logo text
Idagdag sa Library
logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

MENJEMPUT NARA

Akhir pekan seperti ini dimanfaatkan oleh Nara untuk lari pagi. Ketika tidak ada pekerjaan atau mungkin libur kantor, setidaknya dia punya waktu untuk menjaga kesehatan tidak hanya berkutat dengan masalah-masalah pekerjaan yang selalu menuntutnya untuk professional.
Tak terhitung berapa banyak langkah yang sudah dilakukan pagi ini sehingga tanktop yang dia kenakan sudah basah kuyup di tambah tetesan keringat di mengucur di keningnya.
Nara terus berlari, dia melirik jam tangannya ternyata sudah lebih dari dua jam dia jogging pagi ini. Kini waktunya dia untuk kembali, bersih-bersih dan istirahat karena besok dia akan menemui putri kesayangannya.
Rasanya Nara sudah sangat merindukan kesayangannya itu.
Ketika Nara ingin menyebrang menuju apartemennya, dia dikagetkan oleh sebuah mobil yang berhenti mendadak dihadapannya. Beruntung dia belum sempat menyebrang kalau tidak dia pasti tertabrak.
Nara menggeram kesal sepertinya orang ini ingin mencari masalah dengannya. Apa dia ingin cari mati dengan Nara.
“Siapa sih orang ini. Mau cari masalah!” gumamnya, ketika Nara ingin mengetuk kaca mobil orang itu, pemilik mobil sudah terlebih dahulu membuka kacanya.
Dan betapa terkejutnya Nara ketika mengenali pria sialan yang hampir menabraknya. Pria itu, siapa lagi kalau bukan Bossnya Xabiru. Dengan gaya sok kerennya melirik Nara sambil melepas kacamata hitam yang menggantung sempurna dihidung runcingnya dan kaus putih yang dia kenakan itu menambah pesonanya. Nara akui dia memang tampan.
“Terpesona dengan ketampananku.” Suara sombong pria itu menarik Nara ke dunia nyata, astaga jangan sampai mulutnya mengakui ucapan Biru. Bisa besar kepala dia.
“Cih. Hanya ada dalam mimpimu!” bisik Nara dengan pelan lalu menyeka keringat yang menetes di keningnya.
Tanpa sadar Biru menatap Nara dengan sangat lekat, matanya terpesona dengan postur sempurna tubuh wanita yang sedang menyeka peluhnya itu.
Biru meneguk salivanya dengan sesuah payah saat dia menyadari betapa seksinya Nara dengan tanktopnya yang basah hingga menjiplak jelas pakaian dalamnya yang Biru ketahui berwarna hitam. Pandangannya beralih pada bibir Nara yang terlihat kepanasan dengan terik matahari, bahkan Biru berkhayal bagaimana rasanya bibir mungil itu. Apa dia semanis chery?
‘Astaga pagi-pagi sudah disuguhi pemandangan indah seperti ini. Bisa mati berdiri aku.’ Biru mengepalkan tangannya, untuk mengalahkan gejolak dalam dirinya yang memaksa dia untuk mendekap Nara dalam pelukannya dan membawa dia bergulat di atas kasur.
‘Bodoh! Fokuslah sialan!’ pekik sisi baik dalam dirinya.
“Cepat masuk. Papi memintamu ke rumah.” Dia kembali menjadi Xabiru yang dingin, lalu menatap kearah depan untuk mengalihkan pandangannya dari wanita yang selalu menggoda imannya itu.
Tapi bukan Naraya namanya jika tidak bisa menolak perintah bossnya itu. Dan lihatlah sekarang dia malah terkekeh mendengar perintah Biru bahkan tak bergeming dari tempatnya.
Merasa dirinya ditertawakan, Biru menoleh ke samping lalu menatap Nara dengan tajam. Apa yang ditertawakan wanita ini, apa ucapannya terdengar seperti lelucon?
“Apa yang lucu. Siapa yang memintamu tertawa.”
“Loh memangnya ada larangan yang mengatakan dilarang tertawa di sini? Tidak adakan?” Biru mendengus kesal, jika beradu debat dengan wanita ini dia tidak akan bisa menang. Apapun ceritanya.
“Buruan. Masuk.” Tapi tetap tidak ada respon yang diberikan Nara.
Huh! Memangnya dia siapa berani memerintahkan Naraya, di kantor saja dia membangkang apalagi diluar kantor seperti ini.
“Budek?” Tanya Biru sambil menatap geram pada Nara yang masih saja tertawa kecil. “Kau tidak mendengar perintahku?”
“Oh maaf tuan CEO, tapi anda siapa berani memerintah saya?” Jawaban Naraya benar-benar membuat Biru geram, ingin sekali rasanya dia menyumpal bibir mungil itu agar tidak berbicara dengan nada menyebalkan lagi.
‘Ah Biru sadarlah, dia sekertaris gila yang tidak akan pernah kalah denganmu.’ Dia memperingatkan dirinya untuk tidak terlalu menanggapi wanita itu, bisa-bisa dia tua sebelum waktunya.
‘Kalau bukan karena Papi yang meminta aku tidak akan sudi kemari.’
Lelah berdebat dengan Nara, Biru memilih untuk meraih ponselnya lalu menghubungi sebuah nomor. Jika harus menjelaskan secara detail menggunakan Bahasa Indonesia yang benar, Nara tidak akan paham. Entah bahasa apa yang harus dia gunakan untuk berbincang dengan wanita ini.
“Pi. Papi sendiri yang ngomong. Papi tahukan dia bebal.” Tanpa menunggu jawaban dari Danu, Biru memberikan ponsel itu pada Nara dan tidak menatapnya sama sekali.
Dengan ragu-ragu Nara menjawab panggilan itu, dia melirik Biru yang tampaknya sudah sangat kesal.
“Halo.” Entah apa yang dikatakan Danu di seberang panggilan, Nara hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
“Baik tuan Smith saya akan segera ke sana,” ucapnya di penghujung perbincangan mereka, lalu Nara mengembalikan ponsel itu pada Biru.
“Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Papi padamu. Entah dia ingin mengakui hubungan kalian di depan Mami tapi yang pasti aku tidak akan membiarkan itu terjadi.” Dia menatap tajam Nara yang sialnya hanya memberikan ekspresi tidak peduli.
Terserah Biru ingin mengatakan apa, dia tidak akan peduli lagi.
“Saya mandi sebentar.” Nara berlalu begitu saja meninggalkan Biru yang sudah ngedumel tidak jelas. Terbuat dari apasih hati dan pikiran wanita itu. Kenapa keras sekali kepalanya.
Dengan ogah-ogahan Biru ikut menyusul Nara yang sudah berjalan lebih dulu dan meninggalkan mobilnya terparkir di sana. Kalau bukan karena Danu, dia enggan sekali menjemput wanita bermulut pedas itu. Tadi saja dia mencoba menolak Danu sudah memberinya tatapan tajam.
Sampai didalam apartemen yang tidak terlalu luas itu, Biru mengedarkan pandangannya ke seluruh arah. Kesan pertama yang dia dapat adalah rapi, pantas saja sikap wanita ini sangat perfeksionis ternyata tempat tinggalnyapun jauh dari kata berantakan.
“Duduklah. Saya mandi sebentar,” ucap Nara dan berlalu begitu saja.
“Huh! Tuan rumah macam apa dia ini. Menawarkan minuman saja tidak sama sekali.” Dia mendengus lalu menghempaskan bokongnya di atas sofa.
Ah! Sangat nyaman di sini dan adem rasanya, bahkan Biru sampai ingin tertidur. Apa wanita itu meletakkan jampi-jampi di sini agar siapa yang berkunjung bisa beralam-lama. Astaga! Buang pikiran burukmu itu Biru, otak benar-benar minta diriset ulang.
Pandangan Biru tertuju pada sebuah bingkai kecil yang berdiri di nakas bawah televisi. Rasa penasarannya mencuat hingga akhirnya dia mendekati bingkai itu dan melihat gambar Nara bersama seorang anak kecil yang tertawa dan menampilkan gigi ompongnya.
Ada sebuah tulisan di bawahnya, ‘Loly love Mommy.’
Biru mengerjapkan matanya beberapa kali, dia benar-benar sulit mempercayai ini. Benarkah apa yang dia lihat? Nara sudah menikah dan punya seorang putri?
Tapi bukankah di biodatanya di kantor menunjukkan jika dia belum menikah? Lalu ini anak siapa?
Seketika bola mata Biru membelalak saat otaknya bekerja keras menyimpulkan kejadian pelik ini.
‘Apa jangan-jangan ini anak hasil hubungan gelap Papi dengannya?’ Biru meletakkan kembali bingkai foto itu dengan kasar, dia benar-benar tidak habis pikir dengan ini semua. Jika sampai apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, sungguh dia harus menjauhkan Nara dari keluarganya.
Wajah khawatirnya mulai terlihat jelas bahkan sudah mulai panik. Apa ini rencana Danu sehingga memintanya menjemput Nara dan membawa ke rumah. Apa dia akan mengakui semuanya di depan Mami?
Tidak. Biru tidak akan membiarkan rumah tangga harmonis Papi dan maminya hancur hanya karena wanita seperti Nara. Tidak! Dia tidak akan membiarkannya.
Tapi apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia benar-benar bingung.
***

Komento sa Aklat (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata