logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 48

Delisha sudah mandi, dan Nenek Ayden sudah memandikan Cheryl. Gadis itu sedang makan, dan merasa lebih segar sekarang. Delisha sebenarnya ingin bergerak entah mencuci piring atau mencuci pakain dirinya dan juga anaknya, tapi Nenek Ayden melarangnya.
"Kamu bosan makan ini?" Delisha menggeleng karena setiap hari lebih banyak makan soup daun kelor untuk melancarkan ASI.
Delisha juga minum susu untuk ibu menyusui agar air susunya lancar.
"Kamu udah siap mau pulang?"
Delisha mengangguk, siap tak siap ini memang harus dihadapi.
"Kamu pura-pura aja kalau anak itu jumpa di pinggir jalan." Delisha berhenti mengunyah. Jahitannya belum kering dan ia harus mengakui hal ini. Delisha memang berencana untuk mengatakan hal yang sama, tapi saat melihat wajah memerah bayi Cheryl ia tak tega mengatakan hal itu, bahkan ia rela dicaci maki asal tetap mengakui pada dunia jika Cheryl adalah anaknya. Delisha tahu bagaimana ia hampir merenggangkan nyawa karena melahirkan sendirian di toilet.
"Aku mau coba." Delisha hanya diam, saat Ayden menyerobot soup miliknya dan memakannya. Laki-laki itu sengaja agar Delisha mau bicara, gadis ini selalu diam akhir-akhir ini dan itu cukup meresahkan. Ayden takut anak orang sakit, karena melahirkan itu bukan hal mudah apalagi usia Delisha masih sangat kecil.
"Enak. Nih buka mulutnya." Ayden menyuapi Delisha, gadis itu menggeleng tapi membuka juga mulutnya walau hanya sedikit. Ayden tersenyum Delisha hanya diam dan mengunyah makanannya.
"Senyum Lisha." Ayden mencubit pipi gadis itu. Dia masih tetap cantik, bahkan sekarang aura makin terlihat. Gadis ini adalah wanita tercantik yang pernah ia kenal di hidupnya. Ayden yakin, Cheryl pasti akan secantik ibunya.
"Jangan terlalu banyak pikiran. Jalanin semuanya ya." Ayden memeluk Delisha, lagi-lagi gadis itu hanya diam.
"Nggak papa kita masih kecil. Nanti kalau sudah dewasa, kita akan bersyukur dengan semua ini. Kita belajar duluan dari teman-teman kita. Kamu adalah ibu yang hebat Lisha." Laki-laki itu mencium rambut gadis yang terus diam seperti patung.
"Cheryl cantik kan?" Delisha hanya mengangguk. Risih sebenarnya, tapi ia juga tak munafik jika suka jika melakukan kontak fisik bersama laki-laki ini. Hubungan mereka sudah begitu jauh.
"Coba duduk sini." Ayden menepuk pahanya dan menyuruh berpindah tempat duduk. Gadis itu berpindah dengan pelan karena ia sebenernya tak leluasa untuk bergerak. Keduanya saling berpelukan seolah saling menguatkan agar tegar menghadapi masalah yang menimpa hidup mereka.
"Dunia kita tidak akan berhenti sampai di sini. Masih panjang sekali, ini baru permulaan. Kita besarkan Cheryl, kita sekolah, nanti kuliah. Lisha cita-cita mau jadi apa?" Delisha menggeleng, dan menyandarkan kepalanya di laki-laki itu. Dia hancur karena laki-laki ini, tapi ia juga bisa kuat karena laki-laki ini. Aneh memang.
"Kita memang secara umur masih kecil Lisha, tapi lihatlah, kita sudah jadi orang tua. Sebisa mungkin kita berpikir seperti orang dewasa. Nggak rugi kok jadi orang dewasa cepat-cepat, kamu bisa belajar banyak hal dan bisa mengambil keputusan yang tepat. Kita belajar, apapun yang pernah terjadi di antara kita, semuanya jadi pelajaran buat kita." Delisha mengangkat wajahnya dan memandangi laki-laki ini. Tak percaya, jika Ayden bisa berbicara sedewasa ini.
"Terima kasih." Delisha akhirnya berani membuka suaranya. Ayden menunduk dan melihat gadis itu sambil tersenyum. Ia mainkan rambut Delisha, dan mencium aroma sampo, dan juga aroma bayi yang menempel di tubuh ibu muda tersebut.
"Terima kasih untuk?"
"Untuk semuanya." Ayden makin tersenyum.
"Kita belajar Lisha."
"Belajar terus, tapi pintar juga tidak." Ayden terkekeh. Delisha yang ceria kembali, dia hanya ingin didengarkan dan juga mengerti posisi gadis ini.
"Nggak papa, saat kita sudah tua, kita akan tahu ini adalah pengelaman berharga yang Tuhan beri. Hanya orang-orang terpilih yang bisa seperti kita. Kita hebat Lisha. Terutama kamu."
Delisha langsung meloncat saat melihat Ayden mengendong Baby Cheryl. Gadis itu malu, walau ekspresi Nenek Cheryl biasa saja. Mungkin nenek-nenek ini pikir dia adalah wanita murahan yang suka mengangkang sembarangan pada laki-laki hingga bisa mudah hamil seperti ini.
"Cheryl mau makan?"
"Iya, susukan aja, sebelum dia tidur." Delisha langsung mengendong anaknya dan mencium Cheryl yang membuka matanya. Wangi.
"Anak mami." bisik Cheryl. Tubuhnya merinding saat merasakan itu, tapi ada rasa senang dan rasa bangga yang menyelinap masuk dalam rongga dadanya. Delisha bangga menjadi seorang ibu, walau semua ini adalah musibah. Musibah yang disyukuri.
Delisha duduk di bangku, dan menyusukan Cheryl.
"Kalian mau pulang?" Delisha mengangguk lagi dan menunduk melihat Cheryl yang tak sabar menyedot makannya. Delisha tersenyum, ah anaknya begitu mengemaskan rupanya.
"Nenek tak masalah kalian tinggal di sini, tapi orang tua kalian harus tahu ini. Masalah memang harus dihadapi. Awalnya pasti orang tua kalian pasti marah, tapi mereka pasti akan menerimanya." Nenek Ayden sudah tahu, jika orang tua Delisha tak tahu jika Delisha sebenarnya hamil dan sudah punya anak. Keluarga itu tak tahu jika mereka telah menambah anggota baru.
"Nanti kami kabur ke sini lagi."
"Mama kamu nelpon terus, suruh pulang." Ayden teraneh masam. Setelah pulang ini, ia akan menerima hukumannya. Ia sudah siap dengan segala konsekuensinya. Walau diusir oleh orang tuanya, tidak dianggap dan dicoret dari KK dia rela.
"Biasa Nek, kangen mereka."
Nenek Ayden hanya menggeleng, tapi ia salut sama kedua remaja ini, walau mereka melakukan kesalahan tapi mereka mau belajar dan menerima semua konsekuensi yang ada. Tinggal bagaimana para orang dewasa mensupport mereka.
"Nenek udah bilang sama Mama kamu, biar nggak usah marah-marah terus, biarkan kalian belajar. Manusia adalah tempatnya salah, dan mulai perbaiki diri. Apapun yang terjadi pada kalian, itu adalah pelajaran yang tidak kalian dapatkan di sekolah manapun. Ambil bagian yang positif, yang jelek-jelek dibuang."
Delisha dan Ayden kompak mengangguk. Wejangan yang akan berguna bagi keduanya untuk terus membenahi diri.
"Kalau ada apa-apa bilang sama Nenek. Kalian bisa tinggal di sini, kalau Mama kamu marah-marah."
"Nenek the best emang." puji Ayden.
"Dan Ayden, sudah belajar dari kesalahan, tytyd tuh disunat aja biar nggak macam-macam." Delisha tertawa walau rasanya sudah karena bagian bawah perutnya membuat dirinya tak bebas tertawa. Ayden juga ikut tertawa.
"Ayden mau punya anak selusin, Nek." gurau Ayden.
"Sekolah dulu yang benar!" teriak Nenek Ayden. Membuat ketiga manusia itu tertawa, walau Delisha tertawa begitu terpaksa.

Komento sa Aklat (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

      0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini😍

    05/08

      0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata