logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Awal Kehancuran Bagas

Mas Bagas menoleh kebelakang dengan wajah berbinar. Mungkin dia kira, Papa akan berubah pikiran.
"Jangan lupa, uang 1,5 M harus sampai kantor 3 hari dari sekarang!"
Wajah yang tadinya sempat berbinar, redup kembali, dia melangkahkan kakinya pergi dari kantor ini.
Tunggu saja Mas, ini baru permulaan.
******
Tok tok tok....
Hari mulai petang, saat terdengar suara ketukan di pintu depan yang sudah terkunci.
Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki melewati depan kamarku, itu pasti Bi Ijah.
Setelah kejadian kemarin di kantor, aku segera mencari ART untuk menemaniku di rumah ini.
Bi Ijah, wanita yang berusia sekitar 40 tahunan, kerjanya sangat cekatan, bersih, dan masakannya pun lezat.
Akupun sudah menceritakan masalah rumah tanggaku kepadanya.
Tok tok
Aku buka pintu kamarku.
"Bu, di depan ada laki-laki mencari Ibu. Sepertinya itu Bapak bu, mirip orang yang ada di foto itu." Sambil menunjukan foto ku dan Mas Bagas di ruang keluarga.
"Terima kasih Bi."
Aku langsung berlalu menuju ruang tamu, dan terkejut ketika dia ternyata sedang melangkah memasuki rumah ini.
"Stop... Tunggu... Kalau jadi tamu itu yang sopan Mas, tunggu di ruang tamu, jangan masuk tanpa izin pemilik rumah."
Kulihat matanya melot*t, rahangnya mengeras tanda menahan amarah.
"Ini juga rumahku, Sin. Kamu jangan sembarangan, Kamu itu masih istriku.!!!" bentaknya percaya diri.
"Aku sudah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan, dan ingat, rumah ini di beli atas namaku." jawabku santai sambil menggiringnya menuju ruang tamu.
"Aku tidak akan menceraikan kamu sampai kapanpun, dengar itu Sinta !!!"
"Siapa yang sudi hidup dengan lelaki penghi*n*t seperti kamu Mas?" aku mendecih.
"Menj*jikkan... Apakah aku harus berbagi peliharaanmu yang kecil itu dengan pel*c*r macam dia Hah??? bahkan melihat wajahmu saja aku mual." Emosiku meluap.
"Jaga bicaramu Sinta !!! Dia itu bukan pel*c*ur...." Seru nya tak terima.
"Lalu ungkapan apa yang pantas untuk wanita perebut suami orang Mas, apakah ustadzah?" Kutatap manik matanya, dia memalingkan wajah.
"Dia juga istriku Sin." jawabnya lirih.
"Ish... Sudah terang-terangan sekali kamu sekarang, berani-beraninya membela dia di depanku. Memang cocoknya penghianat ya sama pel*k*r." aku mencebik.
Sungguh malas sekali aku meladeninya.
"Cobalah terima dia sebagai adik madumu, Sin. Mas yakin kalian bisa hidup berdampingan." Pintanya memohon.
"Hidup berdampingan katamu??? Suruh saja istrimu itu berdampingan sama mony*t tetangga sebelah tuh." Ku tunjuk rumah tetangga yang memang memelihara monyet.
"Aarghh.." Dia terlihat sangat frustasi.
Mengacak rambutnya yang sama sekali tidak klimis.
"Silahkan kamu angkat kaki dari rumahku Mas. Oh ya, Jangan lupa bawa barang-barangmu enyah dari sini ."
"Bi ijahhh. " Aku sampai teriak memanggil Bi Ijah . Yang ku panggil lari tergopoh-gopoh dari arah dapur.
"Ya Bu."
"Tolong koper dan kardus-kardus yang di samping kamar saya, bawa sini Bi, biar di bawa pulang sama dia."
Bi Ijah dengan cekatan menarik dua koper dan meletakkannya di samping sofa, serta satu kardus kecil berisikan berkas-berkas yang sebenarnya sudah tidak ada gunanya lagi, dia kan sudah tidak bekerja saat ini.
"Terima kasih bi."
"Sama-sama bu"
"Tunggu Sin, tolong beri Mas kesempatan. Mas janji akan adil pada kalian berdua, dan tolong, jangan pecat Mas dari kantor. Lagian sejak kapan Papa jadi pemilik perusahaan itu Sin, dan kamu, kenapa kamu tidak mengatakannya dari dulu? gimana kalau Mas aja yang nggantiin posisi kamu jadi direktur utama? kamu santai-santai saja dirumah ?"
Ishh . Benar-benar tidak punya malu ini orang.
"Ya ampun mas. Orang baru jadi manager aja kamu udah menggelapkan uang 1,5 M, gimana kalau kamu tau itu perusahaan Papaku? bisa-bisa langsung bangkrut tuh kantor. hahaha... Dan lagi Mas, jangan pernah bermimpi deh mau menduduki posisiku jadi dirut. Aduh Mas, lihat muka kamu aja aku ogah, mana mungkin aku rela kamu mengambil jabatanku sekarang."
Aku mengambil ponsel di saku, masuk aplikasi dan memesan sesuatu.
"Sudah Mas, segera angkat kaki dari sini, aku muak lihat muka kamu."
Dia beranjak dari tempatnya berdiri.
"Eh. Tunggu Mas."
Aku mendekat kearahnya, kulihat bibirnya menyunggingkan senyum sambil menyodorkan koper di tangannya.
"Kamu pasti berubah pikiran kan, kamu mau memaafkan aku dan menerima Sari kan Sin?
"Ih. PD kamu. Kunci mobil Mas, siniin."
"Itu kan mobil mas yang beli Sin"
"Ya ampun Mas, kamu makin parah pikunnya ya. Itu mobil, rumah ini dan sebagian tanah kan kamu beli atas nama aku Mas, jadi kamu nggak ada hak. Oh ya, aku lupa memberitahumu, kalau tanah yang tadinya Atas nama kamu, sekarang sudah aku balik nama menjadi milikku. Jadi silahkan keluar dari hidupku tanpa membawa barang berharga apapun."
"Apa-apaan kamu Sinta, sejak kapan kamu mengubah hak milik tanah itu jadi milikmu, hah? aku bahkan tidak pernah menandatangani apapun darimu."
Aku tersenyum mengejek.
"Memang bukan aku yang melakukannya Mas, tapi Bosmu bisa meminta tanda tanganmu kan?" Hahaha.
"Kurang aj*r kamu . Berani-beraninya kamu mengambil semua hartaku." Tangan kekarnya hampir melayang mengenai wajahku, ketika terdengar orang berdehem dari arah dalam.
Seketika kami menoleh kearah suara, ternyata Bi Ijah sedang berdiri sambil memegang ponselnya.
Aku tertawa dalam hati, ternyata cerdik juga Bi Ijah.
Mas Bagas terlihat kacau sekali.
"Sudah-sudah, sana angkat kakimu dari sini, tuh udah aku pesankan taxi online buat kamu pulang, tapi bayar sendiri... Hahaha... Salah siapa selingkuh."
Aku masuk kekamarku masih dengan tertawa.
Apakah kalian kira tidak sakit? sungguh, hatiku sangat sakit sebenarnya. Tapi aku tidak boleh jadi wanita lemah, aku yakin, masih banyak orang yang menyayangiku dengan tulus.
Akupun harus membuktikan pada calon mantan ibu mertuaku yang ternyata sombongnya luar biasa itu, bahwa aku bisa hidup lebih bahagia tanpa anaknya yang penghianat.
Aku juga harus membuat Mas Bagas hancur sehancur-hancurnya, karena dia berani menyakiti dan menghianatiku.
Tunggu kejutan selanjutnya Mas. Gumamku dalam hati.
*****
Hari ini, aku mulai aktif masuk ke kantor, tentunya di antar oleh Pak Agung, supirku sekarang.
Saat aku sedang memeriksa beberapa berkas, terdengar pintu di ketuk.
"Masuk" seruku menjawab ketukan itu.
Terdengar suara langkah sepatu memasuki ruanganku.
Tubuhku menegang sesaat, ketika tau siapa yang masuk. Pak Arif.
Di susul dengan masuknya Papa.
Ada apa ini, kenapa tiba-tiba dua orang ini masuk keruanganku? apa ada yang penting?
****
Papa dan Pak Arif kini sudah ada di ruanganku.
Ternyata mereka mau membicarakan tentang Mas Bagas yang katanya sudah mengembalikan uang perusahaan. Syukurlah kalau gitu.
Katanya dia menjual rumah seisinya yang dia beli dengan uang yang dia korupsi.
Mau jual rumah kek, jual apa kek, aku tidak peduli.
ethh... tunggu dulu, kulihat-lihat sekarang Pak Arif sudah lebih hangat deh, nggak kaya kulkas lagi. Apa cuma perasaanku doang ya.
Dia juga lebih sering tersenyum padaku, senyum yang menurutku, berbeda.
Tapi terserah ah. Aku juga harus segera mengurus perceraianku.
****
Minggu depan sidang perceraianku dengan Mas Bagas.
Setelah melewati mediasi yang tidak di datanginya, maka sampailah kami pada tahap ini.
Sebenarnya aku muak, setiap pulang kerja, harus melihat wajahnya di teras rumahku, dan yang di bahas juga hanya itu-itu saja.
'Jangan bercerai'
Ah. Ot*knya mungkin sudah error karena sudah tidak punya harta apa-apa.
Tapi sore ini aku punya ide.
Saat dia sudah duduk santai di depan rumah, aku turun dari mobil dengan sedikit senyum, membuatnya langsung berdiri menyambut kedatanganku. Mungkin yang ada di benaknya adalah, aku berubah pikiran.
"Kamu ikut aku ya Mas.
"M.. Ma.. Mau kemana Sin? Apa kamu sudah berubah pikiran, apa kita akan mencabut gugatan kamu Sin. Ayok..." tangannya meraih tanganku hendak menggandengnya, namun segera aku menepis.
"Kamu duduk belakang Mas." tunjukku padanya.
Dan aku memilih duduk di samping Pak Agung.
"Kamu sini dong Sin, masa suami istri duduk sendiri-sendiri sih, kamu malah duduk di samping pak supir yang sedang bekerja. (ups. Pak kusir itu mah. hihihi)"
"Ogah banget deket-deket kamu."
Dia pun terdiam. Mungkin malu pada pak Agung.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, sampailah kami di tempat tujuan .
"Lho..lho... Sin, kenapa kita ke rumah sakit? Siapa yang sakit Sin?"

Komento sa Aklat (238)

  • avatar
    Dhe Rumengan

    ceritanya bagus moga aja endingnya juga ..paling tidak ada pesan moral yg terkandung didalam ceritanya yg bermanfaat bagi pembaca..semangat ya thor..

    09/01/2022

      0
  • avatar
    NainggolanTiara

    bagus

    8d

      0
  • avatar
    OdikShodiq

    okey

    10d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata