logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Bab 8 (Kondangan)

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
Pppppppllllllllaaaaaaakkkkk
Ibu pun menamparku dengan kerasnya. Membuat pipi ini pedih juga panas akan tamparan Ibu ini.
"Dadi bocah kok meng ngisin ngisinke wong tua wae" (Jadi anak kok cuman malu maluin orang tua saja) ujar Ibu dengan amarah yang berapi rapi.
Sudah aku duga, pasti bakal aku yang terpojokkan dan aku yang di salahkan. Padahal aku tidak pernah membuat mereka malu. Atas apa yang di tuduhkan Mbak Dina kepadaku.
"Wes pirang sasi haaa" (Sudah berapa bulan haaa) tanya Ibu lagi. Aku sangat benar benar tidak tahu akan menjawab bagaimana.
"Buk, enyong ora .... " (Buk, aku tidak .... ) jawabku belum selesai sudah main di potong oleh Kak Dina.
"Wes sesasi to Dit" (Sudah satu bulan kan Dit) cerocos Mbak Dina membuat ku geram saja.
Ppppppllllllaaakkk ppplllaaakkk pppplllllaaaaakkkkk
Tamparan bertubi tubi dari Ibu. Membuat aku merintikkan air mata. Ternyata lebih sakit di tuduh ke timbang di tampar ini. Air mataku semakin mengucur dengan derasnya. Juga sangat sakit tuduhan di tambah akan tamparan Ibuku ini.
"Wes, koe kudu nikah. Meh di kekke ngendi raine wong tuamu iki Dit" (Sudah, kamu harus nikah. Mau di taruh di mana mukanya orang tuamu ini Dit) ucap Ibu nampak sangat kecewa padaku.
"Buk ... " panggilku. Tapi Ibu malah mengacuhkan diriku juga langsung meninggalkanku. Terlihan Mbak Dina tersenyum dengan kemenangannya.
Pagi harinya pun di lakukan pernikahanku dengan Mas Gibran. Ya, aku terpaksa dengan pernikahan ini. Tampak sekali saat pernikahan ini Mas Gibran juga terpaksa menikahiku.
Ayah dan Ibu pun nampak acuh kepadaku. Aku hanya pura pura tegar di hadapan mereka semua. Padahal di dalam hatiku sangat rapuh sekali. Setelah pernikahan kami berjalan dengan lancar walau hanya dengan mahar seperangkat alat sholat. Tapi di dalam hatiku aku sudah berjanji akan mencintai suamiku dengan perlahan lahan.
๐ŸŒนFlas back off๐ŸŒน
"Woy, nek kerjo ki ra lelet,to Dit" (Woy, kalau kerja jangan lambat, ya Dit) ujar Mbak Dina yang membuyarkan lamunanku di masa yang sangat menyakitkan.
"Neng hewangi ngopo" (Makanya bantuin ngapa) ujarku dengan ketus.
"Geleman" (Nggak Mau) jawabnya malah dengan pergi meninggalkan dapur ini.
Tak apa, aku juga bisa sendiri. Gegas aku pun dengan cekatan menyelesaikan semuanya. Akhirnya semuanya telah siap. Nampak Ibu, Ayah juga Mbak Dina mendekat ke meja makan.
"Kayane enak ki jangane" (Kayaknya enak nih makananya) ujar Ayah.
"Yo, jelas lah. Wong menantumu Dina sek masak" (Ya, jelas lah. Orang menantumu Dina yang masak)
Dddddddddeeeeeeeegggggggg
Perkataan Ibu membuat aku makin sakit hati. Kenapa Ibu bilang ke Ayah jika yang masak Mbak Dina. Padahal dia saja baru datang ke dapur ini. Nampak sekali jika Mbak Dina tersenyum dengan penuh kemenangan.
"Yo wis ayo ndang di maem, ndak selak anyes mengko" (Ya sudah, ayo cepat di makan, keburu dingin nanti) ujar Ayah lagi.
Lalu terlihat dengan sigapnya Mbak Dina juga anaknya Dino langsung duduk. Karna kursi cuma ada 4 dan pas hanya untuk mereka semua. Aku pun melangkahkan kakiku ke kamar. Inginku menyiapkan makan untuk suamiku pasti dia juga belum makan. Tapi apalah dayaku, pasti di kira aku ini yang malas malasan.
Saat aku pergi meninggalkan mereka semua tak ada satupun yang memanggilku untuk makan bersama. Malah mereka bercanda tawa tanpa mempedulikan diriku. Terlihat suamiku sedang bercanda tawa dengan Maul.
"Wes rampungan Dek" (Sudah selesai Dek) ujar Suamiku.
"Pun Mas" (Sudah Mas) jawabku dengan tersenyum.
"Emb, Mas wes maem" (Emb, Mas sudah makan) tanyaku, pasti aku yakin suamiku belum makan.
"Wes Dek" (Sudah Dek) jawabnya, membuat aku merasa tak yakin jika suamiku sudah makan.
"Yo, wes. Mas tak reng Pak RT. Mugo wae mengko iso gowo bali beras" (Ya,sudah. Mas Mau ke Pak RT. Semoga saja nanti bisa bawa pulang beras) ujarnya membuat aku merintikkan air mata.
"Nggeh Mas. Sengati ngati" (Ya Mas. Yang hati hati) jawabku sambil mencium punggung tangannya dengan takzim. Sebagai baktiku kepada suamiku.
Suamiku pun pergi dari kamar ini. Meninggalkan ku dengan Maul. Semoga saja apa yang di harapkan suamiku lekas terwujud. Aku ingin memandikan Maul terlebih dahulu. Saat ingin mengendong Maul, Ibu pun memanggilku.
"Dit ... Dita ..."
"Enggeh Bu, pripun ?" (Iya Bu, bagaimana ?) jawabku dengan menghampirinya.
"Ndang siap siap gelek kondangan nang Pak Dhemu" (Cepat siap siap mau kondangan di Pak Dhemu) ujar Ibu, kenapa Ibu bilangnya mendadak banget kepadaku. Padahal aku hanya pegang uang 50 ribu saat ini.
"Anu ... "
"Ra usah anu anuan. Ndang cepet selak udhan mengko" (Nggak usah anu anuan. Cepat nanti keburu hujan) ujar Ibu, terpaksa aku pun menggunakan uang 50 ribu untuk aku nyumbang ke Pak Dhe. Ya, kalau tradisi di sini mau kondangan mau sinoman pasti ngasih amplop.
Setelah semuanya siap. Karna memang aku nggak punya baju bagus. Jadinya aku makai baju lebaran tahun kemarin. Anakku tak lupa juga aku ajak.
Terlihat Ibu juga Mbak Dina memakai baju yang mahal pasti. Karna sangat wah sekali menurutku. Juga gelang yang banyak serta kalung yang sangat mencolok sekali.
"Po ra ono klambi sek apik po Dit, klambimu kui persis kaya babu ngerti ra" (Apa nggak ada baju yang bagus Dit, bajumu itu persis kaya pembantu tau nggak)
Ddddddddeeeeeeeeggggggggg
Ucapan Mbak Dina sangat nylekit sekali. Kadang aku hanya bisa mengelus dada saja. Aku juga tidak pernah meminta kepada suamiku yang aneh aneh. Buat beli makan saja aku sudah sangat bersyukur sekali.
"Wes ndang cepat mlebu montor" (Sudah cepat masuk mobil) ujar Ibu.
"Eee ee ee, Koe mburi Dit" (Eee eee eee, kamu belakang Dit) ucap Mbak Dina. Ya aku tau pasti mereka tak ingin dekat denganku karna aku tak sebanding dengan mereka.
Mobil pun akhirnya berjalan juga, 15 menit kemudian akhirnya kami pun sampai di rumah Pak Dhe. Rumah yang sangat besar juga mewah tentunya.
Ya, semua keluarga besarku dari kalagan orang berada, hanya aku lah yang mendapatkan suami orang miskin. Aku paling minder jika di ajak begini. Apa lagi berkumpul dengan orang orang yang kaya raya.
Kami semua pun turun dari mobil. Terlihat Pak Dhe menghampiri kami. Setelah mengobrol ringan, lalu Pak dhe pun menanyakan diriku.
"Kui Sopo sih aku pangling kokan" (Itu siapa sih, aku lupa siapa) ujar Pak Dhe yang dengan menunjukku.
Betapa kagetnya aku saat Ibu bilang jika aku ini ....
๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน
Next ?

Komento sa Aklat (93)

  • avatar
    RasyaRasya

    bagus

    08/07

    ย ย 0
  • avatar
    RiAnd

    sangat bagus ak suka itu aku akan kasih bintang โญโญโญโญโญ5

    27/06

    ย ย 0
  • avatar
    Jenn Naa

    bagus

    15/06

    ย ย 0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata