logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Masa Pendekatan

"BAGAIMANA KAU BISA KEHILANGAN DIA?"
Adrew diam dan tak berani menatap Prince-nya ketika dia menyemburnya dengan bentakan. Sementara Liliane menangis sesenggukan telungkup di atas ranjang sambil memanggil nama putrinya.
"Shit," umpat Axton. "Kau tahu sendiri anak itu sangat ingin melarikan diri dan hidup bersama ayahnya yang brengsek itu!"
Liliane semakin pucat dan cemas ketika mendengar apa yang Axton katakan barusan. Ia semakin mencemaskan putrinya dan khawatir sekali putrinya tak mau hidup dengannya.
Axton duduk di sisi Liliane dan mengelus kepalanya dengan sayang. "Lebih baik kita ke ruang makan segera, Lily. Mereka pasti menunggu kita berdua,"
"Bagaimana dengan Crys?" Liliane melongok menatap kakaknya dengan mata sembabnya. Ia sangat berharap setidaknya, mendapatkan jawaban yang menenangkan.
"Dia cuma anak-anak,"
"Justru karena dia masih anak-anak!" sergah Liliane. "Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya?! Hubungan kami dengan para ton tidak baik, kau mengerti itu kan!"
"Sekarang tidak lagi," Axton tersenyum penuh isyarat. "Kami akan memperbaiki nama baikmu,"
Liliane sempat menatap curiga kakaknya. Tapi sebelum melontarkan pertanyaan baru, Axton sudah menyeretnya bangun dan beranjak.
"Rosemary pasti tau sesuatu, kenapa kau cemaskan hal ini. Tidak mungkin anak itu kabur sampai ke Spanyol, kan."
"Kau harus punya pengganti sebelum Theodore menceraikanmu, dengan begitu kau tidak akan kehilangan gelarmu dan nama baikmu akan kembali," ucap Axton ketika ia berjalan cepat menuju meja makan. Di sampingnya ada Liliane yang melotot kaget. Sedangkan dibelakang mereka ada Anne dan Adrew yang setia mengikuti mereka berdua.
"Dan jangan membantah!" sergah Axton sebelum Liliane menjawab. "Tak peduli kau kabur kemanapun seperti dulu waktu kami menjodohkanmu, kami akan menemukanmu. Sudah dipastikan, kau akan menikah kali ini, dengan pilihan kami!"
Axton menatap adiknya dengan lembut. "Ini yang terbaik untukmu,"
Di ruang makan, ternyata memang benar, King William dan ratunya beserta selirnya telah menunggunya. Dan ada seorang lagi, yang sepertinya adalah tamu undangan King William.
Liliane duduk di sebelah Axton, dan Axton duduk di sebelah ayahnya yang berhadapan dengan selir King William. Di sisi selir King William ada seorang pria yang sepertinya tamu dari King William. Sedangkan King William dan ratunya sendiri duduk berjadapan di kedua ujung meja.
Liliane tak bisa bersemangat seperti keluarga kerajaan yang sedang duduk di meja makan pagi ini. Mereka membicarakan politik dengan santai, terutama masalah pemberontak di Calzada de Calatrava dan London yang dipimpin oleh orang yang sama.
"Semuanya berkat Duke Jullions," puji King William. "Dia menyumbangkan banyak dana untuk penangkapan pemberontak,"
"Saya hanya membantu, your majesty," pria di samping Liliane menjawab.
Sang ratu tersenyum cantik menatap Liliane. "Anda sangat beruntung,"
Liliane bingung kenapa ratu tiba-tiba mengatakan hal tersebut. Maksudnya ia beruntung mendapat skandal dengan Theodore atau apa. Sejenak Liliane bingung, dan memutuskan menjawab dengan senyuman sebagai formalitas untuk sang ratu. Tapi di menit-menit berikutnya, ia baru menyadari sesuatu, dan ia sangat kaget.
Liliane melirik pria di sebelah selir dari King William secara diam-diam. Dia sangat muda sekali, kemungkinan usianya jauh di bawahnya. Wajahnya sangat tegas dan tampan.
Pria itu melirik Liliane secara tiba-tiba, yang membuat Liliane cepat-cepat menunduk dan berpura-pura menyimak percakapan Axton dengan King William. Dengan ekor matanya, ia seperti melihat bibir pria itu melengkung ke atas, seperti sedang tersenyum dengan angkuh. Pipi Liliane merona, dan ia langsung meruntuki dirinya sendiri.
Dengan perasaan berdebar-debar tidak karuan, Liliane menyimpulkan sesuatu. Jadi pria ini yang akan dijodohkan dengannya? Yang benar saja!
King William menyambar tisu dan mengelap mulutnya. "Sayang sekali, aktivitas padat telah menantiku, selamat menikmati sarapan pagi kalian."
Sang Ratu ikut pamit bangkit dengan anggun dikuti selir King William. Sementara King Feredick VII juga bangkit, karna memang masih ada urusan dengan King William.
Sekarang, hanya tersisa Liliane, Axton dan pria itu.
Setelah kondisi menjadi hening, Adrew merasa ini waktu yang tepat. Maka dia memberanikan diri mendekati pangerannya. "Your highness, saya sudah menyuruh pelayanan menyiapkan teh dan biskuit di taman belakang kastil."
"Baiklah aku menyusul," ujar Axton sambil bangkit. "Dan kalian berdua juga!" perintah Axton.
Setelah itu Axton pergi tanpa menoleh. Liliane bingung, apakah perintah kakaknya tadi benar-benar ditujukan padanya? Padanya dan pria ini? Lalu sebaiknya dia harus apa? Memberikan sapaan dan ajakan terasa canggung sekali. Liliane memaki dirinya sendiri. Kemana etiket seorang keluarga kerajaan yang ia pelajari sejak kecil. Ia menjadi grogi sendiri dan batinnya terasa porak-poranda.
Tapi tak disangka, pria itu bangkit dan pergi begitu saja menyusul Axton. Tidak berkata apa-apa, bahkan tanpa menoleh padanya.
Entah apakah ini cuma kecemasannya belaka, tapi Liliane merasa sikap si Duke itu sangat tidak menyenangkan. Liliane segera menepis pikiran itu dan memaksa dirinya sendiri berpikir positif bahwa ini mungkin efek karna belum saling mengenal.
Liliane sangat berharap kalimat yang Axton ucapan sewaktu berjalan ke meja makan tadi memang benar. Bahwa ini yang terbaik untuknya. Liliane berharap suami barunya nanti menghargainya sebagai wanita dan mencintainya. Suatu hal yang tidak umum di kalangan bangsawan kelas atas, apalagi di keluarga kerjaan.
Bahkan di telinga Liliane, "cinta" terdengar konyol seperti halnya ia sedang mendengar mitos. Apalagi tentang seorang pria yang mencintai hanya satu wanita. Sangat konyol sekali. Karna buktinya saja, King Feredick VII, ayahnya sendiri, yang ia anggap pria terbaik di hidupnya, punya seorang selir. Yang terpenting status ibunya tidak terganggu, itu sudah sangat beruntung.
Pria diibaratkan tulang punggung, punya pendapatan dan kekuatan yang lebih besar dari wanita. Mereka bersikap seolah-olah rahim wanita tidak akan berguna jika tidak ada benih laki-laki di dunia ini. Membuat mereka semena-mena terhadap wanita, menganggap lubang wanita sebagai kenikmatan, dan menganggap wanita diciptakan untuk dinikmati saja. Mereka lupa, bukankah Maryam pernah hamil Isa tanpa sentuhan laki-laki?
Nyatanya, status dan harta membuat mereka melupakan Tuhan.
***
Di taman belakang kastil, Liliane, Axton, dan si Duke tampan duduk mengelilingi meja putih bundar. Liliane duduk terapit diantara dua pria ini.
Suasana sangat menegangkan bagi Liliane. Karena ia tahu betul bagaimana sikap dingin Axton di depan orang baru. Dan sepertinya, si Duke tampan juga sama. Keduanya saling diam. Axton sedang mendengarkan Adrew yang mencondongkan tubuhnya ke Axton sambil berbisik-bisik, sedangkan tangan Adrew memegang selembar kertas.
Sesaat setelahnya, Adrew meletakkan kertas itu di meja. Seorang pelayan wanita mempersembahkan tinta dan pena bulu di samping kertasnya kemudian Adrew menyuruh pelayan itu pergi.
"Aku tidak akan melarikan diri," ujar Duke tampan itu seraya memandang malas ke arah surat perjanjian. "Aku sudah menandatangani surat perjanjian resminya dengan kalian waktu itu,"
"Ini hanya berjaga-jaga agar kau tidak menghindar selama masa pendekatan,"
"Masa pendekatan?!" Liliane tersentak kaget. Dan kedua pria itu tidak menghiraukannya sama sekali. Suasana masih menegang antara Axton dan si Duke tampan.
"Silahkan kau tandatangani, Duke of Gunniberg yang terhormat, jika Anda menginginkan bisnis-bisnis Anda aman."
Carl memandang surat itu dengan berang. Kemudian dia menyambar pena dan menandatanganinya dengan cepat. Ia merasa sangat bodoh. Bagaimana bisa ia terikat dengan pernikahan konyol ini. Pupus sudah keinginannya berhubungan dengan Lady cantik yang seumuran dengannya.
Axton menyeringai senang ketika kertas itu sudah ditandatangani. Ia melirik Adrew penuh isyarat, dan Adrew segera menyimpan surat itu.
"Nah," ucap Axton sambil bangkit dari kursi. "Semoga masa pendekatanmu dengan Duke Carloman Clovis Jullions berjalan lancar."
Kemudian Axton pergi dari taman, meninggalkan Liliane sendirian bersama Carl. Dan hanya tersisa keheningan diantara keduanya.
Hampir satu jam mereka berdua berdiam diri. Carl mengalihkan pandangannya, memandang kolam ikan dan hamparan taman yang luas. Sedangkan Liliane meremas-remas jari-jarinya dengan gugup sambil menatap tercengang wajah Carl yang terlihat sangat-sangat tampan jika dilihat dari samping.
Carl menghembuskan napas lelah kemudian bangkit berdiri. Sebelum ia pergi ia mengatakan sesuatu dengan sikapnya yang dingin. "Ikutlah denganku jika kau merindukan putrimu,"
Kemudian dia pergi. Liliane melongo bingung. Sejak pagi, sejak di meja makan tadi, otaknya seperti bermasalah. Ia tak yakin Duke tampan itu benar-benar berbicara padanya. Liliane melirik ke kanan kiri memastikan tak ada orang lain selain dirinya. Setelah menggeleng kuat dengan konyol, berusaha mengenyahkan pikiran bodoh, Liliane membuntuti si Duke tampan itu seperti orang idiot. Liliane bahkan tak sempat memikirkan kenapa Carl bisa bersama dengan putrinya.
Langkah kaki Carl sangat elegan, derap langkahnya terdengar teratur dan tegas. Tidak lama kemudian, tampak sebuah kamar dengan dua pintu tertutup, terlihat sangat sederhana dibanding kamar-kamar lain di kastil kerajaan, namun meski begitu pintunya tetap memiliki kesan elegannya sendiri.
Begitu pintu dibuka, seorang anak perempuan kecil terbangun dari tidurnya. Ia sangat antusias dan berlari dengan semangat. Seketika seluruh perasaan Liliane dipenuhi rasa lega yang luar biasa. Ia merentangkan tangannya menyambut putrinya. Tapi tidak disangka, Crystaline malah...
"DADDY CLOVIS!"
Crystaline meloncat antusias ke tubuh Carl, yang membuat pria itu dengan sigap menangkap tubuh kecilnya. Tapi itu tidak bertahan lama, Carl langsung menurunkan Crystaline dengan risih.
"Kalian sudah bertemu. Aku harus mengurus sesuatu dengan King William," kemudian Carl-pun pergi dengan cepat. Seperti biasanya, berjalan dengan tegap, elegan, dan tanpa menoleh. Benar-benar ketampanan yang tidak manusiawi.
***
Tak terasa, sudah dua hari di kastil kerajaan benar-benar menyiksa bagi Carl. Semuanya terasa konyol dan membosankan. Ia rindu suasana hening di Kastil Jullions yang nyaman dan sederhana, minum anggur bersama teman-temannya, atau hadir di pacuan kuda.
Seharian kemarin Carl sangat tertekan harus terjebak dengan Liliane. Pangeran brengsek itu selalu punya celah untuk membuat suasana berdua dengannya dan Liliane.
Carl benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana mungkin seorang Princess rela melarikan diri di hari pernikahannya, demi lari bersama Viscount yang tidak jelas asal-usulnya. Selir King William yang memberitahu Carl tentang kabar tersebut.
Sekeras apapun Carl mencoba melarikan diri, si Axton selalu saja punya celah untuk menjebaknya. Lagipula, ia sudah terjerat dengan perjanjian konyol. Maka Carl memutuskan memakai Crystaline untuk melindungi diri. Anak itu terlihat sangat menyukainya, maka Carl sengaja memanfaatkan situasi ini untuk berpura-pura menyayangi anak itu dengan tulus.
Jadi seharian ini, Carl menghabiskan waktu membacakan cerita fantasi untuk Crystaline. Sedangkan Liliane melihatnya sambil bengong tidak jelas.
"Seperti orang idiot," batin Carl mencela.
Menurut Carl, Liliane tidak terlalu cantik. Wajahnya biasa-biasa saja seperti bangsawan wanita pada umumnya di kalangan ton. Rambutnya perak seperti milik Crystaline, wajahnya putih sekali dan ada bintik-bintik abu-abu di sekitar hidungnya.
Carl menghembuskan napas bosan.

Komento sa Aklat (14)

  • avatar
    Elda Angelina Sa'bi

    okee

    07/02/2023

      0
  • avatar
    AmeliaHilda

    krenn

    08/11/2022

      0
  • avatar
    Nana Az

    ujj

    22/10/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata