logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

TEMANI SAYA MAKAN SIANG

Kepala Biru benar-benar sudah ingin pecah sekarang. Banyak hal yang merasuki pikiran pria itu saat ini. Terlebih mengenai ucapan Chrisyan, yang mengatakan jika Nara adalah perempuan yang sudah dia rusak lima tahun silam.
Sekarang dia sedang duduk termenung di dalam ruangannya, pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini pun sudah dia abaikan begitu saja karena masalah ini. Seharian ini dia hanya uring-uringan, memikirkan apakah ucapan Chris tadi memang benar atau tidak.
“Gak mungkin Chris bohong,” gumamnya, sambil berusaha berpikir apakah temannya itu hanya bercanda atau tidak.
“Tapi untuk apa Chris berbohong!” katanya lagi.
“Akh! Brengsek!” dia mengumpat sendiri, sambil melayangkan pukulan ke udara. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang.
Nara adalah wanita itu. Wanita yang sudah dia rusak. Wanita yang sudah dia jadikan sebagai bahan taruhan. Wanita itu juga yang sudah membuat Biru hidup tidak normal selama berada di Amsterdam, karena selalu di hantui rasa bersalah.
Dan sekarang, wanita itu kini berada di sekitar Biru. Gilanya lagi, dia selalu menuduh Nara melakukan hal yang bukan-bukan.
Tok tok tok!
Suara ketukan di depan pintu, membuat pria itu tersentak kaget. Dia yang tadinya mengusap wajah dengan kasar, kini menatap ke arah pintu.
“Masuk!” katanya lalu menarik nafas dengan kasar.
“Maaf Pak Smith, mengganggu waktu anda.”
Xabiru tercengang, melihat siapa yang datang. Ternyata dia adalah Nara.
Naraya datang mendekati pria itu, membawa beberapa file di tangannya dan meletakkan kerats-kertas itu di atas meja Xabiru.
“Ini beberapa laporan mengenai cabang yang harus Bapak periksa.”
“Hari ini ada beberapa meeting yang harus Bapak hadiri. Dan peletakan batu pertama hotel Muara.”
Biru sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Nara, dia hanya diam sambil terus memperhatikan wajah Nara yang tampak serius dalam menjelaskan apa saja agenda hari ini.
“Pak Rey Smith, apa anda mendengar saya?” tanya Nara sambil menatap wajah Biru yang tidak berkedip memandanginya.
Dalam hati dia menggumam, pasti pria ini kembali berfantasi jelek terhadap dirinya lagi.
“Bapak Xabiru Rey Smith!” mendengar suara tegas itu, Xabiru tersentak kaget. Dia menatap mata Nara yang masih mengarah padanya.
“Apa anda mendengar saya?” tanyanya dengan ekspresi datar, Nara sudah bisa menebak apa yang ada dalam pikiran pria ini. Pasti semua hal buruk.
Biru mengusap wajahnya yang kusut, dan kembali menarik nafas dengan kasar.
“Ya,” jawabnya dengan pelan, mencoba untuk menenangkan dirinya yang masih sedikit syok.
“Baiklah.” Nara kembali angkat bicara, “jika tidak ada yang ingin anda tanyakan lagi, saya permisi!” sambungnya lalu segera pergi dari sana.
Namun, baru saja Nara tiba di depan pintu, Xabiru memanggil namanya dan itu menghentikan langkah Nara juga menimbulkan kebingungan di kepalanya.
“Nara.”
Dia berbalik dan menatap Biru. Ada sesuatu yang berbeda dari pria itu, kali ini dia melihat tatapan Biru sepertinya berbeda dari kemarin-kemarin.
“Iya? Bapak butuh sesuatu?”
“Temani saya makan siang.”
“Ha?”
Bola mata Nara berkedip beberapa kali, dia menatap Biru dengan tidak percaya. Setan apa yang merasuki pria ini. Kenapa dia bersikap baik dan tutur katanya terkesan sangat lembut.
‘Dia ini kenapa?’ gumam Nara dalam hati.
“Maaf Pak?” tanya Nara, mencoba memperjelas ucapan pria itu.
“Temani saya makan siang.”
Nara memperhatikan wajah pria itu. Apa ini sebuah lelucon? Atau mungkin Biru sedang mempermainkannya? Sejak kapan dia bisa berubah dalam itungan detik begini. Padahal kemarin saja, dia masih tampak menyebalkan.
“Bisakan?”
Nara menjadi bingung sendiri, dia tidak tahu harus melakukan apa karena sekarang pria itu sudah datang mendekatinya dan berhenti tepat di depan Nara.
Tapi dia terus memperhatikan wajah Xabiru, apa ini bukan atasannya yang sangat menyebalkan itu? Tapi wajahnya sama persis. Atau mungkin kepalanya terbentur sesuatu, makanya dia mendadak seperti ini.
“Ayo.”
Karena terlalu bingung Nara sendiri tidak tahu harus melakukan apa, selain mengikuti Biru yang kini sudah berjalan keluar terlebih dahulu.
‘Aku rasa dia memang sedikit sinting,’ gumamnya dalam hati.
Dan di sinilah mereka berakhir, di sebuah restauran dekat dengan kantor. Biru baru saja memesan beberapa menu yang dia inginkan, sementara Nara masih terus memperhatikan wajah pria itu.
Apakah yang duduk di depannya ini benar-benar Xabiru Rey Smith? Atau jelmaannya?
“Kamu ingin makan apa?” bahkan pertanyaan pria itu diabaikan oleh Nara, karena dia terlalu sibuk dengan pikirannya.
“Naraya.”
“Ha? Iya Pak?” Nara tersentak kaget, dia menjadi malu sendiri karena ketahuan menatap wajah Xabiru, dan itu cukup lama. Dan sialnya, pria itu malu tersenyum kecil.
“Em.” Nara menjadi gugup, dia meraih buku menu dan memilih ingin memakan apa. sambil menyembunyikan rasa malunya, dia membaca menu satu per satu.
“Di samain aja,” ucap Nara pada akhirnya, karena dia benar-benar bingung sekarang.
Biru tersenyum manis, dan detik itu juga Nara yakin jika pria ini sedang kesurupan.
“Mbak!” Biru mengangkat tangannya, memanggil waiters agar datang menghampiri meja mereka.
Nara benar-benar tidak fokus sekarang, dia tidak peduli apa yang dibicarakan oleh Biru dan waiters itu. Kepalanya benar-benar di penuhi kebingungan yang sangat besar, apalagi melihat wajah Xabiru yang tampak berbeda.
Ini bukan Xabiru yang menyebalkan, yang dia kenal.
“Kamu sudah lama bekerja sama Papi?”
Nara mengedipkan kelopak matanya, beruntung kali ini dia tidak ketahuan menatap pria itu. Kalau tidak, pasti dia akan sangat malu untuk kedua kalinya.
“Belum lama Pak. Hampir tiga tahun,” jawabnya lalu berusaha untuk biasa saja.
Tanpa sadar, Biru selalu menatapnya. Nara tahu itu, tapi dia mencoba untuk mengabaikan. Rasa kesal dan jengkel masih terasa sampai sekarang, mengingat betapa menyebalkannya pria ini.
“Permisi Bapak, Ibu. Pesanannya.” Waiters datang mengantarkan pesanan mereka, dan meletakkan satu per satu di atas meja.
“Terimakasih,” ucap Nara dengan senyum kecil.
“Thank you,” kata Biru dengan ramah.
“Sama-sama, selamat menikmati.” Wanita itu berlalu setelah meninggalkan hidangan di sana.
“Selamat makan Nara.”
“Iya Pak,” jawab Nara tanpa melihat pria itu, dia hanya fokus pada makanannya karena tahu Biru terus menatapnya.
Bahkan Nara sudah berdoa dalam hati, agar makan siang ini cepat selesai karena dia benar-benar tidak nyaman berada di sini. Ya, dia tidak nyaman berada di samping Xabiru.
“Loh Nara? Biru?” Keduanya terkejut saat mendapati Andre berada di sana.
“Pak Andre?” tanya Nara lalu tersneyum kecil pada pria itu, “duduk Pak,” sambungnya lagi sambil mempersilahkan pria itu.
“Gak apa-apa nih saya gabung?” tanya Andre sambil melirik Biru, yang mana ekspresinya benar-benar sudah berubah.
“Gak masalah Pak silahkan duduk.”
“Bi,” panggil Andre sambil menatap wajah Biru yang sudha terlihat berbeda.
“Kalau mau duduk ya duduk aja kali!” jawabnya dengan acuh dan kembali menyantap makan siangnya dengan kesal.
***

Komento sa Aklat (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata