logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

PELANGI CINTA UNTUK ADINDA

PELANGI CINTA UNTUK ADINDA

Jenny Almeera


PART 01

Author POV
Angin berhembus lembut, menyisir sebuah komplek perkampungan yang lebih menyerupai perumahan tipe 36. Luas dan besar bangunan yang hampir sama dengan bangunan yang juga hampir setipe. Heran,..kenapa bisa seperti itu?? padahal janjian juga enggak. Tapi masa bodolah, itu bukan hal yang akan kita bahas disini. Karena sekarang, aku lagi memperhatikan seseorang yang nampak sedang sibuk mencuci motor di halaman rumahnya yang cukup luas. Gadis cantik berrambut lurus sebahu itu begitu asik memandikan motornya sembari bersenandung lirih. Terlihat air nampak menggenangi lantai halaman rumah hingga basah di mana-mana.
" Dindaa.. dari tadi belum selesai juga nyuci motornyaa..?"
Dari dalam rumah, muncul seorang perempuan baya yang masih terpancar aura kecantikannya. Dia berjalan mendekat sembari geleng-geleng kepala, menyaksikan halaman rumah yang seperti tengah banjir. " Ini nyuci motor apa mau bikin kolam ikan Adindaaa,.." Suara perempuan itu dengan nada agak meninggi. " Mumpung Dinda mau nyuci motor Bundaa..kata Bunda kan harus hemat-hemat make uang.." Sahutnya cengegesan dan tak merasa bersalah. Masih saja asik sama kerjannya. " Tapi ndak begini juga kan putrinya Bunda yang cantikk.." " Yaudah.. nanti kalo udah beres, segera nyusul ke dapur. Petikin kangkungnya.. Bunda mau buatin cah kangkung kesukaan kamuu.." " Oke Bundaa.." Setelahnya perempuan baya itu kembali masuk ke dalam rumah membiarkan putrinya menyelesaikan pekerjaannya, sementara beliau meneruskan aktifitasnya memasak di dapur.
Dan kisah ini berawal dari dua wanita yang cukup harmonis itu. Hubungan harmonis antara ibu dan anak gadisnya yang beliau panggil dengan nama " Adinda"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Adinda POV
Aku memiliki kehidupan yang sama seperti orang-orang yang lain. Hidup dengan bahagia bersama satu kakak laki-laki-ku Wiko arya dan Ibundaku tersayang Rumina namanya. Cukup simple padat dan berisi kan namanyaa..? 😄
Ayah udah lebih dulu meninggalkan kami beberapa tahun yang lalu tanpa sakit. Kata dokter hanya dipicu faktor kelelahan. Mungkin karena Ayah yang sangat pekerja keras dalam memenuhi kewajibannya sebagai kepala rumah tangga dan sekaligus seorang Ayah dari kedua putra putrinya. Wiko arya dan Adinda Puteri.
Setelah kepergian almarhum Ayah dua tahun kemudian ibu dari Ibundaku yang menyusul Ayah dan pergi meninggalkan kami semua. Juga tanpa sakit samasekali.
Dan sejak dari meninggalnya almarhum Eyang putri itulah awal cerita ingin akan aku mulai..
Telah dua tahun lebih, iya dua tahun lebih ini aku harus selalu rutin mengantarkan makanan untuk Eyang kakung, Ayah dari Ibundaku tersayang.
Karena, begitu kepergian Eyang putri meninggalkan kita semua, kebutuhan sehari-hari Eyang kakung Bundalah yang menyediakan dan mengurusinya. Terutama dalam hal makan beliau sehari-hari.
 Sebenarnya dulu tugas itu dibagi rata antara aku dan mas Wiko kakak satu-satunya yang kupunya.
Tapi karena sekarang dia harus menjalankan tugas pekerjaan di luar propinsi jadi tugas mengantar makan pagi dan malam itu di bebankan sepenuhnya padaku. Menjadi tanggung jawabku yang pasti.
 Jujur, bukan aku enggak ikhlas bantuin Bunda karena aku pribadi juga tak akan tega jika Bunda, orangtua satu-satunya yang masih kumiliki harus bolak balik ke rumah Eyang kakung. Terlebih jarak rumah yang bisa di bilang cukup jauh karena harus di tempuh dengan kendaraan.
Ada sekitar 3 kilometer jalan yang harus ditempuh. Kasihan Bunda yang udah capek masak capek nganterin dan boros uang pula.
Jika aku yang kesana sendiri tinggal melarikan scoopyku tanpa harus menunggu angkutan umum. Selain lebih hemat juga jarak tempuhnya lumayan jadi cepat.
Tapi masalahnya ketika tiba-tiba mood menjadi jelek dan kaki rasanya enggan untuk pergi karena lelah juga membuatku jadi terkadang harus sedikit bersitegang dengan Bunda.
Karena beban pekerjan yang kian menumpuk ditambah durasi waktu yang 2 jam menjadi lebih lama memaksaku pulang dalam keadaan lemas dan loyo. Yang ada dalam otak hanya bayangan kasur empuk yang siap kujadikan penghilang capekku.
 Hari ini aja aku pulang kerja jam lima sore. Padahal harusnya libur karena di kantorku sudah diterapkan peraturan UU lima hari kerja.
Hari sabtu yang harusnya bisa kupergunakan untuk bersantai dirumah dan berkutat dengan tanaman bunga-bunga yang aku miliki lumayan banyak di teras rumah malah harus terbengkalai karena diharuskan tetap masuk kerja dengan waktu kerja seperti hari biasa.
" Bundaa Dinda kan baru aja nyampai rumah.., belum juga ganti baju maem bersih-bersih.., "
Suaraku udah seperti orang yang mulai menahan tangisan. Kesal karena Bunda seperti enggak mau tahu. Seperti enggak sayang sama anaknya yang tinggal semata wayang dirumah.
Dengan tampang cemberut plus masam kujatuhkan pantatku ke sofa yang berwarna abu-abu tua berbahan bulu-bulu yang super lembut.
Tanpa melepas tas yang masih tertenteng di pundak.
Dengan kaki-kaki yang masih terbalut sepatu kerja sengaja kuketuk-ketukkan ujung tumitnya ke lantai agar bersuara sebagai rasa protesku. Aku benar-benar capek hari ini.. Tapi untuk menolakpun aku enggak tega sebenarnya..
Jujur aku tak berani membantah Bunda dengan kata-kata.
Huuuu.. tapi Bunda seperti tak bisa menangkap sinyal kekesalanku. Kuperhatikan beliau yang masih saja sibuk menata tempat makanan yang akan diantarkan ke rumah Eyang kung.
 " Kamu jangan pernah lelah melakukan ini Dinda, karena bisa jadi penolakan kamu ini nantinya jadi penyesalan kamu setelah Eyang kung pergi meninggalkan kita. "
Berkata-kata Bunda membuat mukaku seketika berubah sedih.
Iya aku enggak mau itu!.
 Eyang kung yang sangat aku sayangi yang dulu begitu perhatian dengan selalu menggendongku diatas pundaknya ketika beliau mengajakku pergi ke kebun untuk bertanam atau memanen hasil kebun. Yang selalu rela memanjat pohon mangga atau pohon kelapa jika aku ingin buahnya.
Yang tak pernah letih melakukan apapun untuk cucu tersayangnya ini.
 Aku langsung tertunduk lesu.
Sederet kata-kata ngeles yang sudah aku ingin keluarkan dari bibirku tertelan kembali ditenggorokan.
 " Sekarang kamu anterin sebentar ya makanan ini Dinda. Kasihan jika Eyang menunggu lama.. Apalagi ini sudah sore.., nanti kalau semakin gelap malah kamu ndak berani.."
 Aku manggut aja.
Kuletakkan tas kerjaku ke kamar sebentar dan hanya memakai sendal jepit akupun beranjak untuk keluar rumah dan pergi ke tempat Eyang kung.
Dengan membawa rantang yang berisi 3 tempat di tanganku akupun pamit pada Bundaku.
Mencium tangannya sebelum benar-benar pergi.
" Nanti Bunda pijitin kamu sepulang dari rumah eyang.. "
Berkata Bundaku pelan dengan suara lembutnya yang penuh keibuan.
Mataku berbinar haru.
Bunda selalu mengerti keadaanku. Saat lelahku sakitku. Dengan pijatannya saja lenyap seluruh capek atau tak enak badan yang aku rasakan. Bunda adalah obat yang paling jitu bagiku. Tak akan pernah tergantikan oleh siapapun.!
" Bunda janji ?"
" Iya sayang.. Kapan Bunda pernah bohong sama putri kecil Bunda yang tukang ngambek ini.."
Aku nyengir saja mendengar celetukan Bunda.
( Dalam hati aku hanya bisa berkata " maafin putri kecil Bunda ini yang masih suka nyusahin.." )
Iya aku memang masih kolokan. Masih suka ngambek dan seperti anak kecil. Itu karena aku tak ada saingan.
Tapi bukan berarti aku benar-benar anak mama yang tak bisa mandiri dan hanya bisa menyusahkan orangtua.
Aku juga tau untuk menempatkan diri sebagai anak tunggal dan yang harus bertanggung jawab untuk segala sesuatunya yang menyangkut urusan rumah dan keluarga, terutama Bunda sama Eyang kakung. Karena kakakku satu-satunya tak lagi tinggal satu rumah dan hanya pulang disaat- tertentu saja.
Setelah pamit dengan mencium tangan seperti kebiasaanku aku segera tancap gas dan melarikan scoopyku menuju rumah Eyang kakung di tengah cuaca sore yang agak mendung.
Suasana sore yang menuju ke arah petang membuat udara semakin dingin dan sejuk. Dan aku juga berharap sampai di area pemakaman saat matahari belum benar-benar tenggelam.  Apalagi sampai petang atau adzan magrib sampai berkumandang. ( Karena sejujurnya aku paling takut untuk melewatinya. Sumpah! ). Jadi masih ada satu dua bahkan lebih, kendaraan yang melintas. Tak bisa aku bayangkan harus say hello sama penghuni-penghuni yang menetap disitu. Ngebayanginnya udah merinding dan mau pipis aja. 😑
Akhirnya akupun telah sampai di jalan yang ramai anak kecil yang lagi asik main, jadi lebih kupelankan laju scoopyku dengan lebih tenang dan lega karena telah sampai jauh sebelum waktu yang rentan itu harus aku lewati. 🤓

Komento sa Aklat (431)

  • avatar
    TaneA.a

    bagus terus berkarya ya kak

    24/05/2022

      0
  • avatar
    JuliasariKenaya

    bgss bngttt

    04/08

      0
  • avatar
    MuhammadMuhammad isayama

    cerita nya sangat menarik

    21/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata