logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

KEMARAHAN YANG TAK USAI

Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi mulus gadis itu, dia menganga tidak tahu apa kesalahan yang diperbuatnya sehingga Johan menamparnya dengan sangat keras.
Nara yang masih benar-benar lemas berusaha menegakkan kepalanya untuk menatap wajah sang Papah yang tampaknya sudah diselimuti oleh kemarahan.
“Pah....”
“Dasar anak tidak tahu di untung! Apa yang sudah kamu lakukan di luar sana?! Anak siapa yang kau kandung! Anak siapa!” Mendengar ucapan Johan, Nara membelalak tidak percaya. benarkah apa yang dikatakan oleh Papah, tidak mungkin dia hamil.
“Pah Nara bisa jelasin.” Air matanya meluruh begitu saja, air mata yang dia tahan sejak kejadian itu dan sekarang baru bisa dia tumpahkan karena ketakutannya selama beberapa minggu ini benar-benar kejadian.
“Menjelaskan apa?! Kau benar-benar anak tidak tahu di untung! Saya menyesal telah-”
“Johan!” Pekikan Maya yang baru saja tiba di depan pintu menghentikan gerakan Johan yang sudah mengangkat tangannya kembali bersiap untuk menampar putrinya yang sudah tampak ketakutan itu, “apa yang kau lakukan! Dia ini putrimu!” Entah keberanian darimana yang datang, Maya mampu membentaknya. Tidak seperti biasa, dia akan selalu diam ketika suaminya itu memarahi anak-anaknya.
“Kenapa kamu membelanya! Dia sudah mempermalukan nama keluarga!”
Amarah dan emosi bercampur menjadi satu, ingin sekali rasanya Johan menghancurkan seluruh isi rumah ini. Berita memalukan ini benar-benar akan mehancurkan nama baiknya yang baru saja mendapat penghargaan sebagai pengusaha terbaik di kota ini.
Mau taruh kemana wajahnya jika orang-orang dan awak media bisa mencium berita buruk ini. semua orang akan mencapnya sebagai Ayah yang tidak dapat mendidik anak dengan baik, buktinya Nara hamil di luar nikah.
Sementara gadis itu tampak ketakutan bahkan dia meringkuk di sudut kasur, seperti orang yang memohon belas kasihan kepada tuannya agar tidak melenyapkan nyawanya. Itulah yang dia lakukan agar Johan memberikan dia pengampunan.
Maya mencoba mendekati Nara yang ketakutan dan terus menangis, wajahnya yang pucat semakin pucat bahkan dia sudah tidak tampak seperti seorang manusia yang memiliki nyawa lagi. lelah, pusing, mual semuanya bercampur menjadi satu.
“Nara kamu tidak apa-apa Nak?” Dia menyentuh pipi Nara yang sudah memerah akibat tamparan dari Johan bahkan terlihat jelas gambar lima jari di pipi mulusnya.
Dia menangkup pipi Nara menggunakan kedua tangannya lalu membawa dia ke dalam pelukannya. Berusaha menenangkan gadis itu, karena dalam saat seperti ini dia hanya butuh sebuah dekapan dan pengertian.
Perlahan gadis itu mulai tenang dan dia sudah tidak menangis lagi karena Mamahnya selalu berada di sampingnya. Lain lagi dengan Johan yang masih tetap sama, menahan amarah yang tidak kunjung mereda. Emosinya belum juga surut.
“Sekarang ceritakan pada Mamah, bagaimana bisa seperti ini.” Betapa beruntungnya Nara memiliki ibu selembut dan sepengertian Maya tidak seperti Johan Papahnya, yang selalu membentak, marah dan bahkan tidak segan memakinya jika dia melakukan kesalahan.
“Nara enggak tahu Mah.” Terlalu malu membayangkan kejadian itu, dia benar-benar tidak sanggup membayangkannya apalagi menceritakannya. Rasanya Nara memilih ingin mati saja jika dipaksa untuk menceritakaan kejadian malam itu.
Gadis itu menangkup wajahnya sendiri menggunakan kedua tangannya, menangis sesenggukan dan meratapi nasib yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya akibat ulah dari kekasihnya. Chrisyan menjualnya, apa alasannya Nara sendiri tidak tahu.
“Siapa yang melakukannya? Katakan pada Mamah. Dia harus bertanggungjawab atas apa yang sudah terjadi.”
“Tidak!”
Ucapan lantang itu membuat kedua terperanjat bersamaan, sekarang Johan sudah mendekat pada mereka. Menatap Nara dengan tajam seolah ingin membunuhnya saat ini juga. Nara tidak pernah melihat sorot lembut tatapan seorang Ayah dari Johan, yang selalui dia temui hanyalah kemarahan dan kemarahan.
“Pah-”
“Tidak perlu mencari pria yang harus bertanggungjawab. Mulai sekarang dia bukan bagian dari keluarga Hermansyah lagi.”
“Maksud Papah apa? Nara ini putrimu bagaimana mungkin kamu tidak menganggapnya. Kau benar-benar gila!” Maya benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya itu, di saat seperti ini haruskah ucapan itu yang dia lontarkan kepada putrinya. Seharusnya dia mencari solusi.
“Saya tidak peduli!” Johan mulai bergerak menuju lemari, dia menarik sebuah koper berukuran cukup besar dan membukanya dengan lebar. Lalu membentangkan pintu lemari hingga seluruh isinya terlihat.
“Johan apa yang kau lakukan.” Maya berusaha menghentikan tindakan suaminya itu yang sudah mengemasi pakaian-pakaian Nara ke dalam koper dengan asal, dia benar-benar tidak bisa menerima kenyataan yang akan menghancurkan nama baiknya.
“Diamlah Maya! Jika kau tidak menuruti ucapanku silahkan pergi dari rumah ini!” Johan menatap tajam istrinya itu hingga mendorong pundaknya dan hampir saja dia terjungkal ke belakang beruntung Alen yang mengintip dari balik pintu segera menahan pundak Mamahnya itu.
“Pah, dengarkan penjelasan Nara dulu. Bukankah kamu tahu jika dia itu gadis yang sangat baik, selama ini kamu sudah melihat bukan. Ini terjadi pasti bukan karena kemauannya.” Saat seperti ini dia harus berusaha meluluhkan hati suaminya itu, kalau tidak pasti kemarahannya akan berlipat kali dari ini.
Johan mengehntikan kegiatannya yang menarik pakaian-pakaian Nara dengan asal yang tergantung di dalam lemari. Dia menatap tajam istrinya itu lalu melemparkan kain yang ada di genggamannya ke dalam koper.
“Anak baik katamu? Gadis sialan ini hamil diluar nikah darimana kau bisa simpulkan jika dia anak baik?! Dia hanya bisa mencoreng nama baik keluarga. Dia bukan putri Hermansyah lagi.” Johan kembali memasukkan sisa pakaian-pakaian Nara lalu menutup koper itu dan melemparkannya ke depan pintu.
Sementara Nara, dia tidak tahu harus melakukan apalagi sekarang. Membela diri rasanya percuma saja karena sejak tadi Johan tidak memberikan dia waktu untuk berbicara dan menjelaskan jika dia di perkosa.
Alen sendiri tidak bisa berbuat apa-apa melihat kakak perempuannya diperlakukan dengan tidak baik oleh Papahnya sendiri. Ingin sekali dia menghubungi Kak Ben karena hanya dia yang bisa menghentikan Papah. Tapi mengingat jika kakak sulungnya itu sedang mengikuti seleksi S2 di benua seberang, bisa-bisa kejadian ini mengacaukan fokusnya dan Papah akan semakin marah jika Ben juga gagal. Dia tidak tahu harus melakukan apa selain menangis dan menatap kasihan pada Nara.
“Gadis ini tidak seperti apa yang terlihat! Dia hanya bisa membuat malu nama keluarga saja. Sekarang kau pergi dari sini.” Dia menatap Nara yang masih duduk di sudut kasur dan menunjuk pintu keluar.
“Pah, jangan gegabah. Kamu tega membuang putrimu sendiri? Kemana Nara akan pergi, berpikir sekali lagi pah.”
“Lebih baik saya kehilangan seorang anak dari pada nama baik saya tercoreng.”
Ucapan itu persis seperti pukulan kayu yang menghantam kepala dan dada Nara. Dia benar-benar tidka percaya dengan apa yang dikatakan oleh Papahnya itu barusan. Dia memilih kehilangannya dari pada nama baiknya?
“Kau gila Johan!”
“Bulan depan akan ada media yang meliput kehidupan saya. Dan saya tidak mau ada gadis pembawa aib itu di rumah ini. Dia harus pergi secepatnya. Jika kalian ingin menghalanginya, maka bersiaplah untuk pergi dari sini. Saya tidak butuh orang-orang yang tidak mematuhi aturan saya.”
“Pah, kasihan Kak Nay. Dia harus kemana?”
“Diam Alen! Lebih baik kau belajar sekarang agar tidak membuat malu nama keluarga seperti gadis tidak tahu di untung itu!”
Maya menggelengkan kepalanya, kali ini air matanya jatuh begitu saja. dia tidak menyangka jika pria yang sudah menjalani bahtera rumah tangga bersamanya selama belasan tahun memiliki sifat sekejam ini. membuang putrinya sendiri demi sebuah nama baik.
“Dan kau!” tunjuk Johan pada Nara yang masih saja menangis, “kau hanya bisa membuat malu nama keluarga! Sekarang kau pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali. Kuanggap kau sudah mati! Anak tidak tahu di untung!”
Lagi-lagi dia merasakan hatinya seperti tertancap ribuan pisau. Ucapan Johan benar-benar menyakiti hatinya, dia tidak menyangka jika Ayah yang selalu dia banggakan bisa berkata seperti itu bahkan tidak membiarkan dia menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Johan berlalu begitu saja, keputusannya sudah bulat dan dia tidak mau setelah ini melihat Nara di rumah ini. tidak tinggal diam, Maya ikut mengejar suaminya itu setidaknya memohon padanya agar melunakkan hatinya yang keras. Setidaknya sadar jika Nara adalah darah dagingnya sendiri.
Alen yang melihat keadaan Nara, benar-benar mengiris hatinya. dia berlari menghampiri kakak perempuannya itu dan memeluknya dengan erat. Dia tahu jika Nara tidak mungkin melakukan hal-hal buruk di luar sana, dia gadis dan kakak yang baik.
“Kak, Maafin Alen tidak bisa membantu Kakak. Maafin Alen kak.” Dia menangis tersedu sementara Nara, air matanya terasa habis dan terkuras hanya dengan mendengar ucapan menyakitkan Papahnya sendiri.
“Gak apa-apa Len.” Ucapnya dengan lesu, dia benar-benar tidak bertenaga lagi. Ini bukan kesalahannya, tapi kenapa harus dia yang menanggung ini semua.
***

Komento sa Aklat (314)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    ElizaNova

    bgus baget

    11h

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata