logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

Sandra

Sesampainya di toko kue yang dituju, Gyan menghampiri pegawai wanita yang menjaga di depan kasir. Dia mengatakan apa tujuan datang ke sana, dan pegawai itu pun langsung paham. Gyan diminta untuk duduk di kursi yang memang tersedia bagi para pembeli yang mau menikmati kue di sana. Sudah seperti kafe, dapat diakui tempatnya sangat cozy.
Baru beberapa menit Gyan duduk, pegawai wanita yang tadi pergi ke belakang, dia menghampiri dengan tergesa. "Maaf, Pak. Bisa ditunggu dulu sebentar? Kebetulan owner kami sedang berada di luar. Kami sedang berusaha untuk mengomunikasikannya dengan beliau."
"Hm ...." Gyan terdiam sebentar, melihat dulu jam yang dia pakai, langsung tertegun seketika. Dia melirik pegawai toko tadi, bingung. Ia disuruh menunggu, sedangkan sekarang sudah waktunya untuk menjemput Qira di sekolah.
"Gimana, Pak?"
"Sebentar, ya, Mbak." Gyan mengambil ponsel, mengirimi pesan pada sekretarisnya untuk meminta bantuan menjemput Qira. Anaknya pasti sudah menunggu saat ini. Dan untung saja, Sandra membalas cepat pesannya, mau membantu, sehingga Gyan bisa memprioritaskan dulu titahan dari ibunya.
"Saya tunggu kalau gitu," ucapnya pada pegawai toko. Mungkin memang lebih baik menunggu owner Kaneish Torta, biar Sandra mengambil alih jemputan ke sekolah. Itu lebih efektif supaya dua tugasnya bisa teratasi. Dan tinggal menunggu owner toko datang, mengambil pesanan bu Mayang, lalu pulang.
Gyan menunggu sudah setengah jam lebih, tapi yang ditunggu tidak juga memunculkan dirinya. Dia memanggil pegawai yang tadi sempat kembali bergelut di balik etalase besar berisi berbagai menu kue, melayani para pelanggan. Pegawai itu menghampirinya, mencoba menghubungi manager toko dan katanya, ternyata owner toko tersebut tidak bisa datang ke sana sekarang.
Merasa dibodohi dengan membuang waktunya yang berharga, Gyan langsung menghubungi ibunya mengatakan hal yang dialami saat ini. Ibunya meminta untuk bicara dengan pegawai toko, Gyan tidak tahu apa yang mereka bicarakan lewat teleponnya. Dia hanya diam dan malah disuruh menunggu lagi oleh pegawai tadi.
Selalu menunggu dan semakin banyak membuang waktu. Akhirnya pegawai tadi kembali dengan dua pegawai lain berada di belakangnya membawa beberapa kotak besar. Mereka menghampirinya.
"Pesanan atas bu Mayang, kami diminta untuk menyerahkannya kepada Bapak. Bu Mayang sudah membayar semuanya melalui wallet dan manager kami mengizinkan untuk pesanan ini bisa diambil sekarang, Pak," jelas pegawai wanita tadi.
Gyan hanya mengangguk, berterima kasih dan meminta bantuan untuk memasukkan semua kotak berisi berbagai kue itu ke dalam mobilnya. Setelah ini dia harus repot mengantarkannya ke rumah Mayang. Sungguh hari yang melelahkan!
***
"Makasih, ya, Gi." Mayang tersenyum senang, mengambil alih semua kotak yang Gyan sodorkan padanya. "Qira siapa yang jemput? Hari ini dia sekolah, kan? Terus dia gimana, kalau kamu malah ambilin pesanan mama?"
"Urusan Qira di-handle sama Sandra, Ma." Gyan menyerahkan kantong besar pada Mayang. Melirik ke dalam mobil, dia mengembuskan napas lega. Sudah semua diturunkan, kini waktunya untuk pamit kepada Mayang. "Aku masih ada kerjaan di kantor, Ma. Maaf, gak bisa mampir. Mungkin lain kali kalau ada waktu luang, aku sama Qira ke sini. Dia juga sering bilang kangen sama Oma."
Mayang tertawa renyah, menepuk pundak Gyan yang lebih tinggi darinya. "Lain kali, kalau mau ke sini, bawa calon, ya. Biar Qira juga punya sosok baru. Kasian lho, mau sampai kapan kalian hidup berdua? Kamu sama Qira juga butuh sosok pemerhati, Gi. Kalian gak bisa selamanya baik-baik saja hanya dengan hidup berdua."
Gyan hanya menunduk, tidak mampu menimpali ucapan tersebut. Jika Mayang tahu kalau cucunya meminta hadiah Bunda baru untuk hari ulang tahun, beliau pasti akan kegirangan dan terus mendesak Gyan untuk cepat mendapatkan sosok bunda bagi Qira. Sayangnya, urusan yang satu ini tidak semudah yang dibayangkan. Gyan perlu tenaga ekstra untuk mencarinya, terlebih sangat sulit menemukan wanita yang bisa menerima dia dan anaknya sekaligus.
"Aku pamit, Ma." Gyan tidak merespon ucapan Mayang tadi. Tidak perlu repot untuk membahasnya saat ini, karena Mayang juga pasti tahu apa yang akan jadi jawabannya. "Sehat-sehat, ya, Ma." Tangannya terulur untuk memberikan ciuman di punggung tangan Mayang, mengucapkan salam dan segera pergi dari rumah ibunya.
Setelah urusannya mengantar kue ke rumah Mayang selesai, Gyan bisa kembali lagi ke kantor. Katanya, Qira sudah berada di sana menunggu sang ayah untuk kembali. Dan ternyata benar saja, ketika Gyan sampai di depan ruangan kerjanya, dia bisa melihat Sandra yang tengah berdiri memunggungi dengan Qira yang digendong. Rambut sepunggung Sandra yang hitam dan lebat, terlihat indah tergerai.
Kepala anaknya menempel di pundak Sandra. Anak itu terlihat sudah memejamkan mata. Gyan bisa melihatnya dengan jelas, tangan Qira melingkari leher Sandra sebagai pegangan. Dia segera menghampirinya, merasa tidak enak. Tubuh Qira tidak ringan, pasti Sandra pegal jika harus membawanya dengan posisi seperti itu dan kaki yang melingkar di pinggangnya. "Biar saya yang gendong, San."
Tubuh Sandra tersentak, membalik badan terkejut melihat kehadiran Gyan di sana.
"Sini, biar saya gendong. Qira pasti berat banget." Gyan terenyuh melihat Sandra yang sangat perhatian pada anaknya. Tangan Sandra bahkan tidak berhenti menepuk-nepuk pelan punggung Qira yang masih terbalut seragam, guna membuatnya terlelap.
"Gak papa, Pak. Non Qira belum lama tidurnya. Kalau dipindah tangan, takutnya malah kebangun."
Rasa tidak enak Gyan semakin bertambah melihat ketulusan Sandra mengurus anaknya. Dia tidak menyangka, jika Sandra yang bahkan digadang-gadang belum menikah, kini malah nampak telaten mengurus anak kecil.
"Masuk ke ruangan saya kalau gitu." Gyan membukakan pintu ruang kerjanya untuk Sandra masuk. Dia menutupnya kembali dengan pelan, ketika Sandra yang masih menggendong anaknya sudah berada di dalam. "Tidurin aja di sofa. Kayaknya dia udah nyenyak banget."
Sandra pun mengangguk, melangkah kesusahan menuju sofa untuk menidurkan anak atasannya.
"Sutss ... cup, cup, cup ...." Sandra mengusap kepala Qira, menepuk-nepuk pelan pahanya, ketika Qira terusik dipindahkan. Mungkin dia takut anak itu bangun lagi. Sebisa mungkin Sandra membuat Qira berada dalam posisi yang nyaman, hingga tidak terlihat ada gerakan lagi, dapat dipastikan anak imut itu sudah lelap kembali. "Kayaknya udah nyenyak, Pak." Dia melirik Gyan yang berdiri memperhatikannya.
Gyan mengangguk samar, memasukkan sebelah tangan ke dalam saku celana. "Sandra."
"Iya, Pak?"
Melihat Sandra berdiri, Gyan tersenyum tipis. Dia memperhatikan anaknya yang terlelap, kembali lagi melirik Sandra yang tengah menunggu kelanjutan dari panggilannya. "Makasih udah jagain Qira."
Sandra hanya mengangguk dan tersenyum, terlihat selalu baik seperti biasanya. Tidak pernah terlihat merasa terbebani dengan semua titah yang Gyan tugaskan untuknya.
"Kalau saya minta satu hal sama kamu, kamu bersedia?"
Dahinya mengerut. Sandra terlihat bingung, masih diam menantikan hal apa yang sebenarnya ingin Gyan bicarakan. Gyan terlihat ragu untuk mengatakannya, terlihat dari beberapa kali bibir yang terbuka sedikit, lalu tertutup kembali.
"Kalau saya minta rambut kamu dipotong sebahu, apa kamu mau?"
"M-maksud, Bapak?"

Komento sa Aklat (241)

  • avatar
    Anisa Galeri

    makin penasaran, qira semangat cari bundanya,jangan lupa cariin ke ayah yang cantik dan pintar juga baik... seruu ceritanya

    30/12/2021

      0
  • avatar
    Genduk Wahyuningsih

    Ceritanya bagus banget

    6d

      0
  • avatar
    Dayat Widayat

    lanjut sudah gak sabar kak

    7d

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata