logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

SIAPA DIA?

Dengan permintaan Dian, akhirnya Nara mengalah dan mau menginap di rumah keluarga Smith. Jika bukan karena menghargai Danu dan istrinya, Nara merasa sangat malas berada di sini. apalagi melihat wajah Xabiru dalam satu hari. Itu sangat menjengkelkan.
Sekarang mereka sedang makan malam, dan sialnya Xabiru malah di abaikan oleh kedua orangtuanya. Lihat, sementara Nara diperlakukan dengan sangat istimewa.
‘Sebenarnya anak mereka siapa sih. Aku atau wanita ular itu,’ sungutnya dalam hati sambil terus mengunyah makanannya dengan kesal. Sungguh, dia benar-benar dendam pada Nara.
“Nara, makan yang banyak sayang. Ini, ambil lagi lauknya. Mami memasak ini khusus untuk kamu.” Dian menepuk tangan Biru ketika dia berniat mengambil sepotong daging yang khusus dia masak untuk Nara malam ini.
“Mi-” Biru merengek, sungguh dia sangat kesal sekarang. Sudah lama dia mengidamkan daging rending masakan Maminya tapi sekalinya di buat bukan untuk dirinya.
“Apa. Ini untuk Nara. Kamu makan bumbunya saja.” Astaga! Bisakah Biru mengumpat sekarang?
“Bumbunya juga enak Bi,” ucap Danu dengan senyum geli, Biru mendengus kesal. Dia merasa terasingkan di sini.
Pria itu menatap Nara dengan sengit, rasa benci bertambah menjadi berkali-kali lipat. Lihat saja, malam ini dia akan memberikan pelajaran pada wanita itu. Lihat saja apa yang akan dia lakukan padanya.
Makan malam kali ini berjalan sangat buruk, dan itu benar-benar mengacaukan mood seorang Xabiru.
Sebenarnya bukan tanpa alasan kenapa Maminya itu bersikap begini pada Biru, Dian hanya terlalu lelah menghadapi sikap nakal Biru sewaktu remaja dulu. Suka sekali berulah, bahkan entah sudah berapa kali dalam tiga tahun dia pindah sekolah hanya karena selalu berbuat onar. Dian benar-benar tidak tahu, kenapa bisa putra semata wayangnya itu senakal ini.
Dan berimbas sekarang, dia selalu saja jengkel jika melihat wajah putranya itu. Jangan sampai saja Biru melakukan satu kesalahan fatal lagi, maka dia sendiri akan mencakarnya habis-habisan.
"Sebenarnya anak Mami sama Papi siapa sih? Aku atau dia."
Sial! Biru membenci ini, Maminya bahkan tidak menatap ke arahnya sekalipun dan hanya sibuk melayani wanita yang sangat dia benci itu.
"Sudah Bi, makan saja. Daripada Mamimu ngamuk nanti," ujar Danu sambil menyudu bumbu daging rendang ke dalam piringnya. Biru mendengus kesal, dia benci momen ini.
**
Malam itu Nara duduk termenung di balkon kamar lantai dua, setelah berbincang panjang lebar dengan Danu dan Dian, dia memutuskan untuk istirahat. Tapi sialnya matanya tak kunjung terlelap. Nara menyukai momen ketika dia berkunjung ke rumah ini, dia seolah merasakan sedang berada dalam keluarga yang sebenarnya. Perlakuan Dian dan Danu benar-benar membuat dia terharu.
Ah, dia sangat menyayangi mereka.
Iseng-iseng, Nara meraih ponselnya. Tanpa sengaja dia melihat sebuah unggahan di sosial media. Seketika air matanya menetes, saat melihat sebuah postingan orang-orang yang sangat dia kenal. Sebuah potret keluarga yang terlihat sangat bahagia di sebuah pesta pernikahan.
Tiba-tiba Nara merasakan perih dihatinya, terlebih melihat kebahagiaan di potret bahagia itu tanpa kehadiran dirinya. Alen, adiknya mengunggah foto pernikahan Kakak mereka Benhard. Dia melihat sangat jelas senyum Papah dan Mamahnya yang terlihat sangat bahagia tanpa kehadirannya.
Dan yang paliing menyakitkan, mereka sama sekali tidak memberitahu Nara. Ah, Nara lupa. Bukankah dia bukan lagi bagian dari keluarga itu? Johan sendiri yang mengatakannya kan?
Tapi tetap saja, ini membuat hatinya terasa pilu. Mereka terlihat sangat bahagia tanpa kehadirannya.
‘Apa Kak Ben tidak mencariku?’ Yang dia tahu, Ben sangat menyayanginya tapi setelah bertahun-tahun berlalu pria itu bahkan tak pernah mencarinya.
Tanpa di sadari, Nara menangis pilu. Dia menunduk, seperti ingin menyembunyikan tangisnya tapi tetap saja masih terdengar di sekitar kamar. Dia sangat merindukan keluarganya.
Xabiru yang ingin membalaskan rasa kesalnya pada Nara, dia memutuskan untuk menghampiri wanita itu dan menanyakan apa maksudnya yang sebenarnya mengacau kehidupan harmonis keluarganya.
Dia tersenyum licik saat mendapati kamar Nara tidak terkunci, tanpa aba-aba atau kata permisi lainnya dia langsung membuka pintu kamar. Mulutnya bersiap untuk meneriaki wanita itu. Tapi tiba-tiba bibirnya terkatup rapat saat dia mendengar suara tangisan yang sangat pilu.
Tubuhnya terpaku ketika dia melihat Nara duduk di balkon kamar, entah dia sengaja memadamkan lampu atau tidak, Biru tak tahu. Dia hanya mematung melihat punggung Nara yang menunduk.
‘Dia kenapa? Sinting?’ gumamnya dalam hati, namun raut wajahnya menunjukkan ekspresi yang berbeda.
Cukup lama Biru berdiri di depan pintu, sampai akhirnya dia tidak mendengar suara tangisan lagi. Penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Nara, akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri ke balkon.
‘Entah-entah wanita gila itu bunuh diri,’ gumamnya sambil melangkah pelan-pelan.
Ketika dia sampai di balkon, Biru melihat Nara yang menyandarkan kepalanya di kursi. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyentuh pundak wanita menyebalkan itu.
“Dasar wanita aneh. Malah tidur di sini,” ucapnya dengan jengkel, ketika melihat mata Nara tertutup. Pandangannya tertuju pada ponsel Nara yang masih menyala.
Kening pria itu mengerut, dia melihat potret bahagia orang yang sedang menikah. Dia menatap wajah Nara bergantian dengan gambar di ponsel itu. Rasa penasaran terselip dihatinya. Gambar siapa itu. Apa Nara menangis karena melihat foto itu? Sungguh itu bukan urusannya.
Entah dorongan darimana atau mungkin hanya karena rasa iba, tanpa peringatan Biru langsung menggendong tubuh Nara dan membawanya ke kasur. Dia membopong tubuh wanita itu dan merebahkannya di atas kasur.
‘Haish kenapa juga aku membantunya.’ Sisi jahat dalam diri Biru memberontak, tadinya dia kemari untuk memberi peringatan pada Nara tapi kenapa malah menolongnya.
“Ck.” Biru berdecak, kesal akan dirinya sendiri. Dia menarik tangannya yang tertindih tengkuk Nara, tapi sesaat dia terpaku melihat wajah wanita itu.
Bekas air tangisan masih terlihat jelas di sudut matanya, jarinya terulur untuk menghapus setitik air bening itu. Namun dia kembali terpaku melihat wajah Nara yang terlihat tenang dalam tidurnya.
Tiba-tiba jantungnya berdetak kencang, bayangan tentang kejadian beberapa tahun lalu terlintas di kepalanya. Biru merasakan detak jantungnya cukup cepat, dia segera menjauhkan dirinya dari Nara. Wajah itu sangat tidak asing baginya.
Cepat-cepat pria itu keluar dari Kamar Nara, entah kenapa ada rasa penyesalan yang terselip di hatinya. Apa itu dia sendiri tidak tahu.
***

Komento sa Aklat (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata