memikirkan banyak hal. Mengurus diri sendiri, mengurus bayi, belum sekolah. Sebenarnya Delisha ingin jujur ke Omanya karena wanita tua itu pasti mengerti dan menerima dirinya dan bayinya karena Delisha merasa nasibnya di rumah ini tidak lama lagi.
Gadis itu berdiri dan menyisir rambutnya, banyak rontok. Jadi melahirkan banyak sekali perubahan pada dirinya, tapi setelah ini dia bisa membenahi dirinya dengan anaknya yang cantik. Delisha akan merawat Cheryl dengan sebaik mungkin.
Gadis itu mengintip dari kamar dan melihat ada orang di luar, karena dia mau memasak air panas untuk dirinya dan Baby Cheryl. Delisha masih disarankan untuk mandi air hangat terus.
"Bukan berarti punya anak dan dunia berakhir sampai di sini kan?" Delisha mencoba menyemangati dirinya. Perjalanan hidupnya masih panjang, sangat-sangat panjang.
Gadis itu melangkahkan kakinya keluar dan berusaha tidak menimbulkan kecurigaan, dia akan menunggu di dapur dan disarankan untuk makan yang banyak kuah agar ASI-nya lancar. Apa Delisha harus jujur? Karena mau disembunyikan bagaimanapun bangkai itu akan tercium, dia juga butuh support dari orang-orang di sekitarnya.
Delisha mulai merebus air, dan duduk di kursi sambil menikmati air putih segelas. Walau Ayden seperti menyusahkan tapi laki-laki itu berusaha agar semua kebutuhan Delisha dipenuhi. Banyak sekali drama yang terjadi di antara mereka.
"Lisha!" Delisha menunduk saat ayahnya menegur dirinya. Akhirnya ia berani mengangkat wajahnya dan melihat laki-laki ini, mereka juga yang membuat hidupnya terasa di neraka. Tapi Delisha tak mau memusingkan hal ini karena dirinya fokus ke bayinya dan dirinya yang perlu diperhatikan.
"Papa dengar dari Geisha kalau kamu jumpa bayi." Delisha meremas gelas bening itu dan terdiam.
"I-iya."
"Kok bisa? Kenapa nggak lapor ke polisi?" Delisha langsung menggeleng cepat, apa ia harus jujur sekarang? Bilang kalau laki-laki ini sudah punya cucu. Itu adalah anaknya bukan anak pungut.
"Nggak tahu."
Delisha langsung mematikan kompor dan membawa panci berisi air panas ke kamarnya. Dia harus menghindari topik ini, karena ketahuannya pasti cepat.
Gadis itu menyimpan air panas dan langsung menelpon Oma. Sepertinya nenek-nenek ini yang bisa menyelamatkan dirinya dari situasi ini. Delisha naik ke atas ranjang, duduk di sebelah Baby Cheryl yang terus tertidur dengan mengemaskan, dan tubuh serba mungil. Gadis itu selalu tersenyum saat melihat anaknya. Delisha bersyukur punya anak sekarang.
"Hallo sayang." Delisha tersenyum saat Oma mengangkat panggilan telpon. Wanita tua itu selalu bersikap lembut padanya, selalu bicara dengan nada lembut.
"Hi, Oma. Lama tak bersua. Oma apa kabar?"
"Ya macam ni lah. Udah sakit-sakitan Oma. Asam urat mulai kambuh, jadi malam susah tidur." Delisha menggigit bibirnya, apa yang harus ia bilang pada nenek-nenek tua ini? Bahasa sopan bagaimana agar Oma tidak mengamuk tahu berita ini.
"Oma harus banyak istirahat, makan yang enak, minum obat. Jangan pikirin hal yang lain. Oh iya, Lisha udah selesai ujian, tinggal nunggu kelulusan aja, cuman bingung gimana daftar sekolahnya. Maksudnya Lisha tak tahu mau masuk sekolah yang mana."
"Kamu bisa sebutkan sekolah mana saja. Sekolah di sebelah gedung tidak masalah kan?" Delisha mencoret-coret bantal dengan tangannya dan menggeleng sendiri. Sebenarnya dia tak masalah jika sekolah di sana, tapi Ayden bersekolah di sana. Dan teman-temannya pasti sekolah di tempat yang sama, karena itu adalah satu yayasan sehingga murid yang berasal dari sekolah sebelah biaya sekolah lebih dipangkas.
"Oh iya."
"Liburan ya sekarang? Kamu bisa pulang, temanin, Oma." Delisha menoleh ke arah bayinya yang tertidur.
"Oma ..."
"Kenapa?"
"Lisha mau jujur." Delisha memeluk dirinya. Dia bisa, dia bisa melakukan hal ini dan jujur pada Oma, jika dirinya punya anak.
"Apa?"
"Lisha jumpa bayi. J-jadi Lisha bawa ke rumah." Delisha melihat ke arah bayinya dan menutup matanya. Bagaimana ini? Terpaksa dia harus berbohong walau sekarang merasa bersalah luar biasa.
"Bayi siapa? Kok bisa? Kenapa tak lapor polisi aja?" Delisha tahu suara Omanya sudah berteriak. Gadis itu hanya menggeleng, dia terjebak dengan kebohongan yang ia ciptakan sendiri. Semua menyarankan untuk lapor polisi, bagaimana dia melaporkan jika dirinya adalah pelaku sesungguhnya?
"L-Lisha tak tahu."
"Jadi gimana?"
"Lisha mau rawat."
"Tidak! Kamu masih kecil! Kamu masih sekolah, bagaimana mungkin mau rawat bayi yang tak tahu asal usulnya, bukan seperti itu cara mainnya. Harusnya sudah masuk social media. Kamu laporin ke polisi sekarang." Delisha hanya mencengkram ponselnya, dan langsung memeluk bayinya.
"Nanti Lisha telpon lagi." Delisha langsung mematikan ponselnya, saat melihat ayahnya masuk ke kamar. Apa laki-laki ini sudah curiga?
"Kamu jumpa di mana?"
"D-di kebun pisang. Lihat ada kardus, jadi Lisha buka." Lihat? Delisha tega membohongi semua orang, dia berlagak seperti pahlawan padahal dia adalah pelaku sesungguhnya. Ingin cuci tangan dari masalah, tapi Delisha sebenarnya tengah menggali kuburan untuk dirinya sendiri.
"Lucu." Laki-laki itu langsung mencolek pipi Cheryl. Itu adalah cucumu! Delisha ingin berteriak tentang fakta ini, tapi ia akhirnya memanah tampang palsu.
"Udah beli susunya?" Delisha menunjuk pada susu yang Ayden beli lalu walau susu itu tidak dipakai lagi karena Cheryl minum ASI.
"Tapi kamu bisa rawatnya?" Delisha menggeleng ragu. Sebenarnya ia sanggup untuk merawat anak ini, beban yang ia pikul karena ketahuan itu yang membuat Delisha terus berpikiran walau jika sudah diusir, dirinya akan siap.
"Kalau butuh susu, bilang sama Papa." Delisha memandangi ayahnya, padahal laki-laki ini biasanya keras dan tak peduli padanya, tapi sekarang lihatlah!
Delisha menunduk, ia pasti diusir dan semua orang pasti kecewa karena dirinya. Tapi mau bagaimana lagi jika Delisha tak punya nyali sedikitpun.

Komento sa Aklat (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

      0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini😍

    05/08

      0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata