logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Kata Cinta Darimu

Bercanda. Aku tidak memiliki keberanian untuk menciumnya, hanya bisa menatapnya setelah kami turun dari perjalanan.
"Lo gak mau nanya sesuatu sama gue?" tanyanya saat kami berjalan di sekitar taman. Rasanya aku mau kecing.
Banyak sebenarnya yang ingin aku tanyakan. Namun, aku sukit untuk memprioritaskan pertanyaan mana yang ingin aku ajukan. Sepertinya hatiku malah berkata, "Jangan tanyakan mengapa". Karena jika dijawab, maka kami pasti akan terus-terusan saling bertanya.
Aku hanya menggeleng mendengar pertanyaannya. Terserah kamu. Jika kamu benar-benar mencintaiku, kamu harusnya bertindak. Kamu akan memperjuangkan kita, dan bukan aku saja. Karena aku seorang putri.
"Lo benar nih gak mau nanya apa-apa?" tanyanya lagi.
"Gak ada!"
Dia mengeluh. "Gak asik lo!"
"Jadi lo gak mau main lagi? Yaudah pulang aja!"
Jadi dia benar-benar tidak punya niat untuk berakting? Wow!
"Gak mau. Ayo, kita pulang." Aku pun jalan duluan.
Seluruh tanan bermain ini sudah dia sewa. Menurutku itu benar-benar kencan paling romantis!
"Hafidzah Zahra, tunggu!" Aku mendengar dia memanggil tetapi aku melanjutkan drama ini.
"Hei, tunggu! Gu mau naik Roda Putar!" katanya seraya menyusulku.
"Lo naik sendiri aja lah! Gue tunggu lo di mobil." kataku yang terus berjalan.
"Apa? Gue kira lo itu tadi suka woy!"
"Gue udah gak mood lagi. Kuy pulang!" kataku sambil menarik tangannya.
"Suasana hati lo emang sering berubah-ubah, Sayang. Ayolah kita main lagi!" katanya seraya menarik tanganku kembali.
"Asudahlah!" Aku menjawabnya dengan masa bodoh. Bodo amatlah.
"Ho'ih ...." Dia menang.
"Gue mau ngasih tau lo sesuatu." Imran berbisik saat kami menaiki wahana itu. Aku mengabaikannya, mataku hanya terfokus pada langit yang gelap.
Aku mendengarnya menghela nafas. “Kira-kira empat tahun yang lalu, gue berjanji pada seseorang selamanya ....” Dia mulai mengatakan, dan aku mulai memperhatikannya.
Aku terus mengabaikannya tetapi telingaku terfokus untuk mendengarkan saat Roda Putar perlahan bergerak.
"Sebelum gue pergi ke Amerika, gue berjanji padanya bahwa gue akan menikahinya begitu gue kembali. Gue baru saja melakukannya, dan tidak ada pernikahan yang terjadi. Mengapa?" Saat itulah aku menoleh padanya. Ini adalah bagian yang akan memberikan jawaban atas pertanyaanku.
Dia tersenyum padaku, senyum yang pernah menjerat hatiku di masa lalu.
"Tiga tahun lalu sebelum gue kembali, sepuluh bulan setelah pergi ke Amerika, gue kembali untuknya." Dia terus bercerita dan membuat keningku berkerut.
Pembohong! Kamu tidak akan kembali! Aku ingin mengatakannya, tapi aku membiarkannya pergi.
"Gue berjanji untuk melihatnya berbaris saat kelulusannya, jadi gue kembali. Gue mau membuatnya terkejut. Kami telah berkomunikasi melalui surat dan panggilan telepon, tetapi masih berbeda ketika gue melihatnya. Ketika gue memeluknya, gue sangat bersemangat. Kemudian, gue gak kasih tahu siapa pun, bahkan ibu. Gu bahkan mengumpulkan ongkos serta hadiah kepadanya, yang bahkan gak gue berikan. Gue kira sudah terlambat. Dia baru di tahun pertama ketika gue mengatakan padanya bahwa gue mencintainya, mungkin dia gak menganggap serius apa yang gue katakan." bisiknya sedih.
"Apa yang lo katakan? Gue anggap itu serius! Gue emang mengharapkan itu! Lo-nya aja yang gak serius! Lo gak ada di sana Imran! Gue gak lihat lo!" Aku berbicara seolah yakin yang dimaksunya itu aku.
"Lo emang benar-benar gak melihat karena gue emang gak muncul. Dan lo tahu kenapa? Itu karena gue lihat lo bersama pria lain! Awalnya, gue mencoba untuk berpikir positif, mungkin dia hanya temannya, itu yang terus gue pikirkan. Tapi emang kayaknya bukan, Hafidzah Zahra! Lo gak mencium dia!" katanya dengan suara keras yang terdengar seperti sebuah penyesalan. Dia tidak melihatku dan hanya menatap kosong ke depan.
Apakah dia mengatakan yang sebenarnya? Aku tidak ingat kejadian itu. Aku tidak mencintai siapa pun kecuali dia. Aku tidak memiliki hubungan lain. Aku tidak punya siapa-siapa untuk dicium tapi ... Raka?! Aku tersentak kaget.
Raka adalah saudara kembar Rara yang merupakan teman dekatku di sekolah menengah. Jika teman perempuanku adalah Rara, Raka adalah teman laki-lakiku. Namun, Raka dan aku tidak berciuman saat kelulusan! Tapi dia yang menciumku!
"Setelah kejadian ciuman itu, gue masih bertahan. Gue masih melihatnya naik ke atas panggung untuk mendapatkan ijazahnya meskipun gue benar-benar ingin pergi kembali ke New York saat itu. Selesai melihatnya, gue pergi. Dia keluar. Gue pergi ke sekolah karena gue pikir gue belum mendengar penjelasannya. Pas gue kembali, dia udah gak ada. Gue tanya sama temannya, Rara, di mana dia dan lo tahu apa yang dia katakan kepadaku? Bahwa dia pergi makan siang dengan orang tua pacarnya.”
Keningku berkerut. Rara? Dia temanku, dia tidak mungkin menghancurkanku. Lalu siapa pacarku katanya? Raka? Eh Pak Jeri dan.. "Tunggu! Orang tuamu yang makan siang denganku saat itu, oke? Mama, Pak Jeri dan bibi Endah bersamaku saat itu."
"Betulkah?" tanyanya. Dia masih tidak menatapku.
"Tunggu," kataku sambil memegang pipinya agar aku bisa fokus dengan apa yang dia lihat. "Kenapa lo gak bertanya sama gue, Bodoh? Lo bahkan gak berbicara sama gue waktu itu! Gue masih sms nomormu meskipun gue gak menerima sms lagi dari lo! Gue masih menyimpan beban, menunggu lo kembali.o kan tau panggilan keluar negeri itu mahal tapi lo gak mau angkat! Emangnya lo kira gue tukang selingkuh?"
"Gue gak tahu! Gue gak tahu apakah gue harus percaya sama lo waktu itu." Wajahnya terlihat frustasi.
Aku menarik napas dalam-dalam sambil mengalihkan pandanganku. "Lalu bagaimana sekarang?"
Keheningan menguasai langit saat aku melihat dunia dari atas sini. Keheningan melarutkan hati kami sampai akhirnya seseorang memecahkannya.
"Tetap saja gue cinta sama lo."
What? Aku tidak tahu apakah itu hanya hasil imajinasiku atau apa yang aku dengar memang benar.
Aku mengalihkan pandanganku kembali padanya. Matanya yang kosong bertemu dengan mataku. "Gue masih mencintaimu, Zahra. Itu selalu dirimu. Selalu."
Aku merasakan jantungku berdebar tak menentu saat aku meleleh melawan tatapannya. Aku merasa seperti masih remaja Zahra yang jatuh cinta dengan bodohnya, pada bocah ini.
Bukankah masih seperti itu? Tidak ada yang benar-benar berubah. Aku tumbuh dewasa namun perasaanku padanya tetap tidak berubah.
Pikiranku terganggu oleh suara ledakan. Aku membuang muka dan kembang api warna-warni menyambutku.
Pola yang berbeda, warna lampu yang meledak, langit malam bersama bulan dan bintang, ditambah waktu yang tepat untuk kami. Wow! Ini terlalu menakjubkan untuk sebuah kenyataan.
Tiba-tiba aku merasakan sentuhan hangatnya di tanganku dan saat itu aku tahu bahwa aku tidak hanya membayangkan sesuatu. Ini semua nyata dan selamanya terukir dalam jiwaku.
"Sayang, gue tahu benar-benar brengsek karena membiarkan lo pergi, tapi bisakah lo memberi kesempatan buat gue lagi? Gue gak akan pernah melepaskan lo kali ini."
Aku menggigit bibir sebelum mengalihkan pandangan dari langit dan menghadap Imran. Dia tampak penuh harapan dan tidak pasti. Aku juga, tapi aku menyerahkan diri.
Sambil tersenyum aku mengangguk padanya. Dia memberiku senyuman yang membuat jantungku berhenti sebelum merasa dia menarik wajahku untuk berciuman

Komento sa Aklat (250)

  • avatar
    DurahmanTurina

    Ceritanya bagus tapi gantung ada kelanjutan ceritanya kah?

    22/10

      0
  • avatar
    greatkindness

    nice

    12/07/2023

      0
  • avatar
    Aditya

    seru ni🥰

    12/04/2023

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata