logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Warmheart

Warmheart

Novia Malviani


SMA Alundra

SMA Alundra,
Matahari mulai terbit di ufuk timur sana. Pantulan cahaya mulai bertabrakan. Bayangan terlihat samar akibat sang mentari tertutup oleh awan suci. Langit tersenyum berwarna biru menyerupai air laut yang bergelombang.
Derap kaki melangkah ke sana - ke mari berlarian sesuai dengan suasana hati. Siswa dan siswi yang memakai seragam serupa berlalu-lalang di sekitaran lapangan dan koridor.
Bunyi nyaring yang berpadu terdengar sangat ricuh dan meresahkan. Sebuah kelas yang sangat terkenal selalu menjadi juara pertama dalam kebisingan.
"Alcasta!" teriak menggema menggemparkan seantero Alundra. Itu adalah sebuah kebiasaan setiap siswi yang menjadi korban kejahilan salah satu siswa kelas XI IPA 2, Diago Alcasta.
- WARMHEART -
Tet ... tet ... tet ...
Bel SMA Alundra menggema di setiap penjuru sekolah. Semua murid berlarian memasuki kelasnya masing-masing. Tetapi, ada juga yang berjalan santai. Bahkan, ada yang tetap diam di tempat menunggu sang ketua kelas menjemputnya.
Suasana semakin ricuh saat semua murid berada di dalam satu ruangan. Berteriak, berlarian dan bernyanyi.
Seorang siswa berseragam urakan merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah batang tembakau. Ia mengepulkan asap ke sembarang arah di ruangan tertutup ini.
"Alcasta! Lo kalau mau nge-rokok di rooftop aja deh!" protes siswi lain yang merasa terganggu dengan asap bau itu.
"Tinggal matiin AC-nya, buka pintunya, selesai. Ngotak dikit, lah!" kata siswa yang bernama Diago Alcasta.
"Tuhan menciptakan organ tubuh untuk digunakan. Bukan dijadikan pajangan. Kalau gak terpakai mungkin otak lo bisa disumbangkan," sahut siswi yang lain tanpa melihat keberadaan Alcasta. Dia Prisca Birgitta.
"Nyindir gue, lo?" tanya Alcasta tidak terima.
"Nggak berniat menyindir. Kalau lo merasa, artinya gue tepat sasaran."
Alcasta menggertakan rahangnya. Ia melempar bungkus rokok ke sembarang arah sehingga mengenai siswi lainnya.
Suara pintu berdenyit pertanda dibuka oleh seseorang. Hal itu tidak membuat keributan ini diam sejenak barang sedetikpun. Mereka menghiraukan dan tetap dalam kesibukannya.
"Selamat pagi!" sapa sang guru setelah memasuki kelas unggulan ini, XI IPA 2.
Mereka menoleh dan langsung menempati tempat duduk masing-masing, "pagi, bu!" jawab mereka dengan serempak.
"Selamat datang kembali di sekolah tercinta kita, SMA Alundra. Semoga liburan selama 1 bulan kemarin membuat kalian refresh, ya!" ucap sang guru.
"Kurang, bu!"
"Kurang lama!"
"Harusnya 2 bulan, bu!"
"1 tahun!"
Sahut mereka berkicau membuat telinga terasa berdengung.
"Perkenalkan, ibu wali kelas kalian. Panggil saja bu Griya," ujar sang guru yang bernama bu Griya. Tidak ada tampang galak atau pun jutek. Sepertinya kepala sekolah salah memilih wali kelas untuk kelas unggulan ini.
"Hai, bu Griya!"
"Ibu masi muda, ya?"
"Sudah nikah belum, bu?"
"Panggil tante Griya boleh, gak?"
"Nomor whatsappnya berapa, teh?"
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Alcasta dan para sahabatnya, Edgar, Bryan dan Arthur. Murid lainnya hanya tertawa, sedangkan bu Griya selaku guru merasa sangat tidak dihargai. Namun, ia menghadapi itu dengan senyuman.
"Baik, kita langsung saja membuat struktur organisasi. Kalian langsung saja menulis nama yang akan kalian pilih di kertas beserta jabatannya. Sekarang!" lalu bu Griya menduduki kursi guru yang terletak di dekat pintu.
10 menit kemudian ...
Gulungan kertas sudah berada di meja guru. Bu Griya memerintah dua murid untuk maju ke depan, "kamu baca nama yang ada di kertas dan kamu tulis di papan tulis, ya!"
"Alca pasti menang!" ucapnya dengan kepercayaan diri yang tinggi.
Satu menit kemudian raut wajahnya muram. Ternyata yang memilih dirinya menjabat ketua kelas hanya 1 orang saja. Dan itu pun dirinya sendiri yang memilih.
Plak!
Alcasta memukul ketiga temannya secara bersamaan, "lo gak milih gue?"
"Sorry, Al. Kali ini gue berkhianat. Gue harus memajukan diri gue," ucap Edgar penuh dramatis.
"Setuju. Gue harus membuat mamih papih gue bangga. Gue gak sabar mengumumkan di masjid perumahan gue bahwa seorang Bryan menjabat ketua kelas," ucap Bryan tak kalah dramatis.
Arthur hanya tertawa menonton komedi gratis yang selalu ia saksikan setiap detiknya, "kertas gue kosong. Bingung pilih siapa, gak ada yang waras di sini."
Alcasta hanya mendelik sembari mendesis. Pikirnya, tega sekali sahabatnya berkhianat. Ia kembali fokus pada papan tulis yang hampir penuh dengan tulisan, "Prisca?" tatapan matanya langsung tertuju kepada sang gadis yang duduk paling depan letaknya di pojokkan.
"Manekin?" serunya membuat ketiga sahabatnya penasaran dan ikutan mengamati papan tulis.
"Baik. Atas pilihan kalian ibu putuskan yang akan menjadi ketua kelas adalah Prisca. Yang menjadi sekretaris adalah Marva. Yang menjadi bendahara adalah Aletha dan sesi keamanan adalah Mauren. Keputusan ini sudah sah, ya!"
"Kayak gitu dijadiin ketua kelas. Diam mulu kayak patung, bu! bisa-bisa satu kelas ketularan jadi patung!" protes Alcasta tidak terima sembari sesekali melirik Prisca.
"Ya bagus. Dari pada ketua kelasnya kamu. Satu kelas bisa nakal semua," ucap bu Griya mengundang gelak tawa seisi kelas.
"Untuk Prisca, ibu pasrahkan tanggung jawab kelas ini sama kamu. Semoga kamu amanah menjadi ketua kelas," ucap bu Griya. "Sekarang, buka buku fisika halaman 10.
SELESAI mata pelajaran bel kembali dibunyikan pertanda memasuki jam istirahat. Para murid mengemas alat tulisnya lalu berjalan menuju tempat yang sangat mereka rindukan, kantin.
"Alca!" teriak nyaring seorang gadis mungil yang kerap disapa Zara.
"Oper ke gue, Al!" teriak Edghar sembari mengangkat kedua tangannya siap menerima lemparan tas berwarna cokelat.
"Edghar, sini!" Zara berlari ke sana - ke mari mengikuti arah tasnya yang dilempar oleh Bastard the gang.
Embun hangat mengaburkan pandangan Zara. Sesekali ia menghapus cairan luka itu menggunakan punggung tangannya.
Ia selalu menjadi korban bully Bastard. Ia tidak mempunyai teman untuk membelanya. Terkadang mentalnya benar-benar terancam. Tetapi, ia selalu ingat bahwa ia adalah satu-satunya harapan keluarga. Itulah motivasi semangat hidupnya.
Alcasta menangkap tas Zara dari tangan Bryan, "kasian cewek gue," ucapnya lalu merangkul Zara berjalan dan menyimpan tas milik Zara.
Zara hanya kebingungan karena sikap Alcasta yang tiba-tiba berubah bahkan tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Edghar dan Bryan saling bertatap heran. Sedangkan sang pelaku hanya memberikan senyuman tanpa beban.
"Maaf, ya, Zara. Gue suka isengin lo. Tadi terakhir, kok. Gue mau nebus kesalahan gue selama 2 tahun ini dengan cara ajak lo makan di kantin. Gimana?" ujarnya seraya menatap Zara begitu dekat yang ada di sampingnya.
"Al, l-lo gapapa?" tanya Bryan ragu.
Alcasta antusias menoleh, "oh. I'm okay. I'm fine and i'm very very no problem." Lalu Alcasta kembali melontarkan senyuman yang paling manisnya kepada Zara.
Bagaimana pun Zara adalah manusia normal dengan iris mata yang berguna dan jantung yang sehat. Berada sedekat ini dengan cowok yang dinobatkan terganteng sejagat raya membuat dirinya tidak karuan.
"Gue peka, kok. Diam tandanya setuju, kan?" lalu Alcasta menoleh ke arah Bryan dan Edghar, "ayok, makan! Gue traktir."
Seketika perasaan bingung dan heran menghilang begitu saja saat mendengar kesempatan emas berada di depan mata.

Komento sa Aklat (1012)

  • avatar
    Robi Borent'z Namsembilan

    sip

    1d

      0
  • avatar
    Seliivanka

    bgs alur ceritanya

    5d

      0
  • avatar
    WicaksonoAkbar

    aku suka banget sama novelah aku sangat senang dengan novelah aku terkadang juga sukai juga Sukaesih film dan juga aku suka yang bagus yang bagus terima kasih ya play store play store aku sungguh kagum dengan novel hari ini aku cinta novel dan terkadang aku aku juga terkadang membaca di novel itu sangat seru sekali saya juga bukan sekali sama novira siapa Novi

    8d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata