logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Skandal Sang Lady

Di tempat lain.
Seorang perempuan bertubuh kurus kecil, baru berusia 23 tahun, dengan rambut pirang, dagu lancip, bola matanya coklat kekuningan dan setajam elang, kulitnya putih pucat berbintik.
Dia adalah Ivanke. Seorang penyanyi opera tanpa marga. Sebelumnya ia hidup sebatang kara dan harus melayani pria-pria demi mendapat uang untuk tunjangan hidup. Tapi untungnya, ada seorang bangsawan baik hati yang mau menolongnya dan memberinya tunjangan. Meski tak bisa menikahinya, tapi pria itu memperlakukannya dengan baik.
Pria itu adalah, Xavier Davidson Theodore. Viscount of Innberg.
Dan disinilah Ivanke, berada di kamar Viscountess Theodore, dan sedang bertengkar hebat dengan sang Viscountess.
"Anda sudah lihat kan, my lady? Anda tidak boleh memandang sebelah mata perempuan non bangsawan." Anke berdiri tegap dengan tatapan angkuhnya. Gaun yang dipakainya sekarang bahkan milik Liliane.
Liliane sendiri menatap tak kalah angkuhnya. Walau di dalam hatinya porak-poranda ingin sekali menonjok muka si wanita non bangsawan itu. Tapi ia tak mau menimbulkan skandal.
Liliane tak peduli. Ia mengepak seluruh gaun-gaunnya, memasukkan seluruh perhiasan dan mutiara-mutiaranya, kemudian sepatu dan hiasan kepala, semuanya ia bereskan sampai Anne datang. Anne adalah pelayan pribadinya, satu-satunya orang di rumah ini yang setia padanya.
"My lady, biarkan saya ikut dengan Anda," pinta Anne hati-hati.
Anne adalah pelayan pribadi baru Liliane. Sebelumnya ia seorang budak seks pribadi dari suaminya. Tapi Xavier membebaskan Anne karena merasa tak butuh lagi budak seks. Sejak saat itu, Liliane mempekerjakan Anne dan memperlakukannya dengan sangat manusiawi.
Liliane tersenyum menatap Anne. "Tentu saja, Anne. Bawa barang-barangku turun. Jangan lupa bangunkan putriku,"
"Anda baik-baik saja, My Lady?"
"Ya, Anne. Cepat lakukan," jawab Liliane berusaha terlihat tetap tegar dan elegan.
"Baik, my lady." Anne mengangkat barang-barang Lady-nya dengan susah payah dan penuh kepatuhan.
Anke tersenyum menyebalkan, memamerkan kemenangannya. Tapi Liliane tak memedulikannya. Alih-alih menampar kasar atau sebagainya, Liliane tetap terlihat tenang. Liliane sebelumnya adalah Princess di Calzada de Calatrava. Seorang keturunan King Feredick VII. Liliane tahu bagaimana sikap dan etiket seorang Lady dalam menghadapi perempuan tak ada harganya seperti Ivanke.
"Saat umurnya masih 10 tahun, Axton pernah kabur dari Spanyol ke Amsterdam. Dia memulai hidup sebagai seorang anak biasa,"
Anke berdecih. "Siapa yang perduli, huh?"
"Axton memulai belajar berdagang sendiri. Dia menjual daging babi. Aku sangat kagum, dagingnya dibungkus rapi dengan plastik kemudian dimasukkan ke dalam kotak kayu. Harganya sangat mahal, karna kualitasnya begitu tinggi. Hanya para bangsawan yang mampu membelinya."
Anke memutar bola matanya, kemudian hendak beranjak. Namun Liliane mencekal lengannya, mencegahnya beranjak, kemudian meneruskan ucapannya.
"Jika daging babi saja dijual mahal, dibungkus rapi, dan hanya segelintir orang kaya saja yang mampu membelinya. Lalu kenapa... seorang manusia begitu tak ada harganya membuka tubuhnya pada setiap pria yang melihatnya?"
Liliane menyeringai kemudian keluar dari kamar. Meninggalkan Anke yang sesaat terbengong kaget dengan ucapan Liliane barusan. Namun di detik setelahnya, Anke mengamuk mengacaukan kamar sambil berteriak-teriak marah.
Tapi kemudian Liliane muncul lagi di ambang pintu.
"Dan ya, Ivanke. Seorang bangsawan kelas rendah saja kesulitan menikah dengan bangsawan kelas atas. Karena para ton akan membicarakannya. Yeah, mungkin masih bisa tetap menikah. Tapi... tak akan diterima di kalangan ton. Apalagi seorang.... non bangsawan tanpa marga?"
"Ups," Liliane tersenyum penuh kemenangan. "Ini bukan perkataan pantas yang diucapkan seorang Viscountess dan mantan dari Princess Calzada de Calatrava. Aku mengerti etiket keluarga kerajaan. Ayahku akan membereskan masalah ini,"
Liliane mengedipkan sebelah matanya, tersenyum, kemudian pergi.
Liliane sudah siap di depan kereta yang akan mengangkutnya dari London ke Spanyol. Perjalanan ini akan sangat jauh dan memakan waktu yang lama. Kuda kereta sedang diberi obat penguat ekstra oleh kusir agar sistem imunnya kuat dan tidak sakit saat di perjalanan. Liliane yang menyuruhnya, walau Steward si kusir kuda berkali-kali mengatakan kuda-kudanya tidak perlu diberi penguat.
"Lily,"
Liliane menoleh setelah mendengar seseorang memanggilnya. Dan itu ternyata adalah suaminya bersama si jalang itu.
"Kau yakin dengan keputusanmu?" tanyanya.
Ivanke dengan muka sok pamer bergelayutan manja di lengan Xavier. Dan Xavier tampak tak terganggu dengannya. Liliane tak habis pikir, bisa-bisanya seorang wanita kasta rendahan, benar-benar kasta rendah tak ada artinya, bermimpi terlalu tinggi ingin dinikahi seorang bangsawan kelas atas. Apa yang dia pikirkan?
"Kau tidak boleh membawa Crystaline-ku!" ancam Xavier.
"Crystaline putriku!"
"Dan dia juga putriku!"
"Dan dia adalah cucu dari King Feredick VII!"  ucap Liliane tajam.
"Kau tidak bisa menggunakan nama King Feredick-mu dalam hal ini, Liliane. Kau sendiri yang ingin aku menikahimu,"
"Benarkah? Kau bilang kau mencintaiku! Kau berjanji akan membuatku bahagia!"
"Di era ini, kau pikir masih ada yang seperti itu? Ivanke bukan siapa-siapa disini. Kau seharusnya tidak menanggapinya terlalu berlebihan."
"Kau menyuruhku bersikap biasa saja ketika setiap malam aku mendengar desahan kalian? Kau gila! Crystaline putriku! Sejak menikah kau tak pernah mau menyentuhku dengan banyak alasan! Kita melakukannya hanya sekali, itupun ketika kau sedang mabuk! Kau tak berniat melakukannya denganku, kan! Maka Crystaline hanya milikku! Berbahagialah dengan si wanita tak ada harganya ini! Wanita tanpa status! Tanpa marga! Wanita murah! Benar-benar tak ada status dan harga—"
"KAULAH YANG TIDAK ADA HARGA DIRINYA!" teriak Xavier berang. "Kata-katamu barusan sangat tidak mencerminkan sikap seorang bangsawan yang baik!"
Liliane berdiri memantung. Demi apapun, kebodohan apa yang selama ini ia lakukan? Kenapa dulu ia tak menuruti permintaan ayahnya dengan tetap menjadi seorang Princess yang anggun kemudian menikah dengan seorang putra mahkota, hidup bahagia menjadi seorang ratu. Tiba-tiba Liliane menyesal lari dari perjodohannya demi Viscount tidak tahu diri ini.
Seluruh diri Liliane sudah dipenuhi dengan gejolak amarah. Suami yang tak tahu di untung, dan jalang tak tahu diri. Jalang murahan!
"Keretanya sudah siap?" tanya Liliane setelah menghembuskan napas menahan amarah dan mengalihkan pandangannya ke si kusir.
"Sudah, my lady," jawab kusir itu dengan sopan. Kemudian ia membukakan pintu dan mempersilahkan Lady-nya masuk.
Liliane mencengkeram pergelangan tangan putrinya. Crystaline menoleh ke belakang, menatap sendu ke arah Daddy-nya. Ia tak mau pergi, ia mau Daddy-nya. Ia mau tetap disini, bangun pagi kemudian mendapat kecupan manis dari Daddy-nya, pergi berkuda, dan minum anggur sambil mendengar cerita dari Daddy-nya.
"Daddy tidak ikut?" tanya Crystaline cemas.
"Dia lebih memilih orang lain daripada kita berdua, sayang!" ucap Liliane tajam.
Xavier menghampiri putrinya, kemudian berjongkok dan memegang kedua bahu kecil milik putrinya. "Kau bisa disini jika kau mau, sayang. Kita masih bisa berkuda, dan minum anggur setiap hari."
"Ayo, sayang. Kau akan pulang dengan Mommy ke Calzada de Calatrava. Kau akan tinggal di kastil kerajaan seperti seorang Princess. Kau bisa membeli kuda termahal dan minum anggur terenak. Akan ada perpustakaan besar untukmu, kau bisa mendengar cerita kapanpun kau mau!"
Xavier tersenyum penuh rasa sayang. "Pergilah, tapi tak akan ada Daddy lagi yang akan mengajarimu naik kuda atau membacakan cerita untukmu,"
"Mom!" Crystaline menatap ibunya dan merengek cemas. Ia tak mau orangtuanya menjadi seperti ini. Ia benar-benar tak bisa memilih salah satunya. Ia mau keduanya.
"Steward!"
"Baik, My Lady!"
Steward si kusir kuda mengangkat tubuh Crystaline dengan paksa. Crystaline memberontak mencoba meraih Daddy-nya. Tapi ia kalah kuat, Steward memasukkannya ke dalam kereta diikuti Liliane yang juga masuk.
Kereta kemudian langsung pergi dengan cepat, meninggalkan halaman luas Kediaman Theodore. Membawa pergi semua kenangan indah Liliane bersama Xavier. Liliane datang kesini penuh kebahagiaan, melupakan jati dirinya sebagai seorang Princess. Sekarang Liliane pulang menjadi seorang janda, membawa luka yang sangat perih dan amarah yang bergejolak hebat di dalam dirinya.
Sementara selama perjalanan Crystaline terus menangis dan membentak-bentak ibunya, menginginkan kembali ke Kediaman Theodore.
Liliane memejamkan matanya dan menyandarkan punggungnya. Ia tak tega mendengar tangisan putrinya, tapi amarah telah menguasai dirinya. Ia sudah telanjur pergi dari Kediaman Theodore. Ia juga telanjur mengirim surat untuk ayahnya. Tidak mungkin kembali lagi ke rumah besar si brengsek itu.
Memang mempunyai seorang wanita simpanan sudah umum dipunyai oleh para bangsawan pria, terlebih yang kaya raya. Tapi mereka begitu biasanya ketika berpergian jauh sehingga tak bisa berhubungan dengan istrinya. Mereka cuma sekadar melampiaskan hasrat kemudian menyudahinya. Tapi Xavier tidak. Liliane benar-benar sangat benci dikhianati, ia mendendam penuh pada keduanya, pada Xavier dan Ivanke.
***
"My lady, kita sudah sampai."
Liliane mengerjapkan matanya ketika ia mendengar suara Steward membangunkannya dari tidurnya yang nyaman. Liliane melongok ke luar jendela, dilihatnya ada Anne di luar kereta dan barang-barangnya. Cahaya dari luar menerobos masuk membuat mata Liliane silau.
"Cepat sekali," gumam Liliane merasa aneh. Dilihatnya ia berada di halaman kastil yang mewah dengan kolam dan patung besar di tengah-tengahnya, istana besar bercat putih berlapis beberapa emas tampak mewah. Jelas ini bukan Calzada de Calatrava.
Liliane turun dibantu oleh Steward yang memegang tangan kanannya dengan anggun. Kemudian Crystaline juga turun dibantu Steward.
"Kenapa malah ke Kastil Kerajaan London?"  Liliane membentak ketika sudah turun.
"His Majesty of The King dan His Royal Highness Axton ada di sini, my lady," jawab Steward sopan. "Beliau menyuruh saya mengantarkan Anda ke sini."
"Untuk apa meraka kesini?" gumam Liliane pada dirinya sendiri.
Sesaat kemudian, seorang pria, asisten pribadi Axton, menghampiri Liliane.
"Selamat datang, my lady. Saya senang Anda baik-baik saja,"
"Kenapa Axton dan ayahku disini, Adrew?" tanya Liliane, mengabaikan sapaan Adrew.
"His Majesty dan His Royal Highness sedang ada urusan dengan King William. King William juga sudah mengutus saya untuk mengantarkan Anda ke kamar dan berpesan agar Anda beristirahat sebentar."
"Baiklah," Liliane berjalan masuk begitu saja diikuti Crystaline di sisinya dan Adrew di belakangnya, juga ada Rosemary si pengasuh Crystaline membuntuti mereka.
"Sebelah sini, my lady. Melewati lorong yang berbelok ke kiri," tutur Adrew sopan. Liliane mengikuti arahan Adrew. Tapi pria itu masih berjalan di belakang Liliane.
Liliane tak suka dipimpin oleh orang dengan kasta yang lebih rendah. Bukan karna ia seorang bangsawan yang sombong. Ia hanya ingin menerapkan apa yang keluarga kerajaan ajarkan padanya selama ini.
Begitu sampai di kamar, ternyata Axton sudah menunggu di sana. Liliane langsung menghambur memeluk kakak tersayangnya, yang sudah ia rindukan selama ini.
"Kau benar, aku tidak seharusnya menikah dengannya!" isak Liliane. Ia meraung sedih.
Axton membelai lembut kepala Liliane. "Semuanya sudah terjadi, Lily. Aku kemari untuk ini,"
Liliane melepas pelukannya. "Kenapa kau dan ayah sampai harus susah payah turun tangan? Seharusnya kau mengirim surat saja,"
"Kami berdua juga harus membicarakan sesuatu yang penting sekali dengan King William," Axton tersenyum. "Kau perlu berendam air hangat untuk menenangkan pikiranmu."
Liliane mengangguk.
"Anne," panggil Axton.
"Baik, your highness," jawab Anne sopan. Kemudian ia berlalu ke kamar mandi menyiapkan segala keperluan Lady-nya.
"Sudah ada pelayan-pelayan lain di dalam. Kau tidak mau aku ikut ke kamar mandi bersamamu, kan?" Axton mengedip nakal.
Liliane meninju lemah perut Axton. Ternyata kakaknya masih sama seperti dulu. Mungkin hanya kakaknya dan ayahnya, pria setia yang tulus mencintainya.
"Oh ya, Axton!"
"Ya?"
"Pernikahanmu dengan Adeline?"
"Lupakan saja. Menikah atau tidak, semuanya tidak ada artinya untukku. Aku tidak menyukai mereka semua yang pernah nyaris dijodohkan denganku!" Axton tersenyum lagi. "Pikirkan dirimu sendiri,"
Axton keluar dari kamar, meninggalkan Liliane yang tersenyum getir. Kakaknya bahkan berpikiran sama. Bersikap seolah semua wanita sama saja dan tidak ada artinya. Pernikahan yang didasarkan status belaka nyatanya merubah pandangan seorang pria pada wanita. Para pria rupanya menjadi menganggap semua wanita hanya sebagai pendamping semata. Sementara seorang wanita sangat diharuskan terbiasa dengan wanita-wanita simpanan.
Kehidupan bangsawan macam apa ini. Diluar sana, mungkin ada anak-anak kecil yang tidak beruntung. Mereka bermimpi menjadi seorang Royal Princess, memakai gaun, mahkota, punya banyak pelayanan, kamar bagus, gaun indah, perhiasan, kemudian menikah dengan Prince. Nyatanya, Liliane sendiri bermimpi ingin jadi gadis biasa yang lahir di pedesaan. Lingkungan pedesaan yang damai, tak ada yang bergosip, semuanya hidup dalam satu kesatuan yang utuh. Menjadi perempuan biasa, memasak sendiri, membersihkan rumah dan merawat anak-anaknya, kemudian menyambut suaminya pulang. Dan para suami akan mencintai istrinya saja, tak pernah berkeinginan mencari simpanan. Jangankan simpanan, pria desa menghidupi anak dan istrinya saja sangat kesusahan. Kehidupan seperti itu pasti sangat damai.
"Mommy?"
Panggilan Crystaline membuyarkan lamunannya. Ia baru sadar putrinya yang masih berusia delapan tahun ternyata masih disini bersamanya.
"Kau baik-baik saja?"
"Ya, sayang. Kita akan berendam bersama,"
Crystaline menggeleng kuat. "Kau sudah janji akan ada kuda mahal jika sudah sampai di istana!"
"Kastil di Calzada de Calatrava, sayang. Bukan di London."
"Aku tidak ingin mandi sekarang, Mom. Aku ingin melihat perpustakaan yang kau janjikan,"
Liliane tertawa. "Baiklah, sayang. Pergilah bersama Rosemary."
Rosemary adalah wanita berusia 30an tahun. Dia adalah pengasuh pribadi Crystaline sejak kecil. Ia mengikuti kemanapun Crystaline pergi dan tak pernah meninggalkannya.
Rosemary yang berdiri di belakang Crystaline mengangguk patuh. "Baik, my lady."
Crystaline melonjak senang, dan tanpa menunggu lagi ia melesat keluar. Sementara ibunya pergi ke kamar mandi ditemani Anne.
***
"My Lady, perpustakaannya ada di sini," seru Rosemary bingung ketika melihat Lady kecilnya malah tetap berlari menjauh dari perpustakaan.
Crystaline tidak peduli dengan perpustakaan. Ia tidak benar-benar suka membaca, ia hanya suka dibacakan cerita oleh Daddy tercintanya. Buku sebanyak apapun tak ada artinya tanpa Daddy-nya. Maka inilah rencananya, ia berlari menuju halaman kastil. Berniat menghampiri Steward yang mungkin masih ada di luar. Kalau bersama Steward, ia akan lolos dari penjagaan ketat di kastil.
"Steward!" teriak Crystaline ketika melihat kereta Steward bergerak menjauhi halaman luas kastil kerajaan.
"Steward, aku butuh bantuanmu!"
"Maafkan saya, my lady. Saya tidak bisa, tugas saja sudah selesai," jawab Steward sopan, tanpa turun dari kereta. Toh, tidak ada yang menyoroti mereka. Steward tidak merasa harus seformal itu dengan Lady kecilnya.
"Aku memberimu tugas baru!"
"Maafkan saya, my lady!" ucap Steward sopan kemudian menjalankan keretanya pergi.
Crystaline mendengus sebal. Ia memicingkan matanya, kemudian berlari secepat kuda. Dengan gesit memanjat naik ke bagian belakang Kereta.
Steward sangat kaget dan langsung menghentikan keretanya. Di belakang sana, Rosemary berteriak-teriak cemas memanggil Lady-nya.
Steward turun dari kudanya, ia berjalan ke bagian belakang keretanya, mencoba menghentikan ulah Lady kecilnya. "My lady saya mohon jangan lakukan ini. Saya tidak ingin melanggar apa yang His Royal Highness Axton perintahkan pada saya,"
Crystaline turun dari kereta dengan kesal. "Kalau begitu aku juga memerintahkanmu untuk—"
"Saya mengerti Anda ingin melarikan diri," sanggah Steward.
"Berani sekali kau memotong perkataan seorang Lady!" hardik Crystaline kesal.
"Butuh bantuan, My Lady?
Perhatian Crystaline teralihkan begitu saja setelah mendengar suara yang tiba-tiba tersebut. Dan betapa kagetnya, kegika ia menoleh mendapati seorang pria tampan sedang berdiri tak jauh darinya.
"DADDY!"

Komento sa Aklat (14)

  • avatar
    Elda Angelina Sa'bi

    okee

    07/02/2023

      0
  • avatar
    AmeliaHilda

    krenn

    08/11/2022

      0
  • avatar
    Nana Az

    ujj

    22/10/2022

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata