logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Part 11

POV Ubay
***
“Ya ampun … sinyal kok susah bener! Ck!” keluhku seraya mengangkat gawai tinggi-tinggi. “Tetap nggak dapat apa-apa? Huft! Kayak gini harus cari sinyal nih. Mumpung Arsya sudah tenang sama bundanya.”
Pandanganku sesaat melihat ke arah Arsya dan Fira. Kini aku melangkah menuju ke jalan. Aku akan mencari sinyal sampai dapat.
Selama tiga minggu ini, aku meminta untuk cuti liburan. Sebenarnya bebas bagiku untuk bersantai tanpa memikirkan pekerjaan. Aku adalah owner sebuah warung makan yang sudah mulai terkenal. Selama di sini pekerjaanku sebenarnya sudah kupasrahkan segalanya kepada asisten pribadi. Ya, meski begitu aku tak bisa berdiam diri. Harus selalu memantau warung makan yang kukelola.
Kakiku melangkah menyusuri jalan sembari melihat gawai. Aku sangat berharap bisa mendapat sinyal secepatnya.
“Belum ada sinyal juga? Ya ampun … padahal sudah hampir sampai di pertigaan.”
Ya, rumah ibu memang tak terlalu jauh dengan pertigaan, tempat dimana diriku kebingungan mencari jalan yang harus dilewati. Untung saja ada kakek yang membawa karung lewat dari arah sebaliknya. Apa mungkin aku harus berjalan terus siapa tahu di sana banyak sinyal.
“Waktu itu, kakek-kakek yang sama sekali nggak mau tersenyum juga lewat dari arah sana. Mungkin saja di sana ada sinyal yang lumayan kuat. Aku lihat, ada beberapa rumah yang ada disekitar jalan itu.”
Baru saja mulutku terdiam, dari jalan yang kumaksud, muncul kakek yang waktu itu. Dia kembali membawa karung. Sebenarnya apa yang dibawa? Atau mungkin hanya mencari rumput saja?
Aku sudah melewati pertigaan. Memang sangat sepi, jadi tak perlu tengok kanan-kiri.
“Pagi-pagi mau kemana, Kek?” sapaku.
Kami berpapasan. Tak lupa, senyum kuukir di bibir. Siapa tahu beliau sudah mau tersenyum padaku.
“Cari sesuatu,” jawabnya datar.
“Oh, cari rumput ya, Kek?”
Aku masih mencoba untuk berbasa-basi.
“Bukan. Mau kemana? Di sini banyak orang aneh. Hati-hati.”
Setelah mengucapkannya beliau kembali berjalan mengambil arah jalan pulang ke rumahku. Ya, beliau berbelok bukan lurus menuju arah rumah ibu. Tentu saja, arah ke rumah ibu ‘kan sudah jalan buntu.
Aku tak paham dengan ucapan beliau. Sesaat aku berpikir dan bergeming. Ingin rasanya bertanya lagi. Namun beliau sepertinya sudah semakin jauh.
“Apa sih maksud dari perkataan kakek tadi, cobalah kutanya lagi,” gumamku.
Segera kukejar kakek tadi. Namun, aku sudah tak melihatnya sama sekali. Padahal belum lama beliau melewatiku. Jadi, kemana kakek itu pergi? Kenapa sudah tak ada tanda-tanda dari sosok kakek tersebut?
Aku celingukan mencari kehadiran beliau. Semak-semak pun tenang hanya tertiup angin biasa. Jalan di hadapanku yang membentang sampai keujung pun tak terlihat punggung dari kakek tersebut. Aku menjadi bingung sendiri. Padahal baru tadi kami saling berbicara. Beliau pun sempat memberikan peringatan. Tapi kok, saat aku ingin memperjelas perkataan tersebut beliau sudah tak lagi terlihat. Apa aku yang berkhayal?
“Apa sih? Aku nggak salah lihat ‘kan tadi? Tapi kok … entahlah. Kalau dipikirin terus bisa-bisa aku jadi parno sendiri. Mending cari sinyal lagi.”
Sebisa mungkin kutepis perasaanku yang mulai ditumbuhi rasa takut. Aku akan kembali ketujuan awal. Yaitu mencari sinyal. Langkah kembali kutujukan ke jalan yang kulihat ada beberapa rumah di sekitaran sana.
Gawai kuarahkan ke atas sambil terus berjalan. Ternyata tetap saja susah sinyal. Aku sudah mulai frustasi dan ingin kembali ke rumah ibu saja. Namun, mataku melihat ada orang yang sedang menyapu di halaman rumah yang ada di hadapanku. Aku ingin menyapanya. Siapa tahu dapat informasi tentang tempat yang ada sinyal.
“Permisi Bu?” sapaku seraya mendekati orang tersebut.
Wanita paruhbaya itu mendongak ke arahku tanpa ada ekspresi di wajahnya.
“Maaf Bu, saya mengganggu sebentar. Begini, apa Ibu tau di sini tempat yang sinyalnya lumayan kuat? Kira-kira dimana ya, Bu?”
Ibu itu tak menjawab dan kembali menyapu.
“Maaf Bu? Apa Ibu tau tempat yang sinyalnya kuat ada dimana?” tanyaku lagi.
“Siapa kamu! Sana pergi! Jangan ganggu istriku!”
Seorang laki-laki muncul dari rumah dan mengusirku detik itu juga.
“Maaf Pak. Saya hanya bertanya.”
“Pergi sekarang juga! Kamu nggak mau mati ‘kan!” ancamnya.
Tanpa pikir panjang aku pun pergi dari sana.
“Ngeri banget sih,” gumamku.
Aku masih mencari sinyal dan mengurungkan untuk pulang ke rumah ibu.
“Kapan dapat sinyal ini!”
Kembali gawai kuangkat tinggi-tinggi. Saat melihat ke depan, ada seorang anak kecil yang sedang bermain ayunan di halaman rumahnya melambaikan tangan dan tersenyum padaku.
Aku pun membalas senyumnya. Wajah anak kecil itu terlihat pucat. Dia berpakaian seperti akan pergi ke pesta ulang tahun. Cantik dan rapi.
“Imutnya. Apa aku samperin ke sana saja ya? Siapa tahu ada sinyal di sana.”
Tangan kecilnya masih melambai-lambai kepadaku. Aku melangkah mendekatinya.
“Namanya siapa? Main sendiri? Nggak ada teman?” tanyaku kepadanya.
Ting, ting, ting ….
Pesan WA masuk secara beruntun. Akhirnya ada sinyal juga. Tanpa sadar aku sudah fokus pada gawai. Pertanyaan yang sempat kulontarkan kepada wanita kecil yang ada diayunan kuabaikan. Saking senangnya aku sudah lupa ada seseorang yang baru saja kutanya banyak hal.
Aku membaca pesan satu per satu.
[Bapak nggak usah khawatir, di sini aman. Nikmati liburannya saja. Saya akan mengatur segalanya.] Pesan dari asistenku.
[Ubay, kamu baik-baik saja?]
[Jangan lupa kasih kabar ya?]
[Di situ nggak ada sinyal ya, Bay? Hati-hati ya. Kalau ada apa-apa lebih baik pulang.]
Tiga pesan sekaligus dari paman Joko. Beliau begitu mengkhawatirkan kami.
Kriet, kriet, kriet ….
Baru saja akan membalas pesan-pesan yang masuk, telingaku mendengar sesuatu yang bergerak. Aku kembali mengingat jika belum lama ini ada anak wanita yang sedang bermain ayunan. Pasti dia sedang bermain. Padahal tadi aku banyak bertanya. Malah kucueki karena saking senangnya mendapat sinyal.
“Maaf ya? Paman malah nyuekin kamu ….”
Aku melihat ke ayunan tersebut. Tapi di sana tidak ada siapa pun. Hanya bergerak sendiri terkena angin. Aku kembali celingukan mencari sosok anak kecil tadi.
“Pergi kemana? Apa pulang ke rumah? Tapi kok rumahnya masih tetap sepi. Nggak ada bekas seseorang baru masuk ke dalam sana?”
Kuperhatikan dengan seksama rumah tersebut. Namun, sepertinya sudah tak berpenghuni. Jadi, apa mungkin aku salah lihat? Mendadak aku merinding dan bergegas meninggalkan tempat itu. Padahal aku belum sempat membalas semua pesan yang masuk. Aku keburu takut dan memutuskan untuk pulang ke rumah ibu.
“Sebenarnya desa ini ada penghuninya nggak sih? Kenapa orangnya aneh-aneh banget? Atau jangan-jangan ….”
Semakin dipikirkan secara rasional, aku semakin ketakutan sendiri. Kupercepat langkah kaki menyusuri jalan pulang ke rumah ibu. Aku pun melewati seorang wanita paruhbaya yang masih setia dengan sapunya. Lagi-lagi merinding saat wanita itu melihatku. Aku hanya tersenyum tanpa menyapanya.
“Astaghfirullah … kenapa jadi ketakutan begini sih? Nggak sempat balas WA ‘kan jadinya.”
Aku sudah melewati pertigaan. Rasanya sudah semakin tenang. Namun, kakek yang tadi terlihat lagi di sekitar pepohonan dengan bibir yang tersenyum. Aku terkejut dan segera berlarian tanpa membalas senyum dari kakek tersebut.
Napasku terengah-engah saat sudah ada di halaman rumah ibu. Di sana hanya ada Arsya yang bermain sendiri dengan mobil-mobilannya. Kemana Fira? Bukannya dari tadi mereka ada di halaman samping rumah sedang bermain bersama? Kenapa sekarang hanya ada Arsya saja?
“Arsya? Bunda mana?” tanyaku seraya mendekatinya.
“Oh Ayah … bunda lagi ambil bola di gubuk belakang rumah sana, Yah. Sudah dari tadi, tapi bunda nggak datang-datang. Mungkin gelap susah carinya. Arsya disuruh mainan mobil-mobilan sendiri dulu.”
Aku kembali teringat dengan ucapan ibu saat kita dilarang mendekati gubuk tersebut. Fira justru sengaja masuk untuk mengambil bola. Apa terjadi sesuatu kepadanya? Aku harus cepat-cepat pergi ke sana.

Komento sa Aklat (483)

  • avatar
    Ukhty Fi Sabilillah

    Aku kasih bintang 5 ya,soalnya ceritanya sangat mengesankan,seolah olah pembaca pun ikut terjun ke dalam kejadian demi kejadian yang menimpa keluarga bu diyah Sungguh tragisnya,takdir bu diyah menyekutukan Allah. semoga dengan membaca novel ini bisa memberikan pelajaran kepada kita semua. Owh iya,kalau aku boleh tebak.sosok yang dimaksud oleh arsya itu jenglot apa ya?

    30/12/2021

      0
  • avatar
    Sri Sunarti

    bagus bgt

    17d

      0
  • avatar
    PrawiraharjaIgede

    bagus banget ceritanya

    23/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata