logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 44

Tak perlu berbasa-basi agar diterima oleh orang lain, karena Delisha tahu takkan ada yang menyukai dirinya.
Tubuhnya masih merasa gemetaran. Nenek Ayden baik, lembut, layaknya Oma yang ia punya. Sekarang Delisha seperti tak mau lagi mengenal Oma karena terlalu malu. Wanita hebat itu pasti kecewa berat saat tahu dirinya seperti ini, Delisha kesayangan bisa punya anak di usia semuda ini.
Delisha baru selesai membersihkan diri, karena Nenek Ayden tahu gadis itu penuh dengan darah. Nenek Ayden langsung mengurusi bayi merah itu dan menyuruh Ayden beli susu untuk bayi baru lahir. Delisha memakai kaos panjang sampai menutupi pahanya dan celana short sebatas paha. Baju itu diberikan Nenek Ayden. Delisha benar-benar merasakan apa itu rumah, namun sadar diri ini rumah orang.
Delisha mendekati bayinya yang sedang tertidur, dan sudah dimandikan dibungkus dengan nyaman dengan banyak kain berlapis. Nenek Ayden masih banyak menyimpan pakaian bayi dan semua pernak-pernik bayi.
"Ini pakai korset biar perutnya kecil lagi." Delisha mengambil korset warna hitam tersebut dan kembali ke kamar untuk memakai korset itu.
Ia jadi teringat saat tiba di rumah Nenek Ayden, histeris karena melihat kedua remaja membawa bayi.
๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ๐Ÿ’ธ
Ayden memencet bell rumah neneknya. Rumah neneknya terlihat begitu luas dengan pagar bercat putih, tembok cat putih dan kusen-kusen kayu yang banyak. Tipikal rumah jaman dahulu.
Tubuh Delisha masih gemetaran dan takut jika Nenek Ayden mengusir mereka, tak tahu lagi Delisha harus bagaimana. Berkali-kali ia ingin mencekik bayi ini agar mati dan dia tinggal membuangnya, tapi saat Delisha melihat wajah bayi tersebut perasaannya membuncah yang tak dapat dilukiskan yang berakhir membuat Delisha mengelus-elus pipinya yang begitu lembut. Anaknya, dia punya anak.
Delisha masih menunduk melihat bayi merah itu, dia belum mati. Terkadang Delisha berharap bayi ini mati tanpa dia menyentuhnya dengan begitu membuatnya tak terlalu merasa bersalah, tapi bayi ini begitu kuat. Padahal bayi masih merah begitu rentan terhadap udara langsung seperti ini. Bahkan banyak baru lahir harus masuk inkubator, tapi bayinya tak ada pengobatan apa-apa, bahkan ia yang mengunting sendiri tali usus mereka.
Saat engsel pintu itu bergerak Delisha melihat seorang wanita paruh baya yang masih cantik, segar dan terlihat sebagai orang berwibawa.
"Ayden!"
"Nenek ..." Mata wanita itu langsung menelisik Delisha dari atas sampai bawah dan sepertinya sudah tahu segalanya.
"Nenek tolong urus bayi ini, kami masih baru ngurus anak, biar kami belajar dulu."
"Anak siapa? Kalian jumpa di mana? Maksudnya apa ini?" desak wanita tua ini, karena masih belum percaya dengan penglihatannya. Dua remaja dengan penampilan awut-awutan dan sekarang ikut mengendong anak bayi yang begitu merah.
"Ini anakmu, Ayden?" Ayden mengangguk. Wanita tua mengepalkan tangannya siap menampar sang cucu kenapa bisa seperti ini? Masa depan anak ini masih begitu panjang, bukan mengurus anak.
"Kenapa bisa?" Ayden hanya bisa mengedihkan bahunya, ia tak punya jawaban karena semua ini terjadi begitu cepat.
"Kenapa Nenek nggak pernah tahu? Mama dan Papa tahu ini?" Ayden hanya diam. Apalagi Delisha rasanya lebih baik jadi manekin daripada terjebak dengan situasi seperti ini, apalagi tubuh bagian bawah miliknya yang membuat dirinya ingin menangis mengais tanah, tapi ia menahan dirinya.
Mereka semua terdiam, dan saling menunggu satu sama lain. Nenek Ayden menunggu agar cucunya menjelaskan semua ini, tapi sepertinya tidak ada penjelasan.
"Sini bayinya." Nenek Ayden langsung mengambil alih bayi merah itu dan langsung menimang-nimang dengan sayang.
"Ini anak siapa?" Delisha hanya menunduk, ini bagian terberat hidupnya sekarang. Kemana-mana harus bawa bayi dan semua orang pasti bertanya-tanya, anak siapa? Padahal sudah bertanya. Tapi ingin memastikan lagi.
"Anak Ayden." Wanita itu langsung berbalik melihat cucunya dan gantian melihat Delisha.
"Mama kamu tahu ini?" Ayden mengangguk, Nenek-nenek pikun pasti bertanya terus.ย  Mereka masuk ke dalam, dan melihat ruang tamu yang begitu luas banyak guci-guci tinggi menghiasi segala sudut dan figura anak-anak Nenek Ayden.
Delisha masih melihat lemari jam ukir berwarna coklat berdiri megah di tengah ruangan.
"Kamu, mandi dulu, bersihkan diri. Ayden beli susu bayi, lihat aja yang mulai usia 0 bulan. Beli satu set perlengkapan bayi. Biasa di supermarket udah ada, kalau pandai milih baju pilih baju bayi satu aja. Nanti Nenek bongkar di sini."
Ayden mengangguk dan langsung bergegas pergi.
Tak lama laki-laki itu masuk lagi ke dalam.
"Nenek, aku nggak punya uang." seru Ayden. Wanita itu tua itu menggeleng dan akhirnya mengambil uang dan memberi pada Ayden.
"Ini anaknya belum dikasih makan?" Delisha dengan jantung yang terus berdegup kencang hanya menunduk dan memainkan jari-jari tangan.
"Nggak papa, bersihkan diri aja dulu sana. Nanti kalau mau ke rumah sakit kita kesana biar dokter bersihkan sisa kotoran." Delisha tak mengerti apa yang dimaksud tapi ia juga tak bisa membantah walau tak mau ke dokter.
Delisha ditunjuk ke kamar mandi tamu yang dipunya. Rumah ini luas, tapi seperti tak ada penghuni dan barang-barang yang ada di rumah ini seperti barang-barang lama semuanya.
Saat mandi pintu kamar mandi diketuk dan Nenek Ayden memberi beberapa potongan baju untuk Delisha pakai dan juga ada pembalut. Delisha tak tahu mengerti tapi akhirnya dipakai semua.

Komento sa Aklat (373)

  • avatar
    argariniratih pangestika

    novel nya bagus. banyak sekali pelajaran yg kita ambil dari kisah novel ini. miriss memang dengan anak muda jaman sekarang, semoga anak anak kita dan para remaja lainnya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. sangat disayangkan masa depan mereka harus hancur karna salah pergaulan.

    29/12/2021

    ย ย 0
  • avatar
    SunifaMiftakhul

    ah aku seneng banget cerita ini๐Ÿ˜

    05/08

    ย ย 0
  • avatar
    YunusAshar

    Keren Kak, lanjutkan

    04/08

    ย ย 0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata