logo
logo-text

I-download ang aklat na ito sa loob ng app

bab 10

KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN
bab 10
"Lagian Ibu kamu kemana sih Cit, kok Zahra dibiarkan sendiri? "
"Mungkin Ibu lagi masak Ri, kan kamu tadi minta Ibu masak sekalian, soalnya kamu gak sempat masak kan. "
"Iya ya, aku lupa, maaf ya, aku sempet kesel sama ibumu karena sudah ninggalin Zahra. "
"Gak papa Ri, aku paham kok. "
"Yaudah yuk masuk," aku mengajak Citra masuk ke dalam rumah, tapi belum sempat kaki kami melangkah, sebuah suara yang ku kenal memekakkan telingaku.
"Riri! Orang miskin sialan ya kamu! Kamu apakan Mas Tio dan Dea ha! " Mbak Tiwi sudah berkacak pinggang sembari memaki di depan rumahku.
"Kenapa gak tanya sendiri sama orangnya langsung?"
"Aku sudah tanya, tadi katanya kamu memukul Mas Tio pake sapu, terus kamu juga gak kasih boneka barbie yang Dea minta, sekarang mana boneka barbie nya, juga sembako yang mau di ambil sama Mas Tio!" perintah Mbak Tiwi dengan gayanya yang angkuh. Cih, dia pikir dia siapa, dan aku tidak akan diam saja kali ini, sudah cukup orang-orang itu menghina dan menginjak-injak diriku selama ini.
"Kalau aku tidak mau? "
"Berani ya kau sama aku ha! Dasar orang miskin, kalau miskin ya miskin aja tapi belagunya bukan main. "
"Ooo miskin ya, sudah tau miskin kenapa kau mengemis padaku? " ucapanku sontak membuat kedua mata Mbak Tiwi membelalak.
"Siapa yang ngemis! Dasar gak punya sopan santun! Apa begini cara suamimu mendidikmu ha! "
"Jangan bawa-bawa suamiku! Dan persoalan ini bukan aku yang tak punya sopan santun tapi kau! Sekarang aku tanya, memangnya semua barang itu punya siapa? Punyaku kan! Lalu jika aku tidak mau memberikannya kalian mau apa! Apa namanya kalau bukan ngemis, kalian meminta barang yang hanya sepele pada orang miskin ini, apa kalian tak punya malu! "
"Alah, kalau barang-barang yang sudah di tangan keluargaku meskipun asalnya dari kelurga miskin kayak kalian tentunya juga akan berubah statusnya menjadi barang berkelas. "
"Hahahaha darimana kau dapat peraturan seperti itu? Jangan ngadi-ngadi deh, udah sono pulang, aku gak akan berikan secuil pun pada kalian, kalian kan orang kaya, alias kaya monyet hahahaha," ucapku sembari terbahak.
"Sialan kau Riri! " tangan Mbak Tiwi sudah melayang diudara dan sebentar lagi akan mendarat di pipiku, tapi segera kutangkap tangan orang angkuh itu dan menghempaskannya secara kasar hingga membuat Mbak Tiwi terhuyung ke belakang.
"Jangan coba-coba menyentuh kulitku barang secuil karena aku tak sudi tubuhku disentuh oleh orang sepertimu, kenapa? Kaget aku berani melawan, jika biasanya aku akan diam tapi kali ini tidak, aku akan pertahankan apa yang aku miliki!" ucapku dengan tatapan tajam pada Mbak Tiwi.
"Sekali lagi kau berani padaku, aku tak segan-segan memberikan perhitungan padamu! Paham! Sekarang kau pergi dari rumah orang miskin ini! "
Mbak Tiwi menganga karena masih tidak percaya jika aku berani melawannya, saat dirinya masih syok dengan perubahanku tiba-tiba yang entah sejak kapan, Citra sudah membawa seember air dan menyiramkan air itu pada Mbak Tiwi.
"Aaaaaa apa yang kau lakukan, bren*sek!" Mbak Tiwi histeris, bajunya basah kuyup, rambutnya yang lurus tiba-tiba saja menjadi keriting kembali, persis sudah seperti tikus kecemplung got.
"Hahahaha, rasakan itu dasar Nenek lampir, pulang sana dan jangan ganggu sahabatku lagi, kalau tidak kau akan tahu akibatnya! " sentak Citra pada Mbak Tiwi.
"Awas kalian, aku tidak terima, akan aku balas kalian nanti! " Mbak Tiwi pun pergi dengan kondisi tubuh yang basah kuyup dan rambut yang awut-awutan, bodo amatlah aku tak perduli lagi pada keluargaku itu.
***
Aku merebahkan tubuhku ke atas kasur, kasur yang tadinya sudah sangat tipis karena sudah termakan usia itu kini sudah berganti dengan springbed yang diberikan oleh orang-orang misterius itu, hingga saat ini aku masih belum tau siapa mereka dan apa maksud mereka memberikan secara cuma-cuma uang dan barang yang begitu banyak padaku, penat otak ini kurasa karena memikirkannya.
Nama kampung ini adalah kampung Ramai, yah, persis dengan namanya kebanyakan orang-orang disini sangat suka dengan keramaian, apapun itu, mulai dari hajatan, syukuran, bahkan perkelahian yang mengundang banyak orang berkumpul juga sudah hal biasa di kampung ini, bagaimana tidak jika para penghuni kampung ini pun memang hobi dengan kebisingan. Terkadang aku lelah tinggal disini, rasanya ingin pindah saja dari sini, kalau bukan karena selain aku tak punya uang untuk membeli hunian baru, disini juga ada Citra, sahabat sejatiku, yang selalu ada disaat aku butuh. Kampung ini juga yang menjadi saksi bisu pertemuan antara aku dan Mas Anam, ah, Mas Anam, aku baru ingat jika kau menghilang telah lama, dimanakah dirimu berada, aku rindu, apa benar kalau kau telah melupakan aku dan Zahra? Tapi kami salah apa Mas, tanpa terasa air mataku menetes, betapa hidupku serasa hampa tanpa hadirnya sosok yang selama ini menjadi imamku.
***
"Riri! Riri! " sayup kudengar suara Citra terngiang ditelingaku, perlahan aku membuka mataku, kulihat jam yang tertera di ponselku, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, dan aku sudah tertidur selama dua jam, aku lupa kalau aku belum melaksanakan kewajiban ashar ku itu.
Bergegas aku bangun dari tempat tidurku dan menghampiri Citra yang sudah menonton televisi bersama Zahra.
"Bentar ya Cit, aku mau sholat Ashar dulu, takut gak keburu waktunya. '
"Oke, tenang aja, aku tunggu disini sama Zahra. "
Aku pun bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu, setelah selesai lantas aku masuk kembali ke kamar dan menggunakan mukena lusuh yang kupunya, setelahnya dengan khusuk aku melaksanakan sholat Ashar.
***
"Ada apa Cit kok tumben sore-sore kesini?"
"Aku tadi dapat pesan whatsapp sama orang pabrik, kalau para karyawan besok harus ke pabrik, kita diminta untuk membantu mempersiapkan acara syukuran lusa."
"Oh gitu, okelah besok aku bareng sama kamu ya, kamu kan tahu ponselku ponsel jadul, jadi gak bisa buat whatsappan. "
"Yaitu makanya aku kesini ngasih tau kamu, jangan lupa besok pagi Zahra titipin ke rumahku aja, kalau disini takutnya kayak tadi lagi. "
"Iya, makasih ya, o iya emang udah sejauh mana persiapan buat acaranya? "
"Katanya udah delapan puluh persen sih, dan kita disuruh datang karena nanti akan ada pengarahan dari mereka, karena selain karyawan pabrik, semua warga kampung Ramai ini pun diundang, dan kamu tau gak kalau acara besok itu bakalan mewah, secara dekorasinya aja bagus banget," ucap Citra antusias.
"Kamu tau darimana kalau dekorasinya mewah? "
"Ya dari whatsapp lah Ri, kan salah satu dari mereka ada yang bikin status di whatsapp gitu, makanya aku bisa tahu. "
"Oh gitu yaudah besok pagi kita kesana, aku juga udah gak sabar buat datang pas acaranya, pasti Zahra senang kalau diajak ke acara mewah begitu. "
"Tentunya dong."
Akhirnya aku ikut nimbrung menonton televisi bersama Zahra dan Citra.

Komento sa Aklat (104)

  • avatar
    Lan Lan

    nice

    10d

      0
  • avatar
    Riandi

    bagus

    08/08

      0
  • avatar
    NaimAinun

    ceritanyabagus

    06/07

      0
  • Tingnan Lahat

Mga Kaugnay na Kabanata

Mga Pinakabagong Kabanata